Membaca dan Suluh Peradaban

September 30, 2022


 

Ngainun Naim

 

Sebuah negara bisa maju karena adanya berbagai faktor pendukung. Salah satu pendukung penting yang menentukan majunya sebuah negara adalah budaya membaca. Membaca memberikan banyak manfaat, seperti memperluas cakrawala. Orang yang memiliki budaya membaca biasanya memiliki sudut pandang lebih terbuka dan antisipatif dalam menghadapi perubahan.

Aspek ini penting di tengah dinamika perubahan zaman yang sangat cepat. Tanpa modal budaya membaca, perubahan bisa meluluhlantakkan identitas sebuah bangsa. Hal ini menegaskan bahwa membaca itu sangat penting.

Pentingnya membaca sebenarnya sudah menjadi pengetahuan bersama. Saya kira sangat jarang ada orang yang tidak mengetahui tentang hal ini. Namun demikian hanya sedikit saja yang mau melakukan, apalagi membudayakan. Jadinya budaya membaca  ramai dalam perbincangan tetapi sepi dalam tindakan.

Realitas semacam ini sesungguhnya cukup memprihatinkan. Budaya membaca semestinya menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah, organisasi sosial kemasyarakat, dan unsur-unsur lainnya.  Semakin banyak warga masyarakat yang rajin membaca maka semakin besar potensi bangsa ini untuk maju. Semakin sedikit warga Indonesia yang mau dan mampu untuk membaca maka bangsa ini akan semakin tertinggal dalam kompetisi global.

Tantangan menumbuhkankembangkan budaya membaca semakin hari semakin berat. Salah satu penyebabnya adalah era digital yang menawarkan banyak pilihan kepada pembaca. Pilihan tersebut lebih atraktif, impresif, dan menggoda dibandingkan dengan membaca. Pelan tapi pasti buku, majalah, dan koran cetak ditinggalkan masyarakat. Kini produk bacaan cetak sedang berada di masa senjakala. Hidup namun dengan keprihatinan.

 

Tutup Permanen

Realitas menunjukkan bahwa budaya membaca kita jauh dari harapan. Membaca seolah aktivitas aneh yang hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Semakin menurunnya minat masyarakat terhadap membaca, khususnya buku cetak ditandai—antara lain—dengan tutupnya dua toko buku besar di Tulungagung. Bulan Juni lalu Toko Buku Toga Mas Tulungagung tutup. Padahal inilah toko buku yang cukup representative untuk kota kecil Tulungagung dan sekitarnya.

Awal September 2022 satu toko buku lagi menyusul tutup permanen, yaitu Toko Buku Salemba. Kini yang tersisa tinggal kios-kios buku kecil di beberapa sudut kota ini yang tampaknya juga tinggal menunggu waktu untuk semakin ditinggalkan pembaca.

Perubahan telah berlangsung sedemikian cepat. Ia tidak bisa dihindari. Pergeseran dunia cetak ke dunia digital telah makan banyak korban.

Toko buku di berbagai kota besar yang selama ini memiliki banyak perguruan tinggi besar juga bernasib sama. Satu demi satu toko bukunya gulung tikar.

 

Agenda Besar

Realitas semacam ini memang cukup menyedihkan. Namun demikian yang kini justru lebih penting adalah bagaimana membangun budaya membaca di tengah kondisi yang ada.

 

Ada beberapa langkah yang penting untuk dipertimbangkan.

Pertama, menjadikan sekolah sebagai basis budaya membaca. Ini penting karena lembaga yang sesungguhnya paling sistematis dalam program budaya baca ini adalah sekolah.

 

Kedua, optimalisasi peran Taman Baca Masyarakat (TBM). Program yang menarik minat baca perlu terus dikampanyekan. TBM menjadi salah satu motor bagi tumbuh berkembangnya budaya membaca.

 

Ketiga, kampanye budaya membaca di media sosial. Tentu isi dan tampilannya harus menarik dan mendorong orang untuk suka membaca. Kreativitas anak-anak muda yang ahli di media sosial penting juga untuk diperhatikan. Bahan bacaan elektronik yang melimpah ruah seharusnya dioptimalkan untuk dibaca.

 

Toko buku satu demi satu berguguran tetapi budaya membaca harus terus diupayakan. Itulah suluh peradaban.

 

Versi awal tulisan ini dimuat di www.afederasi.com edisi 15 September 2022 dengan judul Suluh Peradaban yang kemudian dikembangkan dengan menambah di beberapa bagian.

15 komentar:

  1. Setuju Prof.......bahwa Orang yang memiliki budaya membaca biasanya memiliki sudut pandang lebih terbuka dan antisipatif dalam menghadapi perubahan.

    Aspek ini penting di tengah dinamika perubahan zaman yang sangat cepat. Tanpa modal budaya membaca, perubahan bisa meluluhlantakkan identitas sebuah bangsa.

    Maka membudayakan membaca di sekolah salah satu strategi sangat penting.. salam literasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Pak Hariyanto yang berkenan membaca dan meninggalkan komentar. Salam literasi.

      Hapus
  2. Ulasan yang mantaps. Terasa miris juga ketika disebut banyak korban.

    BalasHapus
  3. Ya Alloh...
    mengapa banyak motivasi-motivasi jntuk menulis,
    tapi juga tidak beranjak,
    banyak nasehat tapi cepat lupa,
    bahkan tidak teringat,

    Apakah tidak sadar peradaban manusia
    sudah terus berjalan, bahkan tidak hanya berjalan,
    lari tidak hanya sekedar lari, melebihi spinter kelas dunia.

    Peradaban manusia yang secepat kilat, tidak akan pernah mampu kita kejar, karena kita tidak mampu melihat, bahkan secepat kerdipan mata sehat.

    Aku sering terperanjat melihat dunia ini hebat hanya mampu bertepuk tangan sambil kerlingkan jidat sebagai tanda aku terperanjat
    Karena lama terlelap dan merasa cukup dengan tabiat yang telah melekat

    Merasa cukup hebat, tanda aku tidak mampu berkhimad pada sesuatu yang bermanfaat padahal dunia terus hebat

    Trima kasih Prof, semoga tulisan prof Ngain7n tegus mengispirasi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Pak atas perkenan untuk mengunjungi, mendoakan, dan meninggalkan komentar di catatan sederhana ini.

      Hapus
  4. Terimakasih prof, panjenegan tetap istiqomah memberikan ilmu dan motifasi kepada kami. Semoga panjenegan selalu diberikan kesehatan prof, Aamiin

    BalasHapus
  5. Setuju Prof, tapi faktanya budaya membaca masih belum merambah ke seluruh lapisan masyarakat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mayor Nani. Realitasnya memang seperti itu. Justru karena itu kita berkewajiban mengampanyekan pentingnya membaca.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.