Istana Pagaruyung di Suatu Senja

April 13, 2022

Berfoto di sisi belakang istana
 

Ngainun Naim

 

Tugas menjadi pembicara pada kegiatan workshop yang diadakan di IAIN Batusangkar pada hari pertama telah usai. Jarum jam menunjukkan pukul 15.45. Sambil menunggu shalat asar kami berbincang di ruang Ketua LP2M, Dr. Mohammad Fazis. Perbincangan kami tentang berbagai hal, termasuk rencana kunjungan ke Bukittinggi keesokan harinya.

Jarum jam menunjukkan pukul 16.00 WIB ketika kami bertiga—saya, Pak Fazis, dan Mas Saiful—naik mobil meninggalkan kampus indah IAIN Batusangkar. Saya sendiri tidak tahu mau diajak ke mana. Saya hanya menebak-nebak sampai kemudian saya lihat di kanan kiri jalan ada tulisan Pagaruyung. Oh, rupanya saya akan diajak mengunjungi Istano Bassa Pagaruyung yang legendaris itu.

Mushola di samping istana

 

Saya tetiba ingat beberapa kawan yang berfoto dengan latar belakang Istana Pagaruyung. Fotonya sangat indah. Istana yang berdiri kokoh di perbukitan itu memang menjadi magnet wisata yang mempesona. Dulu saat melihat foto kawan-kawan, ingin rasanya mendapatkan kesempatan mengunjungi istana itu. Hari senin 28 Maret 2022 Allah menakdirkan saya benar-benar hadir di istana tersebut.

Gambar demi gambar telah menghiasi kamera saya dan Mas Syaiful Marwan. Tapi gambar belum cukup. Saya ingin menuliskannya agar lebih berkesan. Ya daripada sekadar gambar tentu dengan tulisan jauh lebih berkesan dan memberikan manfaat. 

Yoseptian menjelaskan sistem masak di dapur istana

 

Istana Pagaruyung atau Istano Bassa Pagaruyung berada di tanah perbukitan. Lahan keseluruhan 12 HA, sedangkan lahan yang digunakan untuk bangunan istana seluas 3,5 HA. Jadi bisa dibayangkan betapa luasnya lahan istana.

Istana yang sekarang ini merupakan replika. Tahun 2007 istana ini mengalami kebakaran. Namun demi kelestarian budaya, istana dibangun kembali sama dengan kondisi sebelum kebakaran.

Mobil yang kami tumpangi segera mengambil parkir di dekat loket masuk. Biaya masuk ternyata tidak terlalu mahal. Untuk orang dewasa 15.000, sedangkan untuk anak-anak 7.500.  Biaya itu cukup terjangkau. Masyarakat umum bisa masuk dan menikmati bagian demi bagian dari istana yang sedemikian legendaris.


Duduk di istana lantai satu

Kami bertiga segera berjalan lewat jalan menanjak menuju istana. Beberapa tukang foto menawarkan jasanya. Demikian juga dengan sewa pakaian adat yang dibandrol harga antara 35-75 ribu. Saya tidak memilih mengambil tawaran mereka.

Kami pun terus berjalan sampai ke pintu istana. Pak Fazis rupanya sudah mengenal penjaga istana. Namanya Yoseptian Suheri. Ia merupakan lulusan STAIN Batusangkar. Tentu ini merupakan sebuah keberuntungan tersendiri karena kami kemudian disambut secara hangat, didampingi untuk menjelajahi setiap jengkal istana, bagian demi bagian. Yoseptian sangat santun, bahasanya lembut, dan menjelaskan secara detail apa yang kami butuhkan.

Bagi saya ini bukan sekadar kunjungan. Ini semacam rikhlah ilmiah. Saya mendapatkan penjelasan tentang banyak hal. Jika tanpa bantuan Yoseptian, kecil kemungkinan saya bisa mengerti seluk-beluk Istana Pagaruyung. Paling hanya melihat, berfoto, dan sudah.

 Yoseptian menjelaskan hal-ikhwal lantai dua istana

Di samping Istana berdiri megah sebuah mushola. Yoseptian menjelaskan bahwa mushola itu memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai tempat ibadah, tempat belajar, dan tempat tinggal bagi putra raja. Sementara anak raja yang putri yang belum menikah tinggal di lantai dua istana.

Jika kita naik lantai dua istana maka kita harus hati-hati. Begitu juga saat turun tangga. Itu bukan sekadar persoalan arsitektur bangunan melainkan juga mengandung symbol. Ya, lantai dua merupakan tempat putri raja. Turunnya harus miring dan hati-hati. Itu melambangkan kelembutan, kecantikan, dan kalau berjalan harus merunduk. 

 


Berfoto 

 Bagian belakang istana ada dapur. Di bagian ini banyak alat yang tersimpan. Yoseptian menjelaskan tentang segala hal yang ada di sana. Saya mendengarkan dan menyimak penjelasannya yang menarik.

Hari beranjak senja. Perjalanan sore itu sungguh mengesankan. Kami pun pamit karena magrib menjelang. Sebuah perjalanan yang sungguh mengesankan.

 

Trenggalek, 13-4-2022

10 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.