Perjalanan Pulang, Perjalanan Panjang
Ngainun Naim
Jarum jam menunjukkan angka 02.10 waktu Mesir. Suhu dingin benar-benar menusuk tulang. Jika tidak ingat jadwal pulang, ingin rasanya menarik kembali selimut dan melanjutkan tidur.
Dengan perjuangan saya
geser selimut. Pelan-pelan saya bangun. Lampu kamar saya nyalakan.
Ibuk segera bangun.
Begitu juga dengan Mama Elly. Kami pun segera beraktivitas untuk mempersiapkan
keberangkatan pulang. Tetiba telepon kamar berdering. Rupanya dari resepsionis
yang mengingatkan bahwa kami harus bangun. Mereka juga akan mengambil koper
untuk dibawa ke resepsionis.
Kami pun bebersih dan
mempersiapkan segala sesuatu untuk check out. Bagian demi bagian kamar
dicek untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Pengecekan ini penting karena
mungkin saja ada yang tertinggal.
Setelah yakin tidak ada
yang tertinggal, kami bertiga menuju lobi hotel. Nur Hasan, pendamping kami,
ternyata juga baru saja datang dengan membawa makanan untuk sarapan. Secara
ramah, sebagaimana biasa, beliau menyapa kami.
Satu persatu anggota
rombongan datang dan segera masuk mobil. Nur Hasan menjelaskan bahwa beliau
tidak menemani ke bandara. Di sana sudah ada orang yang akan membantu mengurus
sampai check in.
Hanya perlu waktu
sekitar setengah jam perjalanan dari hotel ke bandara. Pada jam sepagi itu,
bandara sudah sangat ramai. Orang sudah antri untuk masuk ke dalam bandara.
Paling males itu
menjalani prosedur masuk ruang tunggu. Menurut saya prosesnya cukup rumit. Tas masuk tempat scan. Itu jugaa kadang antri panjang.
Apalagi di bagian imigrasi.
Meskipun malas ya tetap
harus dijalani. Saya kira memang ini demi kebaikan bersama. Bisa dibayangkan
bagaimana bahayanya penerbangan jika ada penumpang membawa barang yang
membahayakan.
Di luar negeri, salah
satu problemnya adalah bahasa. Jika tidak ada dialog ya aman saja. Jika ada
pertanyaan, di situ kadang ada persoalan.
Selama perjalanan, saya selalu berusaha berada di belakang
Ibuk. Tujuannya agar kalau ada pertanyaan bisa membantu menjawab. Seandainya pun tidak bisa menjawab, minimal Ibuka da temannya
bingung he he.
Di Imigrasi Mesir, petugas
bertanya ke Ibuk dalam bahasa Inggris. Ibuk menoleh ke saya.
"Yah, kui artine
pie?", tanya beliau.
Saya mendekat dan
konfirmasi yang ditanyakan.
"The second
name", katanya.
"Munaris",
jawab saya.
Petugas terdiam sejenak
lagu mengecek di komputer. Tidak lama kemudian stempel imigrasi sudah menempel.
Urusan beres.
Masuk ruang tunggu cukup
rumit pula. Petugasnya jutek, terutama yang perempuan. Tempat laki-laki dan
perempuan berbeda. Meskipun demikian semua bisa dilalui dengan baik.
Jarum jam menunjukkan
angka 07.30 ketika kami dipanggil untuk masuk pesawat. Ini merupakan episode
untuk perjalanan panjang. Sekitar sembilan jam kami akan berada di ketinggian
sebelum landing di Bandara Soekarno Hatta Jakarta.
Pengalaman perjalanan di
pesawat kali ini sungguh merupakan siksaan yang tidak terkira. Entah karena
makan apa, perut saya sakit tak terkira. Saya sampai minum dua butir Imodium.
Juga dua kali ke kamar kecil.
Saya nyaris tidak bisa
tidur karena menahan perut melilit. Ibuk yang akan ke kamar kecil saya antarkan
dan saya tunggui dari luar karena model toilet pesawat memang beda dengan
toilet pada umumnya.
Alhamdulillah, sakit
berkurang seiring perjalanan waktu. Sekitar satu
jam sebelum landing, pesawat mengalami turbulensi hebat. Bibir ini tak henti
berdoa. Dzikir dan shalawar dibaca. Alhamdulillah, semua terlewati dan pesawat
landing dengan baik.
Terminal 3 Bandara
Internasional Soekarno Hatta pukul 23.00 malam masih saja ramai. Tidak ada
sepinya. Lalu lalang orang rasanya tidak banyak
berbeda dengan siang hari.
Petugas travel Madani
Alam Semesta mengurusi hal-hal teknis, mulai bagasi sampai di imigrasi.
Profesionalitas dan pelayanan travel ini penting untuk diapresiasi. Hal inilah
yang membuat perjalanan menjadi nyaman dan sesuai dengan harapan.
Dalam beberapa
kesempatan, kami berdialog akan totalitas pelayanan yang diberikan. Ini benar-benar
memuaskan. Di Makkah dan Madinah, muthowif memberikan pelayanan sepenuh hati. Di
Mesir, pemandu juga mendampingi kami dengan totalitas.
Jika suatu saat ada
rezeki dan kesempatan umroh lagi saya kira MAS akan menjadi prioritas.
Pengalaman umroh plus Mesir kali ini sangat memuaskan. Tentu bukan hal yang
salah jika MAS menjadi prioritas.
Perjalanan Jakarta
Surabaya cukup lancar. Rasanya lega sekali akhirnya kembali ke rumah.
Perjalanan panjang namun menggembirakan telah dilalui.
Ada banyak kisah,
kenangan, dan pelajaran hidup yang sangat berharga. Meskipun tidak banyak, saya
mengabadikannya dalam catatan demi catatan. Juga dalam kompilasi foto-foto.
Solo, 24 Januari 2025
Inspiring, Prof!
BalasHapusTerima kasih
HapusAlhamdulilah selamat Prof. Naim Umroh plus Mesir. Pingin saya
BalasHapusUmroh plus Aqsa, Plus Mesir, Terkey dan Dubai. Smg Umrohnya Maqbullah
Terima kasih atas doanya Pak Haji
HapusAlkhmdulillah sudah tiba di tanah air Prof. Semoga sehat selalu bersama keluarga🙏
BalasHapusAmin. Terima kasih atas doanya.
HapusSehat selalu..bahagia bersama keluarga 🙏
BalasHapusAmin. Terima kasih atas doanya.
HapusSemoga mabrur dan mabruk
BalasHapusAmin
HapusBarakallah Prof. Perjalanan yang luar biasa
BalasHapusTerima kasih Pak Pri
HapusSeru perjalanannya Pak, spiritnya begitu terasa
BalasHapusTerima kasih
Hapus