Pengabdian Paripurna

Januari 05, 2025

Ngainun Naim



Iman dan usaha untuk terus menjadi manusia yang baik dari waktu ke waktu. Dua pesan ini disampaikan oleh Komaruddin Hidayat dalam buku karyanya, Agama Punya Seribu Nyawa (Jakarta: Noura Books, 2012, 83). Substansi pesan ini sifatnya universal. Meskipun demikian, diperlukan usaha secara terus-menerus agar iman dalam diri senantiasa terjaga sehingga memiliki kontribusi positif terhadap perilaku hidup sehari-hari.

 

Sekarang ini tantangan iman semakin berat. Ada begitu banyak hal yang membuat iman mengalami degradasi, bahkan goyah. Jika tidak ada upaya secara sadar untuk membentengi iman maka akan membahayakan kehidupan.

 

Dalam kerangka ini, perlu untuk memberikan refleksi dalam diri, bukan hanya ruang refleks. Orang sekarang banyak yang kehilangan ruang refleksi dan refleks dalam merespon segala sesuatu. Hal ini terlihat dari mudahnya memberikan respon reaktif tanpa pertimbangan matang.

 

Kita bisa memperkaya ruang refleksi dalam diri dengan terus belajar. Ada banyak sumber belajar. Tidak hanya dari buku tetapi dari aneka sumber kehidupan yang sesungguhnya sangat kaya.

 

Saya mendapatkan pembelajaran hidup—antara lain—saat menghadiri Upacara Peringatan Hari Amal Bhakti Ke-79 Kementerian Agama RI pada Hari Jumat, 3 Januari 2025. Pada kegiatan ini ada sesi yang mengharukan.

 

Tepat di tahun 2025, Prof. Dr. Drs. Munardji, M.Ag mengakhiri tugasnya sebagai dosen di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Beliau, sejauh ini, merupakan satu-satunya guru besar pemecah rekor yang purna tugas di usia 70 tahun.

Ada beberapa hal yang bisa dicatat dan diteladani dari sosok beliau. Pertama, sangat rajin ibadah. Shalat, puasa, dan ibadah lain beliau kerjakan dengan komitmen yang luar biasa. Saya ingat persis, di Masjid Baitul Hakim lama, beliau selalu hadir awal saat shalat dhuhur.

 

Kedua, beliau dinilai oleh Pak Rektor Prof. Dr. Abd. Aziz, M.Pd.I., sebagai sufi. Hal ini bisa diamati pada bagaimana beliau menjalani hidup dalam bingkai tasawuf. Di saat orang berebut untuk mendapatkan dana sertifikasi dosen, tidak demikian dengan beliau. Orientasi utama beliau adalah tanggung jawab. Beliau tidak mau menerima dana sertifikasi dosen karena merasa kurang menjalankan tugas secara maksimal.

 

Ketiga, komitmen kelembagaan secara paripurna. Beliau total mengabdi selama 47 tahun. Ini jelas bukan waktu yang pendek. Padahal keluarga beliau ada di Ponorogo. Jarak antara Tulungagung Ponorogo itu tidak dekat. Butuh waktu paling tidak 2,5 jam perjalanan.

 

Sepanjang karir beliau rela berpisah dengan keluarganya. Meskipun demikian, menurut Pak Rektor, tidak pernah ada usaha atau keinginan untuk pindah. Beliau benar-benar berkomitmen bekerja sampai paripurna.

 

Keempat, ikhlas menjalankan tugas sebagai dosen. Saya kira semua dosen menjadi saksi keteladanan beliau dalam hal-ikhawal terkait profesi dosen. Beliau mengajar dengan baik. Begitu juga dengan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

 

Tentu masih ada banyak keteladanan lain dari beliau. Dari beliau saya banyak belajar tentang bagaimana menjadi manusia yang terus berusaha untuk menjadi baik. Hal ini juga beliau sampaikan dalam berbagai kesempatan saat bertemu.

 

Tulungagung, 4 Januari 2025

4 komentar:

  1. Selamat purna tugas Prof. Munardji, dulu kalau tidak keliru diajar beliau mata kuliah Landasan Pendidikan di semester satu program sarjana. Beliau telaten "ngemong" saat kuliah, tak lupa motivasinya yang aelalu hadir disela-sela perkuliahan.

    BalasHapus
  2. Subhanallah, sosok Prof Munarjdi dapat dijadikan tauladan bagi dosen muda maupun khalayak lain. Salah satunya adalah ikhlas dalam menjalankan profesi.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.