Potret Mental Manusia Indonesia
Judul Buku: Menjadi Pemenang atau Penumpang
(Pergulatan Mental Manusia Indonesia)
Penulis: Ainna Amalia FN
Edisi: Nopember 2014
Tebal: 181 halaman
Mental dan
moral menjadi kunci utama eksistensi sebuah bangsa. Perpaduan mental dan moral
yang positif menjadi kunci penting untuk mengantarkan sebuah bangsa menuju
kemajuan. Sementara bangsa yang masih harus bergulat dengan problem mental dan
moral akan terus berdialektika dan sibuk menyelesaikan persoalan internalnya
yang semakin hari semakin kompleks. Titik tekan konsentrasinya bukan pada
bagaimana meraih kemajuan melainkan pada bagaimana mengatasi persoalan demi persoalan
yang ada di sekitar.
Indonesia
tampaknya masih sibuk dengan dialektika mental-moral yang terus berjuang antara
kutub positif dan negatif. Kutub positif masih harus bertarung di semua lini
kehidupan dengan kutub negatif. Energi untuk bertarung inilah yang menjadikan
bangsa ini belum bisa bergerak cepat menjadi bangsa yang maju.
Buku
karya dosen muda psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya yang juga kolomnis di Jawa Pos dan Kompas ini menemukan relevansinya dalam konteks pembahasan mental
dan moral. ”Kajian mental ini menjadi sangat penting, karena Indonesia saat ini
menghadapi berbagai masalah yang pelik”, tulis K.H. Sholahuddin Wahid dalam
kata pengantar. Menyimak tulisan demi tulisan dalam buku ini akan terlihat
bagaimana penulisnya mampu memetakan secara jeli persoalan mental yang dihadapi
oleh bangsa ini.
Tulisan
pertama dari 40 tulisan di buku ini semakin mempertegas signifikansi persoalan
mental ini. Tulisan yang berjudul Akademikus
Mental Penumpang mengulas tentang fenomena mental di kalangan akademikus. Meminjam
kategori Rhenald Kasali, Ainna Amalia FM membagi akademikus menjadi dua; passengers (penumpang) dan drivers (pengemudi). Akademikus penumpang
bermental instan. Mereka tidak peduli proses. Mereka inilah yang justru menjadi
benalu dan merusak mental bangsa. Mereka menjadi pendidik yang dalam
perilakunya justru bertolak belakang dengan apa yang mereka ajarkan. Sementara akademikus
pengemudi adalah akademikus jujur yang memelihara nilai-nilai moral, nilai
proses dan mempertahankan mental positif. Akademikus jenis inilah yang
seharusnya mendapatkan perhatian karena mereka yang menjaga mental bangsa ini
selalu dalam kondisi yang lebih baik.
Problem
mental terjadi tidak hanya di dunia pendidikan, tetapi telah merambah hampir
semua bidang kehidupan; ekonomi, budaya, politik, keluarga, hingga agama. Secara
jeli Ainna Amalia FN memotret persoalan demi persoalan dari persoalan mental
yang menjangkiti berbagai lini kehidupan tersebut. Sudut pandang psikologi dan
agama menjadikan setiap ulasan dalam buku ini terasa menyentuh ke kesadaran
psikologis setiap pembacanya. Sebagaimana bisa disimak dari setiap kolom yang
ditulisnya di koran, tulisan dalam buku ini mampu menyuguhkan realitas yang
rumit dalam bingkai yang sederhana dan mudah dicerna.
Ulasan dalam
buku ini juga tidak terjatuh pada pesimisme. Persoalan memang banyak, tetapi
bukan berarti tidak ada solusi. Justru di sinilah sisi menarik buku ini. Setiap
persoalan yang dibahas selalu dicarikan perspektif penyelesaiannya.
Sebagai
kumpulan artikel yang dimuat di berbagai media massa, buku ini memang kurang
fokus. Sebagaimana karakteristik buku sejenis, topik yang dibahas memang cukup
luas. Selain itu, sistematika yang digunakan juga cukup longgar sehingga
pembaca diajak untuk meloncat dari satu topik ke topik yang lain. Memang, antara
satu topik dengan topik yang lain ada benang merah yang menghubungkan. Tetapi tetap
saja kondisinya berbeda jika dibandingkan dengan sebuah buku yang sejak awal
memang didesain sebagai sebuah buku utuh.
Sebagai
orang yang sedang belajar menulis, saya sangat mengapresiasi terhadap kehadiran
buku ini. Buku ini adalah rekaman pemikiran penulisnya atas mozaik yang
terserak dari beragam fenomena yang berhasil ditangkap. Sebuah karya tulis yang
dibukukan, bagi saya, merupakan ikhtiar berharga penulisnya yang memiliki makna
penting dalam jejak sejarah peradaban. Dunia buku, apa pun bentuknya, harus
terus ditumbuhkembangkan agar bangsa ini semakin maju. Dan penulis buku ini
telah memberikan kontribusi pentingnya dalam kerangka kemajuan yang semacam
itu.
Sebagai
penutup, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada penulis buku ini yang
telah ”bersedekah ilmiah”—istilah Prof. Koentjoro pada bagian endorsment—karena hanya sedikit akademisi
yang mau meluangkan waktunya untuk menulis. Saya kira kalau penulis buku ini
terus menjaga ritme menulisnya maka akan semakin banyak karya yang dihasilkan. Sebagaimana
dikatakan penulis buku ini pada bagian pengantar, ”Untuk bermental juara butuh
proses panjang yang tak selalu mudah”. Sebagaimana ilmuwan yang secara
bersemangat menyerukan pentingnya mental
juara, penulis buku ini akan mampu menunjukkan mental juara di karya-karya
selanjutnya. Semoga.
IAIN Tulungagung, 3
Desember 2014
Ngainun Naim
Tidak ada komentar: