Literasi dan Interkoneksi
Ngainun Naim
Pilihan menekuni dunia
literasi sesungguhnya bukan hal mudah. Ada begitu banyak tantangan. Tetapi saya
sudah menjatuhkan pilihan secara sadar untuk terus bergerak di dunia ini. Sejauh
ini, saya sudah merasakan begitu banyak manfaat bergelut dengan dunia ini. Saya
menyebutnya sebagai “barakah”.
Salah satu manfaat
yang sampai hari ini terus saja saya rasakan adalah bisa memiliki banyak
sahabat sesama pegiat literasi. Pelan tapi pasti, kami berdialog di dunia maya.
Beberapa di antaranya kemudian berhasil bertemu secara langsung. Maka,
terciptalah sebuah relasi yang begitu menyenangkan.
Penulis bertemu
penulis itu sungguh menyenangkan. Kami bisa berbagi pengalaman. Masing-masing
memiliki pengalaman yang unik. Lewat berbagi, kami bisa saling menginspirasi. Muaranya
adalah bagaimana spirit literasi tetap tertanam dalam diri.
Satu orang sahabat
pegiat literasi yang akhirnya bisa bersua adalah Bapak Adrinal Tanjung. Awalnya
saya menemukan nama beliau di postingan beberapa orang di facebook, seperti
facebook Mas M. Iqbal Dawami. Pada awal Nopember, saya ditandai oleh sahabat
saya di facebook, Agung Nugroho Catur Saputro. Rupanya beliau baru berjumpa
dengan Bapak Adrinal. Mas Agung Nugroho mengabadikan pertemuan itu dalam
catatan yang cukup panjang. Saya membacanya dengan penuh minat.
Tidak disangka,
beberapa saat kemudian Bapak Adrinal Tanjung mengirimkan permintaan pertemanan.
Tidak butuh waktu panjang, saya pun segera menyetujui permintaan beliau. Nikmat
mana lagi yang harus saya abaikan dikirimi permintaan oleh seorang “Birokrat
Penulis”. Padahal, di permintaan pertemanan facebook milik saya ada sekitar
1.000 orang yang antri, sementara kuota pertemanan hanya tinggal hitungan jari.
Begitulah, saya pun
kemudian menjadi teman facebook Bapak Adrinal Tanjung. Semenjak menjadi teman
facebook, saya sering mengunjungi beranda beliau. Beberapa kali like saya
berikan terhadap status yang beliau unggah.
Saat saya mengisi
acara “Workshop Penulisan Artikel Ilmiah” di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Ar-Raniry Banda Aceh, saya melihat di beranda beliau yang sedang ada kegiatan
di Singapura. Entah keberanian dari mana, saya tiba-tiba berinisiatif mengirim
inbox kepada beliau.
“Pulang dari Singapura
hari apa Pak?”, sapa saya.
Luar biasa. Tidak butuh
waktu lama beliau membalas, “Hari Sabtu Pak”.
“Saya sabtu terbang
dari Banda Aceh ke Jakarta Pak. Ya mungkin bisa bertemu”.
Sesungguhnya saya
tidak banyak berharap karena saya sadar beliau orang sibuk. Lagi pula kami
belum pernah bertemu sama sekali. Ternyata tidak seberapa lama beliau langsung
menjawab,
“Saya mendarat di
Jakarta hari Sabtu sekitar jam 12 siang Pak”.
Saya pun membalas, “Saya
mendarat jam 14.15. Transit Kualanamu”.
“Baik Pak. Saya tunggu
di Jakarta Pak...”.
Saya sunggung
surprise. Saya pun kemudian memberikan nomor WA untuk memudahkan komunikasi
selanjutnya.
Rupanya rencana tidak
selalu sesuai harapan. Pesawat yang saya tumpangi baru mendarat jam 14.55. Beberapa
saat setelah mendarat, WA saya sudah berbunyi. Rupanya beliau di Terminal 3
Bandara Soeta, sedangkan saya di Terminal 1. Beliau menyarankan saya ke
Terminal 3 dengan kereta karena barang beliau cukup banyak. Saya pun segera
bertanya letak stasiun kereta. Beberapa saat kemudian kereta berjalan. Sesampai
di Terminal 3 saya segera menuju Graparie tempat beliau menunggu.
Begitulah, pertemuan
yang tidak terduga itu terjadi. Saya sungguh kagum dengan Pak Adrinal Tanjung
yang begitu sabar menunggu saya hampr empat jam. Bayangkan, hanya untuk
menunggu saya beliau rela duduk di depan Graparie nyaris empat jam.
Sebagai orang yang
sama-sama menekuni dunia literasi, rupanya ada “interkoneksi” di antara kami. Meskipun
baru pertama kali bertatap muka, pertemuan berlangsung dengan sangat santai dan
akrab. Kami saling diskusi dan bertukar pikiran. Ada begitu banyak ilmu yang saya
peroleh.
Perbincangan harus
jeda karena kami sama-sama belum shalat. Kami shalat bergantian karena salah
satu dari kami menunggu barang masing-masing. Usai shalat, kami berpisah. Bapak
Adrinal Tanjung masih harus menempuh perjuangan yang cukup panjang ke Bandung.
Sebelum berpisah kami
pun foto bersama sebagai kenangan. Saya sangat berterima kasih kepada Pak
Adrinal Tanjung atas semuanya, termasuk hadiah bukunya yang sangat memotivasi. Dalam
perbincangan, kami berencana untuk menulis buku bersama. Semoga bisa terwujud. Amin.
Jakarta,
25 Nopember 2018.
Tidak ada komentar: