Ziarah Kubur, Dimensi Spiritual, dan Kesadaran Ekologis

Maret 30, 2025

Ziarah ke makam KH. Sholeh Darat, 2023.

Ngainun Naim

 

Ziarah kubur menjadi tradisi yang telah mengakar kuat di masyarakat Muslim, khususnya di Jawa. Ada banyak hari-hari istimewa yang biasanya dipilih oleh masyarakat untuk melaksanakan ziarah, seperti hari kamis sore, satu muharram, menjelang puasa ramadan, menjelang idul fitri, dan setelah shalat idul fitri.

Jika Anda melakukan ziarah kubur, misalnya beberapa hari menjelang lebaran, bisa dipastikan kuburan ramai oleh peziarah. Ada yang merupakan penduduk desa tempat makam berada. Namun ada juga dari sanak famili yang sudah tersebar di berbagai wilayah.

Tradisi ini sudah berlangsung sangat lama. Tidak ada yang tahu secara pasti kapan dimulainya. Beberapa riset menyebutkan bahwa tradisi ini sudah ada ketika Islam mulai masuk ke Jawa. Interaksi antara Islam dengan budaya lokal memunculkan tradisi ziarah kubur sebagaimana yang sekarang ini kita saksikan.

 

Beberapa Bentuk

Jika kita cermati, ziarah kubur merupakan fenomena yang biasa. Namun di tangan peneliti, ada saja dimensi menarik yang ditemukan. Salah satunya adalah aneka bentuk ziarah kubur.

Muhammad Sholikin (2012) membagi fenomena ziarah kubur ke dalam bentuk. Pertama, ziarah kubur yang dilakukan oleh orang-orang mulia kepada orang sesama orang mulia yang sudah meninggal dunia. Kedua, ziarah kubur yang dilakukan oleh orang awam kepada sesama orang awam. Ketiga, ziarah yang dilakukan oleh orang mulia ke kuburan orang awam. Dan keempat, ziarah yang dilakukan oleh orang awam ke kuburan orang-orang yang mulia.

Fenomena ziarah wali yang belakangan semakin marak merupakan aktualisasi bentuk ziarah keempat. Ziarah ini dilakukan kepada wali, ulama, kiai, dan orang-orang alim. Setiap daerah memiliki wali yang makamnya menjadi tujuan berziarah.

Riset yang dilaksanakan oleh Chaer dan Setiawan [2017] menemukan bahwa ziarah memberikan pengalaman dan andil besar dalam pembentukan dan pembaruan tatanan sosial. Hal ini bermakna bahwa ziarah itu tidak hanya memberikan makna dan implikasi secara personal tetapi juga secara sosial.

 

Hikmah

Ziarah kubur memberikan banyak hikmah. Pertama, pendidikan. Kita sekarang ini bukan sesuatu yang tiba-tiba, melainkan memiliki pertautan dan kaitan dengan orang tua, guru, kerabat, dan orang-orang yang banyak. Keberadaan kita dipengaruhi oleh banyak pihak dalam proses interaksi kehidupan yang dinamis. Lewat ziarah, kita menjalani ”pendidikan” tentang penghormatan kepada orang-orang tertentu tidak hanya semasa hidup, tetapi juga ketika sudah wafat.

Kedua, doa terhadap orang yang sudah dikubur. Ini penting sekali karena doa itu merupakan pengharapan kita kepada Allah agar mereka yang sudah meninggal diampuni dosanya, pahalanya diterima, dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah.

Sumanto Al-Qurtuby [2022] menulis bahwa ziarah kubur adalah bagian dari cinta kasih, kebaktian, dan ”upaya spiritual” untuk merawat silaturrahmi dengan mereka yang sudah berpulang terlebih dulu.

Ketiga, refleksi tentang diri untuk menjadi lebih baik. Kita harus mempersiapkan diri ketika suatu ketika dipanggil Allah. Caranya dengan beribadah dan berbuat kebajikan dalam kehidupan.

 

Kesadaran Ekologis

Ziarah kubur bukan sebatas tradisi, namun ada dimensi yang lebih substansi, yakni transformasi diri. Hikmah penting yang perlu dibangun setelah ziarah kubur adalah bagaimana menjadi diri yang lebih baik. Diri yang suatu saat akan juga menjadi bagian dari mereka yang dimakamkan.

Setiap yang hidup pasti akan mati. Tidak ada yang bisa menolaknya. Bahkan sekadar meminta menunda waktu saja tidak bisa. Jika takdir sudah menentukan, tinggal menjalani.

Justru karena itulah, kita perlu membangun pengetahuan dan kesadaran agar menjadi diri yang lebih baik. Ziarah kubur adalah momentum untuk kembali meneguhkan diri untuk menjadi diri yang siap bertransformasi. Menjadi diri yang siap menjadi lebih baik dengan aneka pikiran, ucapan, dan perbuatan yang semakin baik.

Kebaikan ini tidak hanya dalam ibadah sebagaimana yang umumnya kita pahami. Perilaku-perilaku ketika ziarah semestinya juga mencerminkan kebaikan atau kesalehan. Merupakan sebuah kenaifan manakala kita berdoa kepada leluhur namun kita menyisakan sampah dan plastik di area makam.

Bunga biasanya menjadi bagian penting dalam ziarah. Usai berdoa, bunga ditaburkan di atas makam. Ada banyak nilai dan makna dari tabur bunga ini. Juga banyak perspektif yang bisa ditawarkan.

Saya tidak ingin masuk dalam perdebatan terkait tradisi tabur bunga. Fokus saya pada kesadaran ekologis, yakni bagaimana ziarah kubur tidak menyisakan persoalan sampah bagi lingkungan.

Usai tabur bunga, daun dan plastik semestinya dibawa ke tempat sampah. Tidak dibiarkan berserakan di sekitar makam. Ini bisa mengganggu keindahan. Juga menimbulkan persoalan bagi lingkungan, khususnya sampah plastik yang tidak mudah untuk diurai.

Pertautan antara agama dan lingkungan belakangan ini semakin semarak dibicarakan. Hal ini disebabkan karena aktualisasi beragama bisa memberikan kontribusi secara destruktif atau konstruktif terhadap lingkungan.

Puasa ramadan, misalnya, ternyata berdampak negatif pada meningkatkan jumlah sampah masyarakat. Sementara upaya-upaya konstruktif terhadap ekologis juga banyak dilakukan, misalnya melalui pembelajaran, pesantren tanpa plastik, dan aneka kegiatan lainnya.

Fenomena ini menjadi penegas bahwa kesadaran ekologis itu sesungguhnya memiliki pertautan yang erat dengan ibadah. Ziarah kubur tentu akan lebih bagus lagi ketika dilakukan dengan pengetahuan dan kesadaran ekologis.

 

Daftar Bacaan

Moh. Thoriqul Chaer dan Wahyudi Setiawan, Ziarah Barakah dan Karamah, [Ponorogo: Wade Group, 2017].

Muhammad Sholikin, Makna Kematian Menuju Kehidupan Abadi, [Jakarta: Quanta, 2012].

Sumanto Al-Qurtubi, Agama, Politik, dan Politik Agama, [Semarang: Lawwana, 2022].

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.