SELAYANG PANDANG BUKU “GELIAT LITERASI”
Catatan menarik mahasiswa saya:
Oleh :
Mohammad Khadziqun Nuha
Jum’at pagi 16
Ramadhan lalu, seperti biasa kubuka situs jejaring sosial yang paling kugandrungi,
yakni facebook. Kudapati dosen yang sangat getol menyebarkan
semangat menulis dan membaca di kampusku update status. Ya! Dosen yang telah
menghasilkan karya seperti the power of reading dan the power of
writing (mungkin sebentar lagi menulis buku the power rangers) itu
mengunggah postingan di media sosial nomor wahid dinegeri ini dengan
status yang berbunyi:
“Akhirnya
Terbit Juga. Lega. Ya, itulah kata yang bisa mewakili untuk mengungkapkan rasa
syukur atas terbitnya buku bersama “Geliat Literasi”. Buku yang ditulis oleh
para dosen, mahasiswa dan stakeholders IAIN Tulungagung ini bisa terbit setelah
melalui perjuangan yang melelahkan. Melelahkan bagi editornya karena ternyata
mengedit itu jauh lebih capek dibandingkan menulis artikel karya sendiri. Jam 5
tadi pagi sebuah telpon masuk. Ternyata agen travel yang mengabarkan buku sudah
sampai. Jadi agenda hari ini adalah mengambilnya.”
Kontan ini
membuatku teriak kegirangan karena penantianku akan karya pertamaku yang dipublish
dalam bentuk buku beberapa bulan ini akhirnya berujung. Bersama 60
kontributor lain yang menulis pada buku “keroyokan” setebal 318 halaman ini
telah lahirlah buku yang diberi nama “GELIAT LITERASI” untuk menjawab mati
surinya semangat berliterasi di kampus santri tersebut. Kabar telah terbitnya
buku tersebut yang mendekati nuzulul qur’an keesokan harinya menambah
semangat membaca (dan juga menulis) kian menggelora. Seperti kita ketahui, ayat
pertama kitab suci umat Islam yang turun ke baitul izzah ini adalah kata
iqra! bacalah! Sehingga nuzulul buku ini berbanding lurus dengan spirit
nuzulul qur’an yang mengusung tema yang sama.
Pada bagian awal
dari buku, muqodimah disampaikan langsung oleh Sang Editor buku yang
merupakan pemrakarsa lahirnya buku ini serta pegiat literasi di kampus yang
belum lama beralih status menjadi IAIN ini, yakni Bapak Ngainun Naim. Beliau
menyebutkan bahwa untuk menciptakan kemajuan peradaban salah satunya dengan
menumbuhkembangkan tradisi literasi. Perguruan tinggi diharapkan sebagai motor
penggerak untuk melajunya proses literasi tersebut. Terlebih apabila ditinjau
dari model pembelajaran di jenjang pendidikan yang satu ini mengharuskan
mahasiswa untuk aktif membaca yang kemudian dituangkan dalam bentuk bahasa
tulis berupa makalah, paper, serta tugas akhir lainnya. Selain
mahasiswa, dosen juga sangat akrab dengan dunia literasi. Selain kewajiban
mengajar, seorang dosen juga diharuskan untuk melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Sehingga membaca dan menulis memang seharusnya
dikuasai oleh dosen dan mahasiswa
Namun nampaknya,
di IAIN Tulungagung, passion diranah literasi belum tumbuh subur bak
jamur dimusim penghujan. Sehingga Sang Editor dan beberapa anggota Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Tulungagung merasa
tergerak untuk mengadakan event yang dapat mewadahi civitas akademika
kampus yang ingin meningkatkan keterampilan didunia literasi setelah melalui
diskusi yang cukup panjang dikantor lembaga tersebut. Langkah selanjutnya
adalah menyosialisasikan rencana tersebut disejumlah media sosial macam
facebook serta disebarkan brosur ditempat yang strategis di kampus. Dalam
selang waktu sekitar 1,5 bulan telah menghimpun kontributor yang sangat
mencengangkan yakni diatas 60 karya. Para penulis berasal dari dosen,
mahasiswa, alumni dan praktisi pendidikan yang bergerak didunia literasi.
Buku ini merupakan
manifestasi nyata bangkitnya gerakan literasi di IAIN Tulungagung. Ternyata
apabila digali lebih dalam lagi, begitu banyak potensi yang tersimpan dari
civitas akademika IAIN Tulungagung. Perpaduan modal sosial antara dosen,
mahasiswa, alumni dan praktisi pendidikan yang bergerak didunia literasi dapat
menciptakan iklim positif untuk meningkatkan budaya literasi. Hal ini
diharapkan menjadi penanda perubahan ke arah yang lebih baik demi kemajuan
kampus yang lebih luas.
