Corona, Kuliah Daring, dan Membaca
Ngainun Naim
Tidak ada yang menduga
jika begini jadinya. Awalnya hanya dikira bercanda. Hanya mereka yang jauh di
sana saja yang merasakannya. Ya, hanya di Wuhan saja yang terserang Corona.
Kecil kemungkinannya bisa sampai Indonesia.
Para
pejabat dan petinggi negeri ini awalnya juga santai saja menanggapinya.
Semuanya memberikan komentar bahwa Corona itu tidak akan bisa menembus masuk ke
Indonesia.
Sikap
optimis itu penting tetapi harus berbasis kepada realitas. Jika urusannya
dengan keselamatan, optimis saja tidak cukup. Harus ada basis-basis kesadaran,
kemampuan, dan persiapan yang memadai dalam menghadapinya. Tampaknya,
pemerintah kita tidak mempersiapkan diri secara baik dalam menghadapi pandemik
yang sedemikian hebat.
Paparan
di atas adalah fenomena yang sama-sama kita saksikan. Hal itu didukung oleh
realitas berikutnya. Pertengahan Maret 2020 bisa kita anggap sebagai penanda
betapa kita kurang mempersiapkan diri. Satu demi satu orang positif terkena Corona.
Berita demi berita berseliweran di mana-mana. Begitu menakutkan. Seolah tak
percaya. Mau tidak mau kita harus waspada. Ya, kini Corona telah menjadi bagian
dari kehidupan yang harus kita hadapi.
Aktivitas
demi aktivitas harus terhenti. Agenda demi agenda harus berganti. Semuanya demi
keselamatan diri. Kita tidak bisa lagi seenaknya sendiri. Jika ingin sehat dan
selamat, protokol kesehatan harus ditaati.
Tidak
ada pilihan lagi. Bekerja di kantor sebagaimana sebelum Corona sudah tidak
memungkinkan lagi. Jarak dan status masing-masing daerah berbeda. Meskipun
demikian bukan berarti tidak bekerja sama sekali. Itu justru tidak sehat. Tentu
saja tetap harus bekerja. Hanya saja dengan strategi berbeda.
Sebagai
dosen, proses perkuliahan tetap harus dijalankan. Kawan-kawan yang menjadi guru
juga harus tetap melaksanakan proses pembelajaran. Bagaimana pun juga, realitas
memang semacam ini. Bukan berarti kita menjadi pasif. Tentu tidak. Kita harus tetap
mengajar walau tidak lagi bertatap muka. Maka pembelajaran dengan sistem daring
menjadi pilihan.
Transisi
dari pembelajaran tatap muka menuju pembelajaran sistem daring ternyata tidak
sederhana. Rumit, bahkan sangat rumit. Pertama-tama adalah sistem yang dipakai.
Teknologi berkembang sedemikian cepat, tetapi kita tidak selalu siap menghadapi
perubahan yang semacam ini. Di sinilah tantangan yang harus dicari solusi.
Mungkin dosen atau guru siap dengan sistem tertentu, tetapi belum tentu dengan
siswa atau mahasiswanya. Sebaliknya, siswa atau mahasiswa yang siap tetapi
dosennya belum siap.
Kedua, persoalan
jaringan. Ini aspek yang harus dipahami secara bijak. Tidak semuanya terdapat
jaringan yang memadai. Implikasinya, secanggih apa pun sistem yang digunakan
tidak akan ada artinya. Semuanya di luar jaringan.
Ketiga, persoalan
kuota. Kemampuan sudah dimiliki, jaringan cukup memadai, tetapi tanpa kuota
internet tentu tidak akan jalan. Keluhan kuota semenjak sistem pembelajaran
daring juga penting untuk diapresiasi dan dicermati.
Tidak
hanya persoalan pembelajaran. Kerja di kantor yang biasanya dilaksanakan dengan
kehadiran fisik menjadi tidak bisa lagi dilakukan secara maksimal. Rapat,
misalnya, tentu tetap dilaksanakan walaupun secara daring. Rapat secara
langsung dan daring jelas berbeda. Sekarang bukan pada persoalan memilih
langsung atau daring tetapi bagaimana dalam kondisi sekarang ini diambil sikap
bijak. Sikap yang berusaha memanfaatkan kemampuan yang ada berdasarkan kondisi
yang sesungguhnya sama-sama tidak kita kehendaki.
Sudah
beberapa bulan WFH diterapkan. Ternyata tidak selalu enak. Ada jenuh juga. Sungguh,
jika boleh memilih, saya lebih memilih situasi normal dan bekerja di kantor.
Tapi sekarang bukan saatnya memilih. Sekarang saatnya bekerja dengan baik dalam
kondisi yang ada. Masuk kantor pun harus dengan memenuhi protokol kesehatan
secara ketat.
Tetiba
kita rindu suasana kantor di kala normal. Rindu mengajar di kelas bersama
mahasiswa. Rindu bersua keluarga yang jauh. Rindu semuanya.
Inilah
manusia. Ketika semua bisa kita nikmati, saya tidak mensyukurinya. Ketika
sekarang suasana itu hilang, kita mengharapkannya.
