Kunci dan Alasan
Ngainun
Naim
“Jika dari sepuluh orang
peserta pelatihan ini separuh saja yang konsisten menulis, itu sudah
revolusioner”, kata seorang trainer sebuah pelatihan. Saya yang mendengarkan
pernyataan tersebut tertegun. Begitu sulitkah untuk konsisten menulis?
Saat itu saya masih
mahasiswa S-1. Masih penuh dengan jiwa dan semangat perjuangan yang tinggi. Aspek
sosial, psikologis, dan hal-hal lainnya tidak banyak dihitung. Bagi saya,
konsisten menulis itu bisa diperjuangkan.
Kini, di usia yang tidak
muda lagi, saya menemukan realitas yang tidak seindah bayangan. Saya menjadi
sadar bahwa hidup itu sesungguhnya bergerak di antara dua kutub: idealitas dan
realitas. Jadi kita ini seperti berlari dari angka 0 menuju 100. Angka 0 adalah
gambaran realitas, sementara angka 100 adalah gambaran idealitas. Jika
idealitas yang kita impikan terpenuhi, mungkin derajatnya mendekati 100.
Perspektif semacam itulah
yang sekarang ini saya pergunakan untuk memotret tradisi menulis. Ya, saya
kebetulan memiliki beberapa grup WA kepenulisan. Saya berniat mensedekahkan
waktu dan tenaga untuk membina grup-grup tersebut. Tentu berdasarkan kemampuan.
Kadang banyak waktu, namun tidak jarang hanya sekilas saja. Tujuannya satu:
semua anggota grup mau dan mampu menulis. Jika ini terwujud, berarti ada di
angka 100.
Tetapi saya menghadapi
realitas yang tidak seperti itu. Sebagian besar grup, hanya sebagian saja yang
mau dan mampu menulis. Mereka semuanya sesungguhnya mampu menulis. Anggota grup
yang kebetulan saya bina adalah orang-orang dengan pendidikan yang jauh dari
cukup untuk menulis.
Modal pendidikan jelas berlebih.
Ada yang lulusan S-1, S-2, dan bahkan S-3. Modal pendidikan itu lebih dari
cukup untuk menulis. Ali Audah, penulis yang sangat terkenal itu, ternyata tidak
tamat SD. Ajip Rosidi, sastrawan yang banyak menghasilkan buku, hanya lulusan
SMP. Konon D. Zawawi Imron juga lulusan SMP. Ahmad Tohari, hanya lulusan SMA.
Nah, ini bukti bahwa pendidikan tidak berkorelasi secara signifikan dalam
menghasilkan karya. Jika pendidikan yang semacam itu bisa menghasilkan karya,
semestinya yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang jauh lebih besar untuk
berkarya.
Persoalannya ada pada
satu kata: MAU. Jika mau, selalu
saja ada jalan untuk mewujudkan kemauan tersebut. Tentu, hal utama yang harus
dilakukan adalah menggenjot MAU tersebut sampai titik maksimal. Seperti ketika
mahasiswa membuat skripsi menjelang deadline,
seperti itulah seharusnya mental yang dimiliki agar menghasilkan karya. Nah,
perpaduan mau dan mampu itu yang pada akhirnya menghasilkan tulisan.
Intinya saya ingin
menegaskan bahwa kunci utama menulis itu satu: MENULIS. Tidak perlu banyak
berdebat tentang teori. Langsung saja praktik. Sementara hambatan menulis itu
satu: ALASAN. Nah, jika memang ingin menulis maka segeralah MENULIS, jangan
banyak ALASAN.
Saya mengenal baik
anggota beberapa grup di mana saya berkiprah. Mereka semuanya orang potensial. Butuhnya
adalah motivasi untuk menulis. Sejauh ini saya terus memotivasi untuk menulis. Pada titik tertentu saya mulai malu untuk mengajak menulis. Rasanya terlalu sombong terus mengajak orang untuk menulis tanpa sambutan.
Rasanya malu juga mengajak tanpa sambutan.
Trenggalek,
20 Juni 2020
Bapak Naim, saya merasa benar-benar terenyuh membaca ini. Mohon maaf jika belum bisa membanggakan Bapak.
