Banyak Membaca Memudahkan Menulis

Agustus 20, 2020

 Ngainun Naim

 

 

Seorang mahasiswa datang menemui saya dengan wajah kusut. Saya sesungguhnya bukan pembimbing mahasiswa tersebut, tetapi saya menerima dengan tangan terbuka saat dia menghubungi untuk berkonsultasi. Rupanya ia merasa bahwa proposal untuk tugas akhirnya sudah buntu. Mentok. Ia nyaris putus asa.

“Ditolak terus Pak”, katanya dengan suara parau.

“Kira-kira kamu tahu apa yang menjadi penyebab proposalmu belum diterima?”, tanyaku.

“Ya banyak Pak. Katanya penelitian tentang topik ini sudah banyak. Terus saya mau menulis apa kalua semua sudah ditulis?”. Kali ini wajahnya semakin lesu.

Saya lebih banyak mendengarkan saja. Ia terus berkeluh-kesah. Secara psikologis, terlihat sekali kalau ia sangat tertekan. Ia sudah berada di semester akhir. Beberapa temannya sudah selesai menulis tesis, sementara ia sendiri masih belum beranjak dari proposal. Jika semester ini ia belum ujian, otomatis ia harus membayar SPP lagi. Bebannya semakin berat.

Kasus semacam ini bukan pertama kali saya hadapi. Nyaris setiap semester selalu saja ada mahasiswa yang kondisinya semacam ini. Mereka sudah galau tingkat dewa. Jalan yang harus dilalui terasa gelap gulita.

Mengapa kondisi ini bisa terjadi? Tentu ada faktor yang menjadi penyebabnya. Sejauh yang saya cermati, ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, mahasiswa tersebut kurang banyak membaca. Membaca itu penting sekali di dalam memberikan informasi dan pengetahuan. Semakin banyak membaca, semakin luas dan mendalam pengetahuannya.

Tradisi membaca seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari mahasiswa. Kuliah itu aktivitas yang pokok ya membaca dan menulis. Jika tidak rajin membaca, wajar jika dalam perjalanan kuliah sering berhadapan dengan kesulitan demi kesulitan.

Pertanyaan yang sering saya ajukan kepada mahasiswa terkait tugas akhir adalah, “Sudah membaca berapa skripsi/tesis/disertasi?”. Pertanyaan yang terlihat sederhana tetapi sesungguhnya sangat fundamental. Banyaknya skripsi/tesis/disertasi yang dibaca menjadi modal penting dalam membantu proses selesainya tugas akhir. Jika jarang membaca ya wajar kalua mengalami kesulitan saat harus menulis tugas akhir. Jangankan menyelesaikan tugas akhir, menulis proposal pun sangat mungkin kesulitan. Sebab yang paling mendasar adalah miskin imajinasi terkait apa yang harus dikerjakan.

Saya selalu menyarankan kepada mahasiswa yang menulis tugas akhir untuk membaca tugas akhir sebanyak-banyaknya. Semakin banyak yang dibaca semakin bagus. Banyaknya bacaan itu memungkinkan untuk membangun pengetahuan terkait tugas akhir itu sendiri. Juga membangun sikap kritis sehingga tidak asal mengambil satu atau dua tugas akhir sebagai role model.

Aspek ini penting saya pertegas karena tidak sedikit mahasiswa yang menulis tugas akhir tetapi tidak membaca secara serius tugas akhir yang sudah ada. Jangankan memiliki imajinasi, alih-alih justru terjebak pada plagiasi atau paling tidak menjadi tugas akhir yang belum tentu baik sebagai rujukan. Tentu ini sama dengan bunuh diri.

Kedua, jangan pernah bermimpi yang Anda tulis itu baru sama sekali. Saran ini saya sampaikan untuk membangun pemahaman kepada mahasiswa bahwa memang tidak mungkin ada hal yang baru sama sekali dalam tugas akhir. Semua hal di bawah kolong langit ini saling berkaitan. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah memasuki “ruang kosong” dari penelitian dari topik tertentu yang belum ditulis oleh orang lain.

Bagaimana cara mengetahui adanya “ruang kosong” tersebut? Tidak ad acara yang lebih efektif selain membaca. Terus membaca dan membaca. Jika tidak pernah membaca tentu tidak akan menemukan “ruang kosong” yang dimaksudkan. Wajar jika sekali dikoreksi oleh dosen pembimbing sudah stress. Padahal, ada sangat banyak “ruang kosong” yang bisa dimasuki.

Kuncinya, sekali lagi, adalah dengan banyak membaca. Semakin banyak membaca, semakin luas pengetahuan kita. Jangan lupa juga menyadari bahwa menulis sendiri adalah sebuah proses berkelanjutan. Terus belajar, perbaiki, dan terus menulis. Salam.

 

Trenggalek, 20 Agustus 2020

19 komentar:

  1. Ide 99 % dari bacaan, baik yang tertulis atau tersirat. Ini mungkin hanya tidak berlaku untuk Rasul.

    BalasHapus
  2. Laptop yang tidak dinstall program Corel draw saya rasa sulit saat digunakan mendesain brosur. Demikian juga pikiran tanpa bekal pengetahuan sulit sekali dalam menulis. Membaca menjadi salah satu cara efektif memperoleh pengetahuan. Semakin banyak banyak, tentu berbanding lurus dengan luasnya pengetahuan

    BalasHapus
  3. Memang betul seperti itu... dan mirisnya lagi sudah mau ujian terakhir penutupan. Mungkin 4 hari lagi, tiba" kebingungan alias gupuhi..

    Sangat inspiratif tulisan niki pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Justru karena itulah harus dicari langkah antisipasi

      Hapus
  4. Membaca adalah kunci inspirasi dalam menulis... Semakin banyak membaca semakin banyak yang bisa kita tulis. Kita bagaikan pena tanpa tinta.. Jika menulis tanpa banyak membaca.. Akan buntu... Dan terhambat untuk lanjut

    BalasHapus
  5. Membaca mengarungi samudera ilmu pengetahuan

    BalasHapus
  6. Sepakat pak. Apa yang mau ditulis kalau tidak membaca? Makanya perbanyak membaca agar dapat mengisi ruang kosong. Thanks pak.

    BalasHapus
  7. Setelah membaca saya ingin meresensi catatan ini. Suwun nggih

    BalasHapus
  8. Ngeh bapak. Sayangnya lagi saya membaca blm bisa istiqomah. Membaca pas ada tugas yang kepepet seperti tugas akhir ini.

    BalasHapus
  9. Suatu rumus yg luar biasa bapak.

    BalasHapus
  10. Trimakasih prof atas ilmu dan motifasinya

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.