Sebagai
seorang dosen, saya harus berakrab ria dengan kuliah daring. Jauh sebelum
keadaan mewajibkan kuliah daring seperti sekarang ini, saya sudah pernah
melakukannya. Tapi itu jika terpaksa. Karena tugas keluar kota, misalnya. Tapi
jika tidak saya tentu akan masuk kelas. Relasinya terasa berbeda.
Hikmah
besar yang saya rasakan saat pandemi ini, salah satunya, adalah kesempatan
membaca. Ini sungguh anugerah yang harus saya manfaatkan. Sayang sekali jika
saya hanya menjadi kaum rebahan. Berlagak menjadi pahlawan hanya dengan
rebahan.
Saya memiliki
waktu membaca yang lebih luas. Buku demi buku yang biasanya tidak saya sentuh
sama sekali mulai saya akrabi kembali. Memang belum banyak yang saya baca
tetapi untuk ukuran kesempatan, tentu jauh lebih banyak dibandingkan dengan
waktu-waktu sebelumnya.
Saya
juga berusaha keras memanfaatkan waktu yang ada untuk menulis. Menulis apa pun.
Menulis artikel jurnal, menulis buku antologi, menulis buku mandiri, dan
mengajak kawan-kawan menulis bersama. Menulis merupakan upaya mewariskan
khazanah pengetahuan dalam jangka panjang. Saya percaya tulisan—sesederhana apa
pun—memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan.
Berkat Prof Naim, WFH yang saya jalani semakin bermakna dan memberikan kebahagiaan. Terimakasih Prof
BalasHapusSama-sama Bu.
HapusBerkat WFH jadi produktif..produktif menghasilkan buku, dan produktif menambah berat badan huahuahua...naik 4 kg
BalasHapus😅😂😂😅😅😂😂
HapusAnak-anak ingin segera ke sekolah. Masih terhalang SKB...Ustadz
BalasHapusTetap harus taat aturan ya Bu
HapusBahasanya mudah dipahami. Uraian runut dan berkelindan. Pesan sangat lugas. Tulisan keren.👍
BalasHapusTerima kasih Ustadz
Hapusbenar sekali prof.setelah tiada baru terasa..
BalasHapusHe he. Seperti lagunya Rhoma Irama
HapusMantap pak kuliah daring
BalasHapusIya Bu. Penuh tantangan.
HapusAwalnya,derita Wuhan endingnya ? Menemukan hikmah dan pelajaran dari kejadian yg tidak mengenakan ini, saya tunggu kelanjutannya mas doktor
BalasHapusSemoga
HapusMesti tetap disyukuri nggih
BalasHapusAda hikmahnya jg
Ya Bu. Betul.
HapusSegala petistiwa selalu ada suatu msksud.semoga cepat berlalu.
BalasHapusAmin
HapusMantap
BalasHapusTerima kasih Bapak
HapusDan saya merasakan daya kreativitas berkembang saar di rumah saja.. iya photoshop adalah bukti saya berkarya pada saat pandemi
BalasHapusSukses ya Mas
HapusHal yang biasa kadang lupa kita syukuri, setelah tiada kita merindukannya....
BalasHapusBetul sekali
HapusTerima kasih Pak ilmunya
BalasHapusSama-sama
HapusLuar biasa
BalasHapusCorona yg hadir memberikan sejuta hikmah buat sy pribadi pak. Apalg bergbg dgn kelas menulis, pelan tp pasti
BalasHapusSukses selalu ya Bu
HapusAlhamdulillah, barakallah. Selalu menebar kebaikan dimana mana.
BalasHapusAmin Ya Allah
HapusKesempatan membaca dalam masa pandemi terbuka lebar. Ini sisi positif dari masa pandemi
BalasHapusBetul sekali
HapusAlhamdulillah memang lebih produktif menulis...tapi ada hal yg perlu diperhatikan. Keluhan mahasiswa, siswa, dan orang tua yg tdk terima dg kondisi belajar seara daring...banyak yg kontra apalagi terkait dg tetap bayar biaya kuliah dan sekolah secara daring.
BalasHapusBetul Bu
HapusLuar biasa, di situasi Pandemi tak menghalangi untuk berkarya...
BalasHapusTerus berkarya meskipun kondisi kurang mendukung
HapusTerbukti, hanya orang bermental lemah, yang mudah menyerah..
BalasHapusAhsanta, Kiai
HapusAda beberapa teori yang saya dapatkan dari fenomena pandemi ini. Pertama, tingkat ketaatan masyarakat kepada ulil Amri, baik' itu pemerintah, ulama, atau ahli kesehatan. Kedua, persepsi masyarakat tentang ketakwaan, ada yang memetakan bahwa takut kepada Corona berarti menyekutukan Allah dan ada varian lain. Ketiga keinginan banyak orang terkabul, ingin punya kalender tanggal merah semua. Yang terakhir teori ini perlu penelitian lebih lanjut. :)
BalasHapusMantap. Terima kasih atas masukannya.
HapusUntuk seberapa orang, keadaan ini membuat kreatifitas bertambah, melek tehnologi, dan literasi. Orang Jawa bilang "blessing in the disguise". Tetap sehat pak untuk selalu berkarya.
BalasHapusAmin. Terima kasih doanya.
HapusTerima kasih Bapak, bermanfaat
BalasHapusSama-sama Pak Guru
Hapus