Selalu Ada Hikmah

September 08, 2022

 


 

Ngainun Naim

 

Perjalanan buat saya bukan sekadar perjalanan. Selain tujuan utama terpenuhi, saya berusaha menggali nilai dan hikmah dalam setiap momentum penting yang saya temui. Lewat cara semacam ini saya berusaha mensyukuri atas apa yang tengah saya jalani. Tidak semua orang mengalami perjalanan dan hikmahnya sebagaimana yang saya jalani.

Tanggal 24-27 Agustus 2022 saya kembali menginjakkan kaki di Bumi Cenderawasih Papua. Ini merupakan kedatangan kedua setelah bulan Juli lalu mengantarkan mahasiswa untuk KKN KNMB (Kolaborasi Nasional Moderasi Beragama). Jadi kali ini menjemput mahasiswa yang telah menyelesaikan tugas KKN.


 

Perjalanan adalah cerita hidup yang harus dinikmati. Memang tidak selalu sesuai harapan karena kita bukan penentu jalannya kehidupan. Kita bisa merencanakan secara baik. Soal hasil akhir itu bukan wewenang kita.

Hari Rabo tanggal 24 Agustus saya mendapatkan tugas untuk berbicara di acara yang diselenggarakan Balai Litbang Agama Semarang bekerja sama dengan UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Acara di Lantai 6 Gedung KH Arif Mustaqim UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung usai sekitar jam 12.10 WIB. Setelah makan siang saya segera bersiap ke Terminal Tulungagung.


 

Perjalanan ke Bandara Juanda tidak diantar sopir karena semua sopir sedang bertugas. Karena waktu yang masih panjang saya memutuskan naik bus. Itung-itung kembali menikmati kendaraan yang dulu sangat sering saya naiki.

Sampai terminal ternyata belum ada bus patas. Saya nyaris naik bus ekonomi AC ketika jarum jam menunjukkan angka 14.15. Beruntung ada Patas Harapan Jaya yang masuk. Segera saya naik.

Perjalanan ke Terminal Bungurasih cukup lancar meskipun tidak cepat. Pukul 16.30 Dr. Zainul Abbas dari UIN Surakarta yang satu pesawat sudah WA. Saya bilang bahwa saya baru masuk jalan tol Kertosono.

Sepanjang jalan saya menghitung beberapa kemungkinan agar cepat sampai ke Bandara dari Terminal Bungurasih. Pilihannya adalah naik Grab.

Begitu sampai pangkalan Grab saya turun dan segera pesan ke Bandara. Alhamdulillah belum jam 18.00 WIB sudah sampai Bandara Juanda.

Saya segera ke warung untuk makan malam. Saya pesan soto dan teh jahe. Lumayan untuk menambah energi dalam perjalanan.

Kurang Tidur

Saya bertemu dengan Dr. Zainul Abbas yang ternyata berangkat bersama Prof. Dr. Toto Suharto. Kami pun segera terlibat dalam perbincangan hangat sampai terdengar panggilan boarding.

Perjalanan Surabaya Makassar ditempuh selama satu jam tiga puluh menit. Mungkin karena lelah seharian beraktivitas, saya lebih banyak tidur. Begitu bangun sudah menjelang mendarat.

Tidur di pesawat tidak bisa nyenyak. Meskipun tentu tetap harus disyukuri atas kesempatan yang luar biasa ini. Selama hidup baru di tahun ini berkesempatan ke Papua. Itu pun sampai dua kali.

Ada waktu tiga jam sebelum pesawat berangkat ke Jayapura. Bisa dibayangkan di tengah malam menunggu pesawat. Mau tidur tidak bisa. Tidak tidur tubuh lelah.

Nyaris jam 01.30 baru terdengar panggilan boarding. Masuk pesawat dan mendapatkan tempat duduk, saya segera pejamkan mata. Saya abaikan rasa tidak bisa tidur. Pokoknya harus tidur agar stamina terjaga. Soal nyenyak dan tidak itu soal lain.

Pukul 06.30 WIT pesawat mendarat di Bandara Sentani Jayapura. Segera kami menuju tempat pengambilan bagasi lalu keluar menunggu jemputan. Penjemputnya adalah Mas Ika, dosen IAIN Fatahul Muluk Papua.

Menjelajah Wilayah

Papua memiliki pesona alam yang luar biasa. Hari Kamis itu seusai dari kampus, saya bersama dua orang kawan meluncur ke Bukit Teletubbies. Nama resminya adalah Bukit Tunge Wiri.

Saya tidak tahu kenapa kawan-kawan menyebutnya Teletubbies. Mungkin karena bentuknya yang menyerupai tempat Teletubbies di tivi itu. Tapi itu hanya mungkin.

Sayang, saat sampai di lokasi, kami tidak bisa naik ke bukit. Di pintu masuk ada tulisan bahwa bukit itu tengah menjadi rebutan pengelolaan. Ya sudah, kami pun mengambil gambar dari beberapa sisi bukit yang sungguh indah itu.

"Terdampar" di Bandara Timika

Sabtu pagi tanggal 27 Agustus 2022 saya pulang bersama dua mahasiswa yang KKN di Papua. Pesawat yang saya naiki adalah Lion Air Jayapura-Makassar, lalu setelah transit terbang lagi dari Makasar-Surabaya. Ada jeda waktu tiga jam. Sengaja saya tidak ambil transit yang mepet. Kuatir jika ada persoalan teknis.

Ternyata pesawat tidak langsung terbang dari Jayapura ke Makassar tapi ke Timika dulu. Di sinilah persoalan muncul. Ternyata di Timika pesawat harus berhenti satu jam lebih karena bandara tengah dipakai persiapan menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo.

Saya bersyukur pernah menginjakkan kaki di Bandara Timika. Ini berkah terselubung. Turun pesawat untuk melapor membuat saya bisa berolahraga. Memang saya relatif kurang rajin berolahraga. Tentu saja ada banyak alasan yang menjadi pembenar meskipun jelas itu bukan hal yang baik.

 

Bersyukur Kembali

Saat beli tiket pulang sengaja saya memilih connecting flying dengan jeda sekitar 3,5 jam saat di Makassar. Pertimbangannya sederhana yaitu perjalanan udara seringkali menghadirkan kemungkinan tidak terduga.

Prediksi saya benar. Pesawat yang sempat transit di Timika baru sampai Makassar menjelang pukul 15.00 WITA. Kami masih ada waktu untuk melapor, check in dan kemudian naik pesawat kembali. Pukul 16.30 WIB pesawat mendarat di Bandara Juanda.

Alhamdulillah perjalanan yang indah dan banyak cerita. Selalu ada hikmah yang harus disyukuri. Semoga memperkaya khazanah kehidupan. Amin.

 

Trenggalek 28-8-2022

 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.