Mengulas Islam Nusantara
Oleh Ngainun Naim
![]() |
Pembukaan |
Istilah
Islam Nusantara masih tetap seksi sebagai tema diskusi. Pro dan kontra
mengiringi seolah tanpa henti. Justru karena itulah topik ini memiliki magnet
tersendiri.
![]() |
Zainul Milal presentasi |
Secara
pribadi saya tidak menempatkan Islam Nusantara sebagai objek kajian unggulan.
Saya membaca buku-buku dan tulisan-tulisan tentang Islam Nusantara sebagaimana
tema-tema yang lainnya. Posisi ini tentu berbeda dengan para peneliti yang
fokus pada bidang ini.
Karena itu merupakan sebuah
kejutan saat Ketua RMI Cabang Tulungagung, Kiai Bagus Ahmadi, tiba-tiba datang
ke ruang kerja saya. Intinya beliau meminta saya untuk menjadi pembanding dalam
kegiatan bedah buku yang digelar tanggal 5 Mei 2016. Buku yang dibedah adalah
Masterpiece Islam Nusantara karya Dr. Zainul Milal Bizawie.
![]() |
Poster acara |
Tentu, saya mengiyakan.
Kepercayaan yang beliau berikan harus saya rawat secara baik. Caranya dengan
membaca secara baik isi buku yang ketebalannya nyaris menyentuh angka 600
halaman tersebut, mencari kunci-kunci penting buku, menganalisis, dan
memberikan catatan kritis. Harus jujur saya akui, saya keteteran menyediakan
waktu membaca. Saya tidak ingin menyebut kesibukan sebagai penyebab, walaupun
sesungguhnya saya lumayan banyak kegiatan. Tetapi semuanya harus dikerjakan
secara baik.
![]() |
Presentasi penulis buku |
Rabo sore Kiai Bagus Ahmadi
berkirim WA yang isinya mengingatkan bahwa kamis adalah hari pelaksanaan acara.
Saya pun mengiyakan.
Tepat
pukul 08.30 saya sampai di Kantor NU Cabang Tulungagung. Di ruangan sudah ada
Ketua PCNU, KH Abdul Hakim Mustofa dan Dr. Zainul Milal Bizawie. Bersama Dr. Milal
ada Mas Hariri dan Mbak Lala dari Penerbit Compass yang menerbitkan buku
Masterpiece Islam Nusantara.
![]() |
Foto bersama usai acara |
Satu
persatu pengurus NU hadir di kantor PCNU Tulungagung. Ada Kiai Abdul Fatah, ada
Kiai Muhson Hamdani, dan ada juga Faris Ramadan dari Perkasa FM.
Hari
sudah semakin siang. Acara pun dimulai. Faris Ramadan yang menjadi MC memulai
acara. Suaranya yang renyah menjadi daya tarik tersendiri. Maklum, penyiar
radio.
Urutan
acara pembukaan sesungguhnya tidak istimewa. Secara umum sama dengan seremoni
yang lainnya. Setelah dibuka, dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci
al-Quran. Setelah itu menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Subbanulwathan.
![]() |
Usai acara |
Giliran
sambutan Ketua PCNU, Kiai Hakim menyampaikan banyak hal. Salah satunya adalah
penjelasan tentang agenda Harlah NU ke 93 oleh PCNU Tulungagung. Bedah buku
karya Dr. Zainul Milal Bizawie adalah acara kedua dalam rangkaian Harlah NU.
Acara sebelumnya adalah pengobatan gratis yang digelar di Kecamatan Sendang.
Sedangkan acara penutupnya adalah istighasah yang akan digelar pada hari
minggu, 8 Mei 2016.
Ada
hal menarik dari pidato Kiai Hakim, yaitu tentang rendahnya apresiasi warga NU
terhadap kegiatan ilmiah. Kondisinya memang berbeda dengan kegiatan shalawatan
yang selalu dihadiri jamaah yang berjubel. Pernyataan Kiai Hakim sesungguhnya
menyiratkan kegelisahan intrinsik. Kegelisahan bahwa NU secara massa memang
kuat, tetapi secara intelektual belum sesemangat aktivitas yang melibatkan
massa.
Usai
sambutan Kiai Hakim, acara ditutup dengan doa yang disampaikan Kiai Fatah.
Setelah itu, Faris Ramadan menyerahkan acara kepada moderator, M. Kholid
Thohiri, M.Pd.I.
Setelah membacakan
biodata Dr. Zainul Milal Bizawie dan biodata saya serta pengantar ringkas,
moderator memberikan kesempatan Dr. Milal menyampaikan pokok-pokok pikirannya.
Waktu yang disediakan moderator 15 menit.
Tentu bisa
dibayangkan, 15 menit jauh dari cukup untuk sebuah presentasi. Tetapi Dr. Milal
mampu menyampaikan beberapa hal yang substansial; latar belakang buku, konteks
penulisan, signifikansi, dan peran NU. Saya menyimak secara cermat apa yang
disampaikan Gus Milal.
Giliran saya,
waktu yang disediakan juga sama, yaitu 15 menit. Saya berusaha memanfaatkan
waktu dengan menjelaskan beberapa hal. Pertama, saya lebih nyaman disebut
pembahas daripada pembanding.
Kedua, saya sudah
menelaah tujuh buku dengan tema Islam Nusantara. Harus jujur diakui buku Dr.
Milal paling komprehensif dan melengkapi kajian-kajian sebelumnya. Buku ini
berbobot bukan hanya karena ketebalan isinya, tetapi juga berbobot isinya.
Ketiga, periode
1830-1945 sebagai batasan waktu merupakan pilihan menarik. Periode ini jarang
dilakukan telaah dan riset mendalam. Dr. Milal berhasil menghadirkan sejarah
tersembunyi yang jarang disentuh.
Keempat, fokus
jejaring menjadikan akar geneologi keilmuan dan konteks relasinya menjadi jelas
terbaca. Konteks sekarang banyak yang tidak paham (atau sengaja dikaburkan)
terhadap jejaring ini.
Sebagai catatan,
buku karya Dr. Milal penting ditindaklanjuti dengan menghadirkan narasi-narasi
lokal yang cenderung terabaikan. Sesungguhnya ada begitu banyak tokoh penting
di setiap daerah, termasuk Tulungagung. Karena tidak berada di arus sejarah
utama, mereka menjadi terabaikan.
Bedah buku
berlangsung sangat meriah. Para peserta sangat antusias bertanya. Dua sesi yang
disediakan tidak mampu mengakomodasi semua pertanyaan. Jika melihat antusias
yang sedemikian tinggi, diharapkan spirit tersebut bisa ditransformasikan ke
dalam gerak institusi untuk kemajuan. Semoga.
Trenggalek, 7-9 Mei 2016
Tidak ada komentar: