DAMPAK
DAMPAK
Ngainun Naim
Apa yang Anda bayangkan saat melihat gambar di atas? Saya yakin ada banyak bayangan. Sebanyak Anda yang membaca coretan remeh ini.
Memang setiap orang
memiliki daya imajinasi yang bisa menginterpretasikan sebuah gambar. Tentu, karena
berbagai hal, hasil interpretasi tidak sama antara satu orang dengan orang yang lain. Meskipun demikian, ada titik temu yang bisa diamini
bersama.
Di antara bayangan
yang mungkin muncul sebagai titik temu
adalah perjuangan. Wisuda bukan sekadar ritual selesainya
sebuah studi. Menjadi sarjana, magister, dan doktor adalah akumulasi
perjuangan.
Kuliah—S1, S2, da,
S3—itu adalah jejak hidup yang tidak akan terlupakan. Jejak hidup yang tidak
selesai untuk diceritakan dalam satu pertemuan. Reuni, dalam konteks
ini, sesungguhnya merupakan upaya mengembalikan jejak hidup dalam narasi bersama.
Peristiwanya sudah berlalu. Namun kenangannya tidak
lekang oleh waktu.
Bagi yang diwisuda,
hasil dari perjuangan panjangnya selama studi terakumulasi dalam wisuda. Proses
peenyelesai studi juga menorehkan aneka kisah. Di level S1, ada yang sangat cepat selesainya. Mereka—jumlahnya
sedikit—ada yang bisa menyelesaikan studi dalam tujuh semester.
Di antara yang wisuda
ada juga yang nyaris kehilangan status sebagai mahasiswa. Mereka adalah
anggota Mapala alias Mahasiswa Paling Lama. Di sini kerja keras program
studi untuk mengkomunikasikan dengan mahasiswa sangat penting. Tentu kerja keras mahasiswa yang menjadi kunci. Jika tidak selesai pada semester 14, riwayatnya tamat.
Dalam riwayat hidupnya tertulis pernah
menempuh studi di bangku kuliah. Itu
saja. Ijasah? Sebatas harapan karena tidak berhasil diperjuangkan.
Bagi orang tua, anak
bisa wisuda adalah kebahagiaan tak terkira. Demi menghadiri wisuda, mereka
melakukan usaha yang tidak sederhana. Sebagaimana foto di atas, orang tua tidak
selalu hanya berdua. Kadang kerabat juga ikut serta.
Bisa hadir ke kampus dan menyaksikan wisuda itu
kesempatan hidup yang luar biasa. Perjuangan mereka membiayai kuliah
anak-anaknya yang kerap penuh dinamika tertunai dengan adanya wisuda.
Pada Wisuda ke-42 UIN
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung tanggal
26 Februari 2025, ada 1.000 wisudawan. Bukan jumlah yang sedikit. Tentu kita
ikut bahagia bisa mengantarkan mereka sampai ke jenjang ini.
Ada banyak hal yang
bisa dikisahkan. Ada banyak pesan yang tersampaikan. Juga ada banyak lagu yang
dinyanyikan.
Namun saya ingin
mencatat pesan penting Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Prof. Dr.
Abd. Aziz, M.Pd.I. yang terangkum dalam singkatan DAMPAK. Ini bukan dampak yang
bermakna akibat tapi akronim.
D: dedikasi. Menjadi lulusan perguruan tinggi harus memiliki dedikasi
karena inilah yang akan mempengaruhi terhadap kiprah dalam menjalani kehidupan.
Dedikasi, diakui atau tidak, menjadi salah satu kunci sukses dalam hidup.
A: aktif. Jangan malas. Aktif dalam maknanya yang luas. Hidup
dengan tingkat keaktifan terukur sangat penting dalam kehidupan.
M: mandiri. Lulus kuliah merupakan tantangan untuk mandiri. Jangan
lagi bergantung kepada orang tua. Mandiri merupakan aspek penting yang harus
diperjuangkan.
P: profesional. Ini karakter penting dalam hidup. Bekerja secara
profesional adalah bekerja dengan totalitas. Implikasinya, bekerja akan sarat
dengan prestasi.
A: amanah. Ini terlihat sederhana tetapi tidak mudah di dalam
menjalankannya. Ini berkait dengan profesional. Titik tekan amanah adalah dapat
dipercaya dan menjalankan kerja sebaik-baiknya.
K: kebanggaan. Para wisudawan harus menjadi kebanggaan bagi diri
sendiri, keluarga, dan juga institusi. Kebanggaan ini
tidak lahir dengan begitu saja. Kebanggaan adalah hasil dari akronim DAMPAK.
Tulungagung, 27 Februari 2025
Tidak ada komentar: