Menyimpan Kenangan, Menebarkan Kebajikan
Ngainun Naim
Salah satu tindakan
tersulit dalam hidup sebagai manusia adalah melihat tanpa mengingat (Wattimena:
2019, 125). Hal ini disebabkan karena manusia diberikan anugerah oleh Allah berupa
kemampuan untuk mengingat. Meskipun demikian, tidak semua hal yang dilihat bisa
diingat. Hanya hal-hal tertentu dan mozaik yang menjadi perhatian saja yang
terlintas. Selebihnya lupa atau terlupakan seiring dengan perjalanan waktu.
Mengingat itu penting
karena satu dan lain kepentingan. Salah satu hal signifikan dari aktivitas
mengingat adalah untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Mengingat bukan
sekadar mengingat itu sendiri tetapi mengingat juga menjadi media menyerap
energi untuk transformasi menuju kehidupan yang lebih berkualitas.
Tentu tidak semua
aktivitas mengingat bisa memberikan kebajikan. Ingatan terhadap hal-hal buruk
dan traumatik dalam realitasnya memberikan efek yang negatif terhadap diri
pengingat. Aneka persoalan psikologis, sosial, dan kemanusiaan
dipengaruhi—antara lain—oleh ingatan-ingatan negatif yang terus mengiringi
setiap jejak kehidupan.
Pada perspektif inilah
perlu diupayakan untuk menghadirkan dimensi-dimensi positif yang penting untuk
diingat. Sebagaimana disampaikan oleh Clear (2019: 35) bahwa perubahan dalam
diri seseorang itu tidak harus bermula dari hal-hal spektakuler. Memperbaiki
hal-hal sederhana dalam kehidupan pun mampu memberikan dampak besar dalam
kehidupan jika dilakukan secara konsisten.
Interaksi dengan
seseorang itu terlihat biasa tetapi bisa juga luar biasa. Kuncinya adalah
kemauan untuk memberikan ruang refleksi dari interaksi yang dilakukan. Dimensi
refleksi ini memang semakin jarang dilakukan oleh manusia sekarang karena
tuntutan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks. Hari demi hari manusia
sekarang ini diisi dengan aneka kegiatan yang seolah tanpa henti. Begitu terus
berlangsung seolah tanpa jeda.
Modernitas memang
menyajikan logika kehidupan yang mekanis-pragmatis. Satu sisi banyak kemajuan dan
kemudahan hidup yang telah dirasakan dengan kehadiran modernitas. Namun ekses
negatif dalam berbagai bentuknya menjadi aspek yang tidak bisa diabaikan. Aneka
persoalan sosial, politik, budaya, dan—bahkan—agama menjadi sisi lain yang
perlu dipahamai secara objektif dan kritis.
Realitas semacam ini
perlu dibaca secara kritis-objektif. Model pembacaan kritis-objektif memberikan
peluang untuk menemukan langkah-langkah yang konstruktif dalam menghadapi
persoalan yang ada.
Langkah yang ditemukan mungkin
tidak harus ilmiah dan metodologis. Langkah yang terlihat sederhana bisa saja menjadi
alternatif yang perlu dipertimbangkan karena memiliki kontribusi konstruktif
yang mencerahkan. Di antara langkah ini adalah dengan menulis kisah-kisah yang
inspiratif.
Menulis kisah hidup
seorang tokoh, misalnya, ternyata memiliki pengaruh yang besar. Pengaruh ini
tidak hanya bagi penulisnya saja tetapi juga bagi pembaca secara luas. Banyak
mozaik pengalaman hidup dan interaksi personal yang tidak diketahui oleh orang
lain. Di sinilah menuliskannya menjadi penting.
Menulis tentang seorang
tokoh, termasuk yang telah berpulang, cukup signifikan dalam konteks yang luas.
Ada banyak jejak hidup yang telah ditorehkan oleh sang tokoh. Interaksi dengan
sang tokoh adalah pengalaman yang sangat penting. Sebagaimana dijelaskan oleh
Hadi (2016: 1) bahwa pengalaman
itu merupakan pengetahuan yang sangat
berharga.
Tentu disayangkan jika pengalaman itu hanya milik
personal. Padahal ada banyak manfaat yang diperoleh ketika ada upaya menulis
kenangan yang telah dialami. Bisa jadi dari interaksi yang telah ditulis itu
akan memberikan inspirasi bagi orang lain.
Berkaitan dengan menulis tentang seorang tokoh, ada
banyak dimensi yang bisa ditulis. Kebaikan, kedermawanan, kesabaran, dan
hal-hal lain dalam dimensi hidup seorang tokoh. Aspek positif apa pun yang
ditulis adalah upaya untuk menyimpan kenangan sekaligus menebarkan kebajikan.
Menuliskan tentang kenangan dan kebajikan harus hati-hati
dan cermat. Sebagaimana diingatkan oleh Shihab (2003: 15) bahwa menulis itu
jangan asal menulis, apalagi menulis mengenai hal-hal yang tidak bermanfaat
atau hal-hal negatif dari seseorang. Shihab menyatakan bahwa menulis
itu mengandung ketelitian dan pemeliharaan. Ini bermakna perlunya hati-hati dalam menulis, termasuk tentang
kehidupan seorang tokoh, agar tujuan mulia yang dimaksudkan bisa tercapai.
Jika sebuah tulisan
sudah selesai maka penting untuk dicermati kembali apa yang sudah
ditulis. Apakah sudah seperti itu yang dimaksudkan? Apakah sudah tidak ada
kesalahan teknis? Beberapa aspek lain juga penting dicermati. Selain itu
menulis mengandung pemeliharaan dalam makna apa yang ditulis itu akan abadi.
Ide kita dipelihara lewat tulisan. Ia tetap ada bahkan ketika kita mungkin
sudah lupa bahwa kita telah menuliskannya.
Jika semua itu sudah
dilakukan maka tulisan bisa disebarluaskan. Bisa dicetak, bisa juga disebar
secara online. Tulisan itu nantinya akan menemukan takdir pembacanya sendiri.
Ketika sudah dibaca orang, posisi penulis pasif. Pembaca memiliki otonomi untuk
memahami dan menafsirkan apa yang dibacanya.
Tulisan yang berisi
kebajikan akan menebarkan energi. Ia bisa menjadi pemicu untuk terjadinya transformasi,
baik personal maupun sosial. Kekuatan tulisan itu memang tidak bisa ditebak secara
pasti tetapi sejarah membuktikan bahwa transformasi—personal dan sosial—banyak yang
bersumber dari tulisan.
Bacaan Pendukung
James Clear, Atomic Habits Perubahan Kecil yang Memberikan Hasil Luar Biasa, terj. Alex Tri Kantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia, 2019).
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah
Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 15, (Jakarta: Lentera Hati, 2003).
Reza A.A. Wattimena, Protopia Philosophia,
Berfilsafat Secara Kontekstual, (Yogyakarta: Kanisius, 2019).
Sutrisno
Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016).
Alhamdulilah luar biasa menginpirasi Prof. Naim
BalasHapusMatur nuwun Pak Haji
Hapussangat menyegarkan prof. kudapan pagi yang bergizi dan melecut spirit literasi.
BalasHapusTerima kasih Mas Kepala Sekolah
HapusTerima kasih Prof. Ngainun Naim...
BalasHapusSama-sama
Hapus