Perjalanan Pulang, Perjalanan Panjang

Januari 24, 2025

Ngainun Naim

 

 Jarum jam menunjukkan angka 02.10 waktu Mesir. Suhu dingin benar-benar menusuk tulang. Jika tidak ingat jadwal pulang, ingin rasanya menarik kembali selimut dan melanjutkan tidur.

Dengan perjuangan saya geser selimut. Pelan-pelan saya bangun. Lampu kamar saya nyalakan.

Ibuk segera bangun. Begitu juga dengan Mama Elly. Kami pun segera beraktivitas untuk mempersiapkan keberangkatan pulang. Tetiba telepon kamar berdering. Rupanya dari resepsionis yang mengingatkan bahwa kami harus bangun. Mereka juga akan mengambil koper untuk dibawa ke resepsionis.

Kami pun bebersih dan mempersiapkan segala sesuatu untuk check out. Bagian demi bagian kamar dicek untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Pengecekan ini penting karena mungkin saja ada yang tertinggal.

Setelah yakin tidak ada yang tertinggal, kami bertiga menuju lobi hotel. Nur Hasan, pendamping kami, ternyata juga baru saja datang dengan membawa makanan untuk sarapan. Secara ramah, sebagaimana biasa, beliau menyapa kami.

Satu persatu anggota rombongan datang dan segera masuk mobil. Nur Hasan menjelaskan bahwa beliau tidak menemani ke bandara. Di sana sudah ada orang yang akan membantu mengurus sampai check in.

Hanya perlu waktu sekitar setengah jam perjalanan dari hotel ke bandara. Pada jam sepagi itu, bandara sudah sangat ramai. Orang sudah antri untuk masuk ke dalam bandara.

Paling males itu menjalani prosedur masuk ruang tunggu. Menurut saya prosesnya cukup rumit. Tas masuk tempat scan. Itu jugaa kadang antri panjang. Apalagi di bagian imigrasi.

Meskipun malas ya tetap harus dijalani. Saya kira memang ini demi kebaikan bersama. Bisa dibayangkan bagaimana bahayanya penerbangan jika ada penumpang membawa barang yang membahayakan.

Di luar negeri, salah satu problemnya adalah bahasa. Jika tidak ada dialog ya aman saja. Jika ada pertanyaan, di situ kadang ada persoalan.

Selama perjalanan, saya selalu berusaha berada di belakang Ibuk. Tujuannya agar kalau ada pertanyaan bisa membantu menjawab. Seandainya pun tidak bisa menjawab, minimal Ibuka da temannya bingung he he.

Di Imigrasi Mesir, petugas bertanya ke Ibuk dalam bahasa Inggris. Ibuk menoleh ke saya.

"Yah, kui artine pie?", tanya beliau.

Saya mendekat dan konfirmasi yang ditanyakan.

"The second name", katanya.

"Munaris", jawab saya.

Petugas terdiam sejenak lagu mengecek di komputer. Tidak lama kemudian stempel imigrasi sudah menempel. Urusan beres.

Masuk ruang tunggu cukup rumit pula. Petugasnya jutek, terutama yang perempuan. Tempat laki-laki dan perempuan berbeda. Meskipun demikian semua bisa dilalui dengan baik.

Jarum jam menunjukkan angka 07.30 ketika kami dipanggil untuk masuk pesawat. Ini merupakan episode untuk perjalanan panjang. Sekitar sembilan jam kami akan berada di ketinggian sebelum landing di Bandara Soekarno Hatta Jakarta.

Pengalaman perjalanan di pesawat kali ini sungguh merupakan siksaan yang tidak terkira. Entah karena makan apa, perut saya sakit tak terkira. Saya sampai minum dua butir Imodium. Juga dua kali ke kamar kecil.

Saya nyaris tidak bisa tidur karena menahan perut melilit. Ibuk yang akan ke kamar kecil saya antarkan dan saya tunggui dari luar karena model toilet pesawat memang beda dengan toilet pada umumnya. 

Alhamdulillah, sakit berkurang seiring perjalanan waktu. Sekitar satu jam sebelum landing, pesawat mengalami turbulensi hebat. Bibir ini tak henti berdoa. Dzikir dan shalawar dibaca. Alhamdulillah, semua terlewati dan pesawat landing dengan baik.

Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta pukul 23.00 malam masih saja ramai. Tidak ada sepinya. Lalu lalang orang rasanya tidak banyak  berbeda dengan siang hari.

Petugas travel Madani Alam Semesta mengurusi hal-hal teknis, mulai bagasi sampai di imigrasi. Profesionalitas dan pelayanan travel ini penting untuk diapresiasi. Hal inilah yang membuat perjalanan menjadi nyaman dan sesuai dengan harapan.

Dalam beberapa kesempatan, kami berdialog akan totalitas pelayanan yang diberikan. Ini benar-benar memuaskan. Di Makkah dan Madinah, muthowif memberikan pelayanan sepenuh hati. Di Mesir, pemandu juga mendampingi kami dengan totalitas.

Jika suatu saat ada rezeki dan kesempatan umroh lagi saya kira MAS akan menjadi prioritas. Pengalaman umroh plus Mesir kali ini sangat memuaskan. Tentu bukan hal yang salah jika MAS menjadi prioritas.

Perjalanan Jakarta Surabaya cukup lancar. Rasanya lega sekali akhirnya kembali ke rumah. Perjalanan panjang namun menggembirakan telah dilalui.

Ada banyak kisah, kenangan, dan pelajaran hidup yang sangat berharga. Meskipun tidak banyak, saya mengabadikannya dalam catatan demi catatan. Juga dalam kompilasi foto-foto.

 

Solo, 24 Januari 2025

14 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.