Ketika Spirit Menulis Sedang Menurun

Februari 22, 2021

 

Ngainun Naim

 


Saya bukan siapa-siapa. Di dunia literasi, saya hanyalah penggembira. Saya sedang belajar menulis dan sedang mengajak kawan-kawan untuk menulis. Tulisan saya bukan tulisan ilmiah. Sebagian besar tulisan saya ada di blog dan jejaring sosial.

Di dunia penulisan ilmiah, saya lebih bukan siapa-siapa. Jangankah artikel di jurnal internasional, di jurnal nasional terakreditasi saja saya ini masih tertatih-tatih. Masih terus berjuang, belajar, dan menikmati kegagalan demi kegagalan.

Tidak ada yang bisa dibanggakan dari kiprah saya menekuni dunia literasi. Semua biasa saja. Mutunya juga standar-standar saja. Tulisan saya juga itu-itu saja.

Tapi saya tetap akan belajar dan akan terus menulis. Saya sudah meyakini bahwa menulis adalah jalan kebajikan. Menulis telah memberikan keberkahan hidup yang luar biasa. Saya selalu berdoa agar mendapatkan anugerah Allah untuk terus mampu menggoreskan pena dan menginspirasi kawan-kawan untuk semangat menulis.

Jujur saya tidak selalu semangat menulis. Kadang sangat malas. Jangankan menulis yang ilmiah dan berat, menulis catatan sederhana untuk blog semacam ini juga butuh perjuangan. Tulisan ini saya tulis di tengah tekanan kesibukan yang cukup lumayan. Seharian bekerja di kantor sungguh menguras energi. Menulis catatan sederhana untuk blog rasanya malas sekali. Bawaannya hanya mau tidur saja.

Menjelang shalat isyak saya bangkit. Tetiba saya ingat bahwa saya pernah memberikan prolog untuk sebuah buku bagus karya Dr. M. Arfan Mu’ammar. Judulnya Be A Writer, Panduan Praktis Menjadi Penulis Eksis (Gresik: Sahabat Pena Kita, 2019). Saya segera menuju lemari buku dan menemukan buku keren tersebut. Saya buka halaman demi halaman. Saya ingin menggali energinya agar kembali bersemangat menulis, meskipun hanya beberapa paragraf.

Benar, saya mendapatkan energi yang bisa menuntun saya menulis catatan ini. Baiklah, saya akan catat poin yang bermanfaat buat saya. Syukur-syukur kawan-kawan pembaca juga bisa mendapatkan manfaatnya. Poin pentingnya adalah menata niat, lingkungan, dan komitmen. Niat adalah penentu sebuah perbuatan. Niat yang tepat akan menjadikan sebuah perbuatan bisa dilakukan dengan sepenuh energi. Begitu juga dengan menulis. Jika niat menulis hanya demi uang atau agar dikenal maka energi kita tidak akan pernah cukup. Luruskan niat, temukan lingkungan yang mendukung, dan menjaga komitmen diri. Jika ini dirawat maka energi menulis akan bisa bertahan lama.

 

 

Trenggalek, 22-2-2021

16 komentar:

  1. Mantab dan menyentuh hati prof...

    BalasHapus
  2. Terkadang, justru hal sederhana lah yang menjadi istimewa. Hehe sepertinya semua penulis pernah berada di titik jemu, ya Prof.

    Bedanya, para penulis sejati selalu bisa mencari cara untuk kembali bangkit dan/atau bertahan.

    Terima kasih tulisannya, Prof.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih berkenan berkunjung dan berkomentar Mbak. Memang menulis itu dinamis kok he he

      Hapus
  3. Alhamdulilah luar biasa Prof. Ngainun sll menginspirasi bg penulis pemula dpt sym Terima kasih.

    BalasHapus
  4. Kok selalu pas ya dengan yg saya alami pak....

    BalasHapus
  5. Manusiawi prof. Ada kalanya semangat turun naik.

    BalasHapus
  6. Terimakasih ilmunya Pak. Hal yang tersulit bagi saya adalah menjaga komitmen untuk menulis. Banyak sekali godaan yang datang silih berganti. Sehingga niat untuk menulis menjadi tidak terealisasikan

    BalasHapus
  7. Mantab Pak Dosen... Hal yg sama sering sy alami, beruntung sempat membaca tulisan inspiratif dan memotivasi ini. Terimakasih Pak Dosen.

    BalasHapus
  8. Semoga energi menulis kita tetap bertahan lama. Semakin banyak generasi baru yang suka menukis dengan niat yang benar

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.