Pengabdian Paripurna
Ngainun Naim
Iman dan usaha untuk terus menjadi manusia yang baik dari
waktu ke waktu. Dua pesan ini disampaikan oleh Komaruddin Hidayat dalam buku
karyanya, Agama Punya Seribu Nyawa (Jakarta: Noura Books, 2012, 83).
Substansi pesan ini sifatnya universal. Meskipun demikian, diperlukan usaha
secara terus-menerus agar iman dalam diri senantiasa terjaga sehingga memiliki
kontribusi positif terhadap perilaku hidup sehari-hari.
Sekarang ini tantangan iman semakin berat. Ada begitu
banyak hal yang membuat iman mengalami degradasi, bahkan goyah. Jika tidak ada
upaya secara sadar untuk membentengi iman maka akan membahayakan kehidupan.
Dalam kerangka ini, perlu untuk memberikan refleksi
dalam diri, bukan hanya ruang refleks. Orang sekarang banyak yang
kehilangan ruang refleksi dan refleks dalam merespon segala sesuatu. Hal ini terlihat
dari mudahnya memberikan respon reaktif tanpa pertimbangan matang.
Kita bisa memperkaya ruang refleksi dalam diri dengan
terus belajar. Ada banyak sumber belajar. Tidak hanya dari buku tetapi dari
aneka sumber kehidupan yang sesungguhnya sangat kaya.
Saya mendapatkan pembelajaran hidup—antara lain—saat
menghadiri Upacara Peringatan Hari Amal Bhakti Ke-79 Kementerian Agama RI pada
Hari Jumat, 3 Januari 2025. Pada kegiatan ini ada sesi yang mengharukan.
Tepat di tahun 2025, Prof. Dr. Drs. Munardji, M.Ag
mengakhiri tugasnya sebagai dosen di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Beliau, sejauh ini, merupakan satu-satunya guru besar pemecah rekor yang purna
tugas di usia 70 tahun.
Ada beberapa hal yang bisa dicatat dan diteladani dari
sosok beliau. Pertama, sangat rajin ibadah. Shalat, puasa, dan ibadah
lain beliau kerjakan dengan komitmen yang luar biasa. Saya ingat persis, di Masjid
Baitul Hakim lama, beliau selalu hadir awal saat shalat dhuhur.
Kedua, beliau dinilai oleh Pak Rektor Prof. Dr. Abd. Aziz,
M.Pd.I., sebagai sufi. Hal ini bisa diamati pada bagaimana beliau menjalani
hidup dalam bingkai tasawuf. Di saat orang berebut untuk mendapatkan dana
sertifikasi dosen, tidak demikian dengan beliau. Orientasi utama beliau adalah
tanggung jawab. Beliau tidak mau menerima dana sertifikasi dosen karena merasa kurang
menjalankan tugas secara maksimal.
Ketiga, komitmen kelembagaan secara paripurna. Beliau total
mengabdi selama 47 tahun. Ini jelas bukan waktu yang pendek. Padahal keluarga
beliau ada di Ponorogo. Jarak antara Tulungagung Ponorogo itu tidak dekat.
Butuh waktu paling tidak 2,5 jam perjalanan.
Sepanjang karir beliau rela berpisah dengan keluarganya.
Meskipun demikian, menurut Pak Rektor, tidak pernah ada usaha atau keinginan
untuk pindah. Beliau benar-benar berkomitmen bekerja sampai paripurna.
Keempat, ikhlas menjalankan tugas sebagai dosen. Saya kira semua
dosen menjadi saksi keteladanan beliau dalam hal-ikhawal terkait profesi dosen.
Beliau mengajar dengan baik. Begitu juga dengan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat.
Tentu masih ada banyak keteladanan lain dari beliau. Dari
beliau saya banyak belajar tentang bagaimana menjadi manusia yang terus
berusaha untuk menjadi baik. Hal ini juga beliau sampaikan dalam berbagai
kesempatan saat bertemu.
Tulungagung, 4 Januari 2025
Selamat purna tugas Prof. Munardji, dulu kalau tidak keliru diajar beliau mata kuliah Landasan Pendidikan di semester satu program sarjana. Beliau telaten "ngemong" saat kuliah, tak lupa motivasinya yang aelalu hadir disela-sela perkuliahan.
BalasHapusTerima kasih komentarnya Mas
HapusSubhanallah, sosok Prof Munarjdi dapat dijadikan tauladan bagi dosen muda maupun khalayak lain. Salah satunya adalah ikhlas dalam menjalankan profesi.
BalasHapusTerima kasih Mbak
Hapus