Perempuan, Ruang Privat, dan Ruang Publik
Ngainun
Naim
Mencari ilmu sekarang ini
sangat besar peluangnya. Kuliah gratis bisa ditemukan di banyak ruang digital. Tawaran
seminar bermunculan dalam berbagai format. Ada yang gratis, ada yang berbayar.
Ada yang rumit persyaratannya, ada yang nyaris tanpa ikatan dan aturan. Tinggal
kita mau pilih yang mana.
Realitas ini sesungguhnya
cukup menggembirakan. Rasanya belum pernah ada masa di mana orang bisa mengais
ilmu sedemikian mudah. Justru karena itulah kesempatan ini seharusnya
dimanfaatkan sebaik mungkin.
Semuanya memang tergantung
kepada kita. Jika kita serius mengikuti kelas tertentu, saya kira kemajuan diri
akan kita peroleh. Tetapi jika tidak, ya hanya menghabiskan waktu dan pulsa
saja.
Di lingkungan tempat saya
bekerja ada inovasi seiring wabah corona ini. Inovasi tersebut bertajuk “Bedah
Penelitian, Publikasi Ilmiah, Pengabdian Masyararakat, dan Keilmuan”. Acara via
aplikasi Zoom dan juga Youtube ini, menurut saya, menghadirkan perspektif baru
yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Lewat acara ini, hasil-hasil
penelitian kini diperbincangkan, disosialisasikan, dan didiskusikan dengan
peserta yang sangat banyak.
Saya ingin mengambil contoh Tadarus
Litapdimas seri 4. Kuota 500 di aplikasi Zoom sudah penuh sesak beberapa saat
menjelang acara dimulai. Saya yang baru bisa bergabung menjelang pukul 10.28
menit sudah terlempar dari kompetisi. Tertulis bahwa kuota sudah penuh. Saya
pun kemudian masuk ke Youtube.
Luar biasa. Apresiasinya
sungguh semarak. Masing-masing akun menyatakan kehadirannya. Beberapa
pertanyaan juga diajukan secara tertulis. Tentu ini fenomena produktif yang
konstruktif.
Ya, pandemi akibat
Covid-19—selain menimbulkan banyak persoalan—ternyata juga memunculkan banyak
kreativitas. Tadarus Litapdimas adalah salah satu contohnya. Kini sosialisasi
hasil penelitian bisa didiskusikan dengan jamaah yang sangat luas. Tidak pernah
hal semacam ini terbayangkan sebelumnya.
Pada Tadarus Litapdimas hari
selasa, 5 Mei 2020, saya mendapatkan banyak pengetahuan baru. Pengetahuan dan perspektif
yang lebih luas terkait gender dan peran perempuan. Bagi saya, kajian ini
sungguh luar biasa.
Tadarus ke-4 topiknya sangat
keren. Sebagaimana banyak disosialisasikan di berbagai grup WA, topiknya adalah
“Bukalah Mata pada Perempuan: Daulat Tubuh, dan Tahta”. Adapun narasumbernya
Irma Riyani, M.Ag., Ph.D dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang menyampaikan
materi ”Islam, Women’s Sexuality and Patriarchy in Indonesia”, dan Nursaid,
S.Ag., M.A., M.Ag dari IAIN Kudus yang membawakan materi “Ratu Kejayaan Maritim
Nusantara: Relasi Kuasa Ratu Kalinyamat di Tengah Hegemoni Lelaki dalam
Masyarakat Pesisir”. Sedangkan sebagai pembahas adalah Dr. Abdur Rozaki, M.Si
dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Irma Riyani menyampaikan
materinya secara menarik. Ya, materi tentang perempuan dan seksualitas. Materi
yang saya kira menjadi konsen kawan-kawan yang bergiat di Studi Gender. Sebagai
orang yang awam dalam persoalan gender, saya baru mengerti bahwa kegelisahan
akademis Irma Riyani sesungguhnya sangat fundamental. Suatu hal yang sangat
dekat dengan kehidupan sehari-hari tetapi jarang mendapatkan perhatian. Aspek
tersebut adalah seksualitas pernikahan.
Bagi kita, pernikahan itu
persoalan privat. Persoalan religius yang seharusnya disadari dan dilandasi
dengan nilai-nilai dan ajaran agama. Tetapi bagi Irma, justru di titik inilah
persoalannya. Banyak persoalan dalam relasi seksual di sebuah pernikahan.