Dalam buku ini,
kita akan mendapati curahan hati beberapa penulis tentang dunia literasi,
hambatan, semangat didunia literasi, pengalaman didunia literasi, tips literasi
yang dibungkus dalam suatu buku bersama. 61 kontributor itu berarti terdapat 61
ide berbeda yang berusaha mengupas tentang seluk beluk dunia literasi. Jumlah
ini merupakan jumlah yang cukup fantastis untuk suatu gerakan awal demi
menciptakan tradisi literasi di suatu kampus.
Termasuk
didalamnya, pada karya ke-37 adalah tulisanku yang berjudul “KARIKATUR
LITERASI” yang terdapat pada halaman 202. Sebuah judul karya merupakan magnet
tersendiri bagi calon pembaca sebelum mendalami isi karya tersebut. Apabila
mendapati judul karya yang eye catching dan easy listening tentunya
itu dapat membangkitkan animo calon pembaca untuk mengetahui konten karya
tersebut, begitu sebaliknya.
Berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesia, karikatur merujuk pada makna yang berarti sebuah
gambar olok-olok yang mengandung pesan, sindiran, dan sebagainya. Dengan analogi
tersebut, aku ingin memberikan gambaran konkret berdasarkan pengamatanku berupa
“sentilan halus” mengenai realita didunia literasi dengan segala intriknya.
Semangat literasi, baik membaca maupun menulis, memang perlu diupgrade meski
didalamnya masih terdapat ganjalan yang dapat melemahkan semangat
tersebut.
Dalam karya yang
kutulis hanya dalam sehari dan itu pun kukirimkan pada hari terakhir deadline
pengumpulan karya ini, membaca dan menulis merupakan dua hal yang ingin kukupas
tuntas. Dimulai dari kelebihan membaca dan menulis, hambatan, alasan mengapa
kita harus berliterasi, serta secara implisit maupun eksplisit kusebutkan trik
untuk menciptakan tradisi literasi. Metafora, alusio, hiperbola, ironi bahkan
sinisme yang merupakan gaya tulisanku menghiasi setiap kalimat dalam karyaku.
Selain itu, aku juga memaparkan sejumlah tokoh yang berhasil dengan dunia
literasi untuk lebih meyakinkan pembaca.
Fokus tulisanku
ini adalah berupa kritik sosial kepada orang yang masih rendah semangatnya
dalam dunia literasi dengan berbagai problematikanya. Sebenarnya, hal tersebut
juga kutujukan kepada diriku sendiri karena spirit literasiku juga
fluktuatif. Ketika semangatku tinggi, berbagai karya dapat kuhasilkan. Jika
rendah, bahkan untuk membuat satu karya pun aku harus tertatih-tatih. Hal ini
wajar, semua orang juga akan mengalami hal tersebut. Yang terpenting adalah
bagaimana kita menyikapi dan mengatasi hal tersebut.
Penasaran dengan
isi tulisanku dan sekitar enam puluh penulis lainnya? Segera dapatkan buku yang
berjudul “GELIAT LITERASI” yang merupakan semangat membaca dan menulis dari
IAIN Tulungagung ini. Setelah membaca, kujamin tidak akan ada kata penyesalan
yang terucap karena banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari buku
ini. Lebih lanjut, hindari untuk membeli buku yang bajakan karena cara kita
memberikan respect kepada penulis adalah dengan membeli buku yang
original. Hehe, sudah pantaskah aku menjadi sales promotion boy?
21 Ramadhan 2015
Sangat menginspirasi pak !
BalasHapusSalam dari : zuhriwafa.blogspot.com
Terima kasih mas Zuhri.
BalasHapusmantap pak. kalo dosennya suka #NGEBLOG, para mahasiswanya ketularan Menulis.
BalasHapusTerima kasih Mas Siwi. Saya memang berusaha membudayakan menulis di blog ke mahasiswa saya. Salam literasi.
BalasHapusMaaf, di mana saya bisa mendapatkan buku ini? Saya butuh buku ini untuk referensi penelitian saya. Terima kasih
BalasHapusBisa pesan ke saya langsung. Internet nomor WA saya 081311124546
Hapussalam kenal Kang Ngainun, ku juga mau diajak tuk nulis biar keinginanku tuk nerbitin buku bisa terwujud.
BalasHapus