Trilogi Ilmu: Fikih, Tauhid, dan Tasawuf

Juni 05, 2023

Ngainun Naim



Ada tiga ilmu yang harus dipelajari oleh umat Islam. Ilmu-ilmu ini sangat penting dan menjadi penanda kualitas keislaman. Ketiga ilmu yang dimaksud adalah fikih, tauhid, dan tasawuf.

Pembahasan terhadap topik ini menjadi inti kegiatan Silaturrahim & Pengajian Kitab Kifayatul Atqiya’ yang dilaksanakan oleh IKAPPMAM (Ikatan Alumni Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif) Tulungagung. Kegiatan dilaksanakan pada hari Ahad, 4 Juni 2023. Lokasi kegiatan di Madrasah Mahir Ar-Riyad Domasan Kalidawir Tulungagung.

Pengajian rutin kali ini sudah sampai halaman 23. Bagian ini menjelaskan tentang pentingnya mempelajari ilmu syariat. Ketiga ilmu yang menjadikan ibadah menjadi sah, akidah menjadi sah, dan bagusnya hati.



Sebelum menjelaskan lebih jauh, Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, KH. Abdussalam Shohib menjelaskan kepada jamaah mengenai pentingnya pengajian untuk dijalani secara istiqamah. Pengajian semacam ini disebut Kiai Salam sebagai relasi istimewa. Hal ini disebabkan karena ilmu itu harus ada sanadnya. Lewat pengajian diharapkan relasi antara kiai dengan santri selalu terjaga. Sekali lagi beliau menegaskan bahwa, “Ngaji itu sangat penting untuk terus dilakukan sepanjang hidup”.

Ilmu fikih sebagai ilmu pertama yang dibahas itu sangat penting. Seseorang yang shalat sampai seribu rakaat tidak akan ada artinya jika tidak mengetahui syarat sahnya shalat. Karena itu belajar fikih tidak boleh berhenti. Di mana ada pengajian fikih, kita sebaiknya ikut mengaji. Di situlah pengetahuan kita terus diasah.

Kiai Salam mengajak para santri untuk kembali membuka kitab-kitab fikih. Baca dan pelajari. Hal ini penting agar hidup kita selalu berlandaskan kepada fikih.

Ilmu tauhid merupakan ilmu berikutnya. Akidah kita harus sejalan dengan Ahlussunnah wal jamaah. Hal ini juga dipertegas oleh KH. Abdul Wahab Kholil dalam konteks kajian ilmiah. Beliau menegaskan agar kita hati-hati saat menukil pendapat. Jangan menukil pendapat mereka yang madzhab dan manhaj-nya berbeda dengan kita. Kiai Wahab menyarakan untuk bertanya kepada yang ahli.



Belajar ilmu tauhid tujuannya agar kita bisa terjaga dari akidah-akidah yang rusak dan sesat. Hal ini penting menjadi perhatian karena persoalan akidah ini semakin ke sini semakin rumit. Banyak sekali jebakan di dalamnya. Belajar ilmu tauhid adalah benteng diri agar selamat dalam hal akidah.

Ilmu yang ketiga adalah tasawuf. Ilmu ini penting untuk membersihkan diri dari akhlak yang buruk, seperti sombong, riya’, hasud, rakus, dan penyakit-penyakit hati yang lainnya.

Penyakit hati itu sangat mungkin sudah kita pelajari dan ketahui. Namun demikian dalam pelaksanaannya sungguh tidak mudah. Hasud, misalnya. Kita tahu bahwa hasud itu jangan kita pelihara. Namun implementasinya tidak semudah ucapan. Dalam konteks ini Kiai Salam mengajak kita untuk terus menekan hasud agar lama-lama bisa hilang.

Menurut pengarang kitab Kifayatul Atqiya’, hukum mempelajari ketiga ilmu tersebut adalah fardhu ‘ain. Konsekuensinya, kita harus terus belajar ketiga ilmu sepanjang hidup. Tujuannya adalah agar hidup kita selalu berada dalam koridor apa yang digariskan oleh agama.

Selain paparan tentang tiga ilmu penting di atas, ada beberapa hal penting yang juga disampaikan oleh Kiai Salam. Pertama, etika itu sangat penting. Tanpa etika, ilmu bisa menimbulkan kesombongan, keangkuhan, dan arogansi. Semakin pandai bukannya semakin arif melainkan semakin sombong.

Kedua, ngaji itu penting. Namun demikian jangan sampai hanya berhenti sebatas ngaji. Perlu tindak lanjut dengan mengamalkannya. Keselamatan hidup kita dipengaruhi oleh kemauan kita untuk mengamalkan apa yang kita pelajari dalam ngaji.

Ketiga, salah satu indikasi ilmu yang manfaat itu adalah perilaku. Meskipun kita tidak memiliki satu orang santri pun, namun jika kita mau dan mampu mengamalkan ilmu maka itu merupakan perwujudan ilmu yang manfaat. Ilmu manfaat itu ilmu yang diamalkan. Jadi kembalinya itu kepada diri sendiri.

Keempat, kita perlu belajar kepada para kiai dulu yang hidupnya sendiri sudah menjadi dalil. Maknanya, perilaku hidup beliau-beliau itu sudah sepenuhnya teladan. Tidak perlu dalil yang rumit. Cukup melihat dan meneladani apa yang beliau lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Tulungagung, 4 Juni 2023

 

4 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.