Sebagai orang yang tidak
terlalu paham persoalan gender, saya menemukan banyak hal baru yang menambah
khazanah pengetahuan. Persoalan relasi seksual dalam pernikahan seharusnya
memang berjalan secara baik, saling pengertian, dan saling memahami. Tetapi
kita tidak menutup mata terhadap adanya berbagai persoalan dalam relasi ini.
Namun, persoalan ini tertutup dan tidak terekspresikan karena berbagai
persoalan.
Irma menyebut—sejauh yang bisa
saya tangkap—dua hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, justifikasi budaya. Ada
budaya yang membatasi. Ada tabu. Persoalan demi persoalan bisa menjadi
tersembunyi dan tidak terungkap karena aspek budaya ini.
Kedua, aspek teks-teks agama.
Saya menangkap sesungguhnya bukan pada teks agamanya tetapi pada penafsiran
terhadap teks agama. Di sini subjektivitas penafsir bisa muncul, termasuk
kemungkinan timpang dari sisi relasi antara laki-laki dan perempuan.
Narasumber kedua adalah Nur
Said. Ia menjelaskan banyak hal yang sungguh luar biasa. Khazanah
pengetahuannya sangat luas, khususnya tentang sejarah. Pembacaannya sangat
kritis. Saya menikmati bagian demi bagian dari penjelasan Nur Said dalam waktu
10 menit sebagaimana yang diberikan oleh moderator, Dr. Mahrus, M.Ag.
Nur Said pada paparannya
menjelaskan tentang beberapa hal. Pertama,
perempuan sesungguhnya memiliki peranan yang sangat penting dalam sejarah
Indonesia. Ratu Kalinyamat adalah eksemplar yang penting untuk dijadikan
sebagai model. Berbeda dengan Irma yang fokus di ruang privat, Nur Said
menghadirkan peran perempuan di ruang publik. Ini tentu fenomena menarik karena
perempuan relatif kurang mendapatkan perhatian untuk dihadirkan posisi dan
peranannya dalam ruang publik.
Kedua,
Nur
Said menghadirkan perspektif inovatif yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat.
Ukiran Jepara yang cukup dikenal sekarang ini tidak bisa dilepaskan dari peran
dan posisi penting Ratu Kalinyamat.
Ketiga,
dimensi
spiritualitas. Dimensi ini saya kira melengkapi paparan Irma. Kesuksesan Ratu
Kalinyamat tidak bisa dilepaskan dari aspek ini. Aspek ini saya kira penting
menjadi perhatian karena secara umum kurang mendapatkan apresiasi dari
masyarakat luas.
Catatan ini tentu subjektif
sifatnya. Jika Anda ingin mendalami materinya, silahkan kunjungi portal
Arrahim.id. Di sana tersedia artikel-artikel bagus dari hasil penelitian yang
pernah didiskusikan. Juga artikel lain yang penuh dengan spirit pencerahan.
Salam.
Trenggalek, 6 Mei 2020
Sahe...nambah wawasan baru
BalasHapusMatur suwun
HapusAlhmdulillah...
BalasHapusAmin
HapusLanjutkan
BalasHapusSiap Ustadz
HapusKeren pak..mantap
BalasHapusTerima kasih Ibu
HapusTerima kasih Pak, barokallah
BalasHapusAlhamdulillah .. terimakasih bapak
BalasHapusSama-sama
HapusMatursuwun pak, meskipun dengan adanya wabah covid 19 taseh saget tolabulilmi dateng panjenegan pak...
BalasHapusSama-sama Mas Alif. Semoga sukses selalu ya.
HapusSelalu memberi inspirasi dlm talab Al ilm..Allah yubarik Fina.
BalasHapusAmin Ya Allah.
HapusAlhamdulilah.. makasih pak tercerahkan
BalasHapusAmin Ya Allah.
HapusMantap Gus
BalasHapusLuar biasa Pak...
BalasHapusTerima kasih Mas
Hapusalhamdulillah, selalu bikin tambah ilmu , makasih
BalasHapusAmin
HapusHikmah Corona, inovasi tiada henti...
BalasHapusBetul Kang
Hapus