BalasHapusSemangat menulis ya
HapusTitik nadir perputaran semangat... Semoga segera merangkak ke Zenith nya
BalasHapusKami bangga menjadi murid menulis panjenengan
Kami masih terus butuh motivasi jenengan 🙏🙏🙏
BalasHapusMatur suwun
HapusSelalu membangkitkan semangat jika membaca tulisan bpk..Jgn lelah membimbing kami pak...🙏🙏
BalasHapusInsyaallah
HapusAda saja motivasi buat saya pak dosen...
BalasHapusTerima kasih
Segera menulis jangan banyak alasan
Semangat ya Bu
HapusJika ada satu saja yang mengambil manfaat dari ilmu jenengan itulah tabungan amal. Padahal saya yakin bukan cuma satu atau dua org yg telah terinspirasi... Terus semangat membimbing kami pak
BalasHapusAmin.
HapusTerima kasih karena selalu memotivasi kami dalam menulis. Jika ada kemauan pasti ada jalan. Jika sudah mau menulis
BalasHapusMaka hilangkan alasan yg membuat kamu tidak mau menulis.
Setuju pak...menulis ya menulis, menulis dan menulis...
BalasHapusYa, kunci menulis adalah terus menulis
HapusJangan lelah untuk memotivasi kami, karena itu sangat kami butuhkan
BalasHapusInsyaallah
HapusTrimakasih pak atas ilmunya, smoga bpk tetap siap membimbing kami, Insyaalloh saya akan memupuk kemauan walau dr kemampuan harus terus beoajar. Jangan lelah memicu kami.
BalasHapusDan dg tulisan bpk ini sbuah strategi pemicu MAU MENJADI MAMPU.
Insyaallah
HapusMotivasi dan provokasi tetap sy butuhkan, seharusnya saya yang malu jika ajakan menulis bwlim bisa sy laksanakan, mohon maaf bukan berarti sy mengabaikan ajakan Pak Doktor, sy berusahaenwpis ALASAN hbatan menulis. Twrima kasih Pak Doktor..
BalasHapusTetap semangat ya Bu
HapusSemangat pak. Mengajak dan menunjukkan jalan baik, memang berat.
BalasHapusNabi Nuh ratusan tahun hanya diikuti segelintir umat.
Motivasi bpk seperti lilin yg menyala di kegelapan. Menerangi banyak orang. Tanpa panrih..semoga Allah membalas semua ke baikan bpk. Amiinn..
BalasHapusAmin. Terima kasih doanya Bu
HapusSaya meneteskannair mata membaca tulisan bapak sekaligus memotivasi saya. Pendidikan saya hanya sampai s1. Ketika bertemu dengan teman yang sedang melanjutkan s2, ia mengatakan jika referensi yg kita pakai dari buku karya tamatan s1, maka penguji akan tertawa. Nyali saya pun melemah untuk menulis .tapi saya katakan bhwa saya menulis bukan untuk bahan referensi bukan ilmiah. Saya hanya ingin bertutur melalui tulisan barangkali ada manfaatnya. Saya kadang malu krnnhanya pendidikan rendah mengajak teman teman di grup saya untuk menulis. Malu krn mereka tak tergerak untuk membaca tulisan saya. Terima kasih bapak menyemangati saya.saya hanya mau bertutur.
BalasHapusTerima kasih Bu. Tulisan saya di blog saya usahakan berasal dari "kedirian" saya. Jika bermanfaat bagi Ibu dan kawan-kawan, saya bersyukur.
HapusSemoga kami bs tetap istiqamah menulis Prof trm ksh
BalasHapusAmin
HapusSaya berdoa berdoa semoga bapak selalu diberi kesehatan dan tetap mengalirkan semangat literasi bagi kita semua. Maaf kalo selama ini respon atas motivasi itu belum maksimal.
BalasHapusTerima kasih atas doanya
HapusSy biasa "tertidur" sehingga tidak sempat menulis, terbuai "mimpi" sehingga fakta tulisan sulit mewujud fakta, teruslah "membangunkan" murid Gus ini. Salam literasi dari IAIN Bone
BalasHapusAlhamdulillah,semoga bisa "taubat" dari kemalasan menulis...
BalasHapusMeninggalkan komentar pada sebuah tulisan, bagi saya adalah salah satu bentuk apresiasi. Baik berupa kritik, saran maupun ucapan terima kasih atas bersedianya penulis membagi ilmunya. Ini juga salah satu bentuk kemauan untuk menulis.
BalasHapusTerima kasih, bapak.
Terima kasih karena telah mau membagi motivasi dalam berliterasi.
Sama-sama
Hapus