Menulis Tanpa Siksaan
Oleh Ngainun Naim
![]() |
Buku Sidik Nugroho |
Buku-buku tentang menulis
selalu menarik perhatian saya. Saya selalu menemukan spirit, informasi, dan
pengetahuan tentang menulis dari buku-buku semacam itu. Setelah membacanya,
saya bisa memperbaiki keterampilan saya dalam menulis.
Memang tidak semua buku
tentang menulis saya beli. Ada yang saya baca di toko buku, perpustakaan,
diberi penulisnya, atau saya pinjam dari teman. Hanya buku-buku tertentu yang
saya beli setelah mempertimbangkan berbagai hal.
Beberapa waktu lalu saya
membeli via online sebuah buku karya Sidik Nugroho. Buku tersebut berjudul
"Menulis untuk Kegembiraan" (Pontianak: Penerbit Buana Karya, 2016).
Karena diterbitkan secara mandiri, membelinya harus langsung ke penulisnya.
Buku karya Sidik Nugroho
sudah tamat saya baca di sela-sela kesibukan beraktivitas sehari-hari. Saya
menemukan beberapa hal penting dari buku tersebut.
Pertama, pentingnya proses.
Pada halaman 11 Sidik Nugroho menulis bahwa sebuah karya besar itu tidak ada
yang lahir secara instan. Sebuah karya besar lahir melalui proses panjang yang
berkesinambungan. ”Karya yang besar lahir karena sebuah ilmu benar-benar
digeluti dengan intensitas dan pengorbanan tidak setengah-setengah, pula
disertai meditasi,” tulis Sidik Nugroho.
Kedua, inti dari spirit di
buku karya Sidik Nugroho adalah menulis untuk kegembiraan; menulis tanpa
siksaan. Bisa menulis itu harus disyukuri. Menulis itu harus dinikmati. Itulah
yang menjadikan menulis dilingkupi kegembiraan. Orientasi material mungkin
menyenangkan, tetapi bisa menyiksa.
Ketiga, menulis itu harus
dilakukan dengan totalitas. Aspek ini menyadarkan saya bahwa totalitas itu
menentukan keberhasilan menulis. Kurangnya totalitas menyebabkan proses menulis
kurang berjalan maksimal. Penting bagi kita belajar pada totalitas musikus
dunia, Beethoven;
”Pada musim dingin atau musim
panas, Beethoven bangun pagi saat matahari terbit. Kemudian, dia duduk di meja
tulisnya, dan terus menulis sampai waktu makan siang pada pukul dua atau tiga
sore. Pekerjaannya tidak pernah putus kecuali untuk berjalan-jalan mencari
udara segar, tetapi selalu dengan membawa notes untuk menuliskan inspirasi
segar yang didapatinya saat berjalan-jalan” (h. 16-17).
Keempat, terus belajar.
Menjadi penulis tidak boleh sombong dengan berhenti belajar. Jika ingin berhasil,
belajar harus terus dilakukan sepanjang usia. Sebenarnya masih ada banyak hal
penting lain yang bisa diperoleh dari buku ini. Jika Anda rajin menelaah
isinya, Anda akan menemukan banyak ilmu yang bermanfaat. Salam.
Pondok Pesantren MIA Tulungagung, 26-5-2016.
Kalimat ”Karya yang besar lahir karena sebuah ilmu benar-benar digeluti dengan intensitas dan pengorbanan tidak setengah-setengah, pula disertai meditasi,” memberi inspirasi
BalasHapusBelajar Teknologi@ terima kasih atas apresiasinya.
HapusTerima kasih atas apresiasi ini, Pak Ngainun. Senang sekali membacanya. Salam literasi.
BalasHapusSama-sama Mas Sidik Nugroho. Senang juga bisa membaca buku Mas Sidik. Salam.
BalasHapus