Kisah Para Guru Penulis Buku (1)

Maret 03, 2021

Ngainun Naim

 


“Jika ingin bisa menulis belajarlah kepada penulis”, kata seorang penulis ternama di status facebook. Kalimat singkat dan sederhana tetapi kaya makna. Saya diam dan mencoba merenungkan kalimat tersebut. Sungguh saya menemukan selaksa makna yang sangat luas.

Pikiran saya kemudian mengembara jauh pada pengalaman diri sendiri. Pengalaman yang mengajarkan saya bahwa menulis itu sejatinya adalah belajar. Ya, menulis itu proses belajar yang tiada berujung. Jika saya merasa sudah cukup ilmu sesungguhnya pada saat itu juga saya menjadi orang sombong. Orang yang merasa cukup sehingga tidak perlu lagi belajar pada orang lain.

Saya dulu sangat kagum pada para penulis. Saat duduk di bangku MTsN, salah satu hal yang membuat saya bahagia adalah saat liburan. Saat itu saya berlibur ke rumah Mbah. Bukan di rumah Mbah yang membuat saya sangat terhibur tetapi ke rumah tetangga Mbah yang memiliki anak-anak yang berlangganan majalah. Saya ingat persis setiap liburan saya bermain ke rumah tetangga itu untuk numpang membaca. Majalah yang dilanggan adalah Anita Cemerlang. Lewat majalah cerita remaja itulah saya memiliki imajinasi dan mimpi untuk menjadi penulis. Saya membayangkan bahwa suatu saat saya harus menjadi penulis. Rasanya kok enak sekali menjadi penulis.

Lewat Anita Cemerlang saya mengenal banyak penulis, seperti E. Sati, Pangerang M, Gola Gong, dan Hilman Hariwijaya. Karya-karya mereka benar-benar membangun imajinasi saya. Ingin rasanya meniru mereka dalam berkarya. Setiap membaca cerpen mereka, segera terbayang bagaimana cerpen itu dibuat. Terlihat sederhana dan mudah. Tapi begitu mencoba membuatnya ternyata sangat sulit.

Proses membaca majalah—dan kelak buku—menjadi penanda awal bagi proses kepenulisan. Semua penulis pasti memiliki tradisi membaca. Jika Anda ingin menulis tetapi tidak pernah membaca tampaknya Anda akan berhadapan dengan beragam kesulitan. Dunia imajinasi Anda akan terbatas karena kurangnya asupan gizi. Begitu.

 

Trenggalek, 1 Maret 2021

 

22 komentar:

  1. Betul sekali Prof. Terima kasih asuoan gizinya, kurang baca menulis kurang lancar. Banyak baca menulis lancar. Ingin jadi penulis kita berteman s 7 sekali. Terima kasih

    BalasHapus
  2. Ada saya,ada aku... Memang dibuat begitu ya

    BalasHapus
  3. Sangat setuju kalau membaca bisa menambah Asupan gizi dalam menulis.

    BalasHapus
  4. Setuju menulis adalah proses belajar yang tidak pernah berhenti.

    BalasHapus
  5. Ya prof,saya juga sering baca cerpen di majalah cemerlang itu,bahkan sampai beli yang bekas di loak an,tapi ga pernah terpikir untuk menjadi penulis,baru ini prof,terkadang saya berpikir, kenapa tidak dari dulu ya menulis,wes kasep kata orang Jawa.Tapi biarlah,daripada tidak sama sekali.terimakasih prof,sangat memotivasi.

    BalasHapus
  6. Pengalaman masa kecil yang indah

    BalasHapus
  7. Terimakasih sanget nggih pak🙏, ilmu pengalaman sangking Bapak🙏🙏🙏

    BalasHapus
  8. Membaca ada Gizinya Literasi. Keren Sekali.
    Sehat selalu Pak

    BalasHapus
  9. Betul sekali prof bahwa seorang penulis harus giat membaca. Terimakasih ilmunya

    BalasHapus
  10. Keren sekali pak, memang betul ketika kita melihat buku dan yang di tulis itu memang terlihat mudah. Tapi saat saya mencoba kok susah ya..mungkin kurangnya referensi.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.