Buku, Membaca, Memiliki, dan Menulis

Februari 19, 2021

Ngainun Naim


 

Salah satu mimpi yang saya semai ketika kuliah S-1 adalah memiliki banyak buku. Mimpi ini mulai terbangun ketika saya silaturrahmi ke rumah guru saya saat MTsN. Rumah beliau yang besar terasa elegan dengan dua lemari besar yang penuh sesak oleh buku. Rasanya indah sekali dan berwibawa.

Seiring waktu mimpi itu perlahan mulai saya wujudkan. Sungguh bukan pekerjaan yang mudah untuk mewujudkannya. Buku jelas merupakan barang mewah bagi mahasiswa yang untuk biaya hidup sehari-hari saja harus melakukan penghematan ekstra ketat. Namun tekad sudah tertancap kuat. Perjuangan harus dilakukan. Jika sedang mengincar sebuah buku, saya menabung. Caranya mengurangi jatah makan setiap harinya. Selama satu sampai dua bulan, keinginan memiliki buku itu akhirnya bisa terwujud.

Kuliah S-1 selama empat tahun membuat koleksi buku yang saya miliki cukup lumayan. Seingat saya hasil perjuangan itu mewujud dalam deretan sekitar 50 judul buku yang saya taruh di rak kecil dalam rumah. Lumayanlah, walaupun jelas belum terlihat gagah dijadikan latar belakang foto. Beruntung saat saya tamat S-1 (tahun 1998) foto merupakan barang mahal. Belum semurah dan semudah sekarang. Tinggal pegang HP, bukan aplikasi, dan cekrek.

Seiring waktu, jumlah buku yang saya koleksi terus bertambah. Buku demi buku terus saya buru. Zaman digital memudahkan saya untuk mengakses buku. Kini saya tidak harus ke toko buku untuk membeli buku. Memang sekali dua kali perlu juga ke toko buku untuk mencari inspirasi dan spirit literasi. Tetapi saat kesibukan mendera dan ada buku bagus berseliweran maka jika ada rezeki saya segera membeli buku itu. Kesempatan belum tentu datang dua kali.

Kini jumlah buku di rumah sudah lumayan banyak. Tentu saya sangat senang karena memiliki buku merupakan bagian dari mimpi yang telah terwujud. Justru kini saya menginjak rem keinginan memiliki buku. Selain persoalan keuangan dan tempat menyimpan buku, kini muncul persoalan mendasar dalam diri saya, yakni bagaimana saya bisa menikmati semua buku yang saya miliki? Buat apa memiliki buku dan mengoleksinya jika tidak dibaca?

Pertanyaan demi pertanyaan terus saja mengganggu. Tentu belum muncul keputusan final yang ekstrim, misalnya berhenti membeli buku. Pilihannya ya moderatlah. Beli buku tetap tetapi selektif. Baca buku tetap, tetapi usia, kesibukan, dan banyak faktor lainnya membuat saya tidak bisa membaca secara tuntas. Intinya ya membaca, ya menikmati bacaan, ya menulis, dan belanja buku. Itu jalan hidup yang kini saya tempuh.

Tentu saya sangat bersyukur atas hidup saya hari ini. Saya pernah membaca ada baca orang yang gila beli buku. Ya, benar-benar gila membeli buku. Mereka memiliki obsesi besar dengan mengumpulkan buku di rumahnya. Pajangan buku memberikan ekspresi tak terperi. Sulit diungkapkan. Tapi mereka tidak hobi membaca. Jadi memiliki buku bukan demi membaca tetapi demi memiliki buku itu sendiri. Saya berdoa semoga saya tidak termasuk dalam golongan ini.

Namun ada juga golongan lainnya, yakni sangat banyak membaca tetapi tidak memiliki banyak buku. Hobinya membaca tetapi karena satu dan lain hal, buku tidak banyak dimiliki. Tentu hobinya sangat bermanfaat tetapi tidak memiliki buku bisa menjadi persoalan ketika membutuhkan. Bagi yang rajin membaca dan rajin mencatat hasil bacaannya, tentu apa yang dibaca akan terekam dalam catatan. Persoalannya adalah rajin membaca tetapi tidak rajin mencatat. Akibatnya, bacaan pada kurun waktu tertentu bisa hilang begitu saja. Ingatan kita itu terbatas. Bisa jadi apa yang kita baca beberapa hari lalu sudah hilang, apalagi puluhan tahun yang lalu.

Pada golongan mana pun saya mengajak diri saya sendiri untuk rajin membaca. Saya berusaha untuk membaca setiap hari minimal 10 halaman. Ya, hanya sepuluh halaman. Tapi jika saya konsisten, sebulan 300 halaman. Lumayanlah daripada tidak membaca. Kadang juga lebih dari 10 halaman.

Banyak membaca memberikan manfaat buat saya. Intinya membaca itu menyenangkan dan sangat bermanfaat dalam memudahkan saya menulis. Saya yakin tulisan saya tidak akan selancar ini jika saya tidak pernah membaca. Itu.

 

Tulungagung, 19-2-2021

 

18 komentar:

  1. Tulisan yang sangat inspiratif pak doktor Ngainun Naim. Terima kasih 👍🙏

    BalasHapus
  2. Alhamdulilah sll menginpirasi Prof. ini tambah NUTRISI LAGI bg sy sbg penulis dan penerbit baru. Terima kasih sgt bermanfaat

    BalasHapus
  3. Sama bapak.. Impian sy jg punya perpus kecil di rmh. Suami jg koleksi buku di rumah. Sayang, banyak yg hilang, dipinjam gak kembali dan lupa siapa yg pinjam. He.. He.. Gak pernah dicatat.
    Tulisan bapak ini memotivasi sy untuk buka dan merapikan koleksi buku2 sy. mudah2an ada waktu untuk membenahi.

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah tiada hari tanpa inspirasi. Rezeki tidak terputus. Terima kasih pak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ALhamdulillah. Terima kasih Prof berkenan mengunjungi blog sederhana ini.

      Hapus
  5. Luar biasa Prof.Ngainun. Bikin saya tambah semangat untuk menulis buku.

    BalasHapus
  6. Never dream of becoming a good writer before being a good reader. Membaca dan menulis memang satu paket. Tulisan Pak Naim me-refresh ingatan bhw tulisan yg berkualitas sll diawali dari bacaan2 yg berkualitas. Terimakasih sdh mengingatkan...

    BalasHapus
  7. Wah, kuadran penikmat buku.
    Gila beli buku tapi gak suka baca.
    Suka baca tapi g bisa beli buku.
    Suka baca plus mencatat bacaan.
    Rajin baca tak rajin mencatat.

    Terima kasih ilmunya, Prof.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.