Pandemi dan Kreativitas Berliterasi

November 22, 2020

Dr. Ngainun Naim [1]

 


Menulis itu tidak hanya berkaitan dengan kemampuan personal, melainkan juga perlu dukungan sosial. Pada orang-orang tertentu mungkin dia bisa menjadi penulis produktif tanpa perlu dukungan orang lain di sekitarnya. Bahkan sangat mungkin dia menghindari interaksi langsung dengan banyak orang karena dianggap justru mengganggu proses kreatifnya dalam menulis.

Saya penah membaca status di sebuah jejaring sisal dari seorang penulis. Ia merasa nyaman bekerja serang diri. Organisasi, grup, dan sejenisnya ia hindari karena dinilai justru menghabiskan banyak waktu dan menghambat prosesnya menulis. Ia ingin menulis seorang diri dengan penuh konsentrasi.

Menurut saya ia cukup sukses. Buku demi buku telah berhasil ia terbitkan. Artikel demi artikel yang dibuat tembus berbaga media cetak nasional. Novelnya laris manis. Dan ia tetap bersikukuh menjadi “manusia kamar” yang bekerja di kesunyian.

Pilihan kerja semacam ini kelebihannya pada fokus untuk menghasilkan karya. Namun kelemahannya pada interaksi sosial. Meskipun demikian saya secara personal menghormati pilihan semacam itu. Setiap orang berhak memilih karakter bekerjanya sepanjang tidak mengganggu orang lain.

Tidak semua penulis bisa bekerja semacam itu. Bisa jadi seseorang potensinya sangat besar dalam menulis tetapi tidak melakukan apa-apa. Ia tetap diam dan kadang-kadang saja menulis. Tentu disayangkan jika potensinya yang besar tidak diberdayakan. Penulis semacam ini membutuhkan dukungan dan dorongan untuk mengaktualisasikan potensi besar yang dimilikinya.

Saya mengenal secara baik penulis buku ini. Puluhan tahun lalu, beliau merupakan adik kelas saya di STAIN Tulungagung. Mahasiswa kutu buku, organisatoris, dan potensial. Kemampuan menulisnya cukup bagus. Ketika saya mulai merintis kerja literasi dalam bentuk menerbitkan buku, beliau terlibat.

Buku pertama yang menandai kerja literasi secara sosial berjudul Geliat Literasi, Semangat Membaca dan Menulis dari IAIN Tulungagung (Yogyakarta: Lentera, 2015). Buku antologi yang saya edit tersebut memuat 59 artikel dan satu epilog dari Bapak Much. Khoiri, dosen Universitas Negeri Surabaya. Di buku ini Nurhadi menulis sebuah artikel dengan judul “Menata Dapur Pendidikan Indonesia”.

Saya membaca secara cermat artikel Nurhadi. Padat dan berisi. Gagasannya kritis namun dibungkus dengan bahasa yang santun. Sungguh sebuah uraian yang mengalir lancar sejak awal sampai akhir tulisan.

Setelah terbitnya buku antologi tersebut saya jarang berinteraksi dengan Nurhadi. Pernah juga bertemu sekali atau dua kali dalam sebuah acara namun tidak berkaitan dengan dunia literasi. Tampaknya takdir belum mempertemukan kami dalam suasana dialogis-komunikatif.

Grup WA “Ma’arif Menulis” menjadi media bagi kami untuk kembali berinteraksi. Grup yang dibentuk untuk membangun budaya literasi ini menjadi media persemaian potensi menulis yang cukup luar biasa. Lewat grup inilah aktivitas menulis kembali digelorakan.

Grup WA ini cukup menarik. Anggota grup adaah warga Ma’arif, meskipun ada satu dua yang bukan warga Ma’arif Tulungagung. Aspek yang saya tekankan di grup adalah keberanian untuk menghasilkan karya. Tidak perlu malu atau takut untuk menulis. Saya selalu tekankan bahwa kriteria pertama tulisan yang baik adalah selesai ditulis. Jika sudah selesai baru diperbaiki. Bagaimana mau memperbaiki jika tulisannya belum dibuat?

Secara sederhana anggota grup terbagi empat. Pertama, anggota grup yang sangat aktif menulis. Setiap hari selalu saja berusaha menulis. Jumlah anggota grup yang semacam ini bisa dikategorikan sebagai kecil, tetapi juga mempengaruhi terhadap eksistensi grup. Anggota semacam ini dapat menjadi role model bagi tumbuhnya semangat anggota yang lainnya.

Kedua, anggota grup yang lumayan aktif menulis. Memang tidak setiap hari tetapi cukup sering. Kadang setiap hari, kadang seminggua dua kali, dan kadang naik turun juga semangat menulisnya. Keberadaan anggota semacam ini sangat penting artinya karena mereka yang menjadikan grup bergerak begitu dinamis.

Ketiga, pernah menulis. Anggota ini sesungguhnya memiliki potensi menulis yang luar biasa. Buktinya mereka pernah menulis. Persoalannya, mereka harus berhadapan dengan berbagai persoalan saat akan aktif menulis. Bisa kesibukan, bisa teknis, psikologis, sosiologis, dan personal. Jika hambatan mampu ditundukkan, mereka yang berada di kelompok ini bisa naik kelas menjadi kelompok kedua atau bahkan pertama.

Keempat, anggota pasif. Mereka ini adalah peminat dan pengamat dunia literasi. Mereka sesungguhnya sangat ingin menulis tetapi ada “batu besar” yang membuat mereka tidak berani melangkah. Semakin hari semakin besar saja hambatannya. Misalnya, kawan yang dulu sama-sama baru memulai menulis kini telah menjadi penulis yang cukup maju. Jadinya semakin takut untuk menulis.

Saya tidak tahu Nurhadi berada di level mana. Bagi saya, Nurhadi telah melampaui segenap hambatan yang ada. Ia cukup produktif menulis di blog. Kini, kumpulan tulisan tersebut diolah menjadi buku. Rupanya pandemi menjadi momentum kreatif yang sangat berharga. Justru era pandemi yang menumbuhsuburkan budaya lyerasi.

Secara pribadi saya sangat bergembira atas terbitnya buku ini. Selamat untuk Nurhadi. Semoga semakin produktif dan segera menyusul buku demi buku berikutnya. Amin.

 

Tulungagung, 22-11-2020

 

 



[1] Dosen dan Ketua LP2M IAIN Tulungagung. Aktif dalam kegiatan literasi.

 

10 komentar:

  1. Hhhhh... Subhanalloh...trenyuh dan tersentuh...pasti si Noernya senang sekali maos tulisan dari orang yg ia sangat dikagumi ini. Mewakili ybs... Saya mengucapkan beribu terimakasih kpd Yth, Bp Dr. Ngainun Naim.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat pak Nur....tulisan pak Naim sll memberikan motivasi dan apresiasi yang membangkitan semangat berkarya.

      Hapus
  2. Luar biasa. Diman omjay bisa pesan bukunya?

    BalasHapus
  3. "manusia kamar" yang bekerja dikesunyian. Selamat atas terbitnya buku

    BalasHapus
  4. Sependapat dengan Prof.Naim. Pak Nurhadi tulisannya memang bagus.

    BalasHapus
  5. Thanks pak. Semoga bisa dicontoh. Jd manusia kamar yang produktif menulis.

    BalasHapus
  6. Bagus banget keren semoga bisa menggugah dan membangun inspirasi litersi yg keren keren

    BalasHapus
  7. Kang Nur, memang selalu bercahaya...

    BalasHapus
  8. Selamat Pak Nurhadi, manusia kamar yang rajin menulis

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.