Sarapan Pecel
Oleh Ngainun Naim
Beliau tokoh penting. Tokoh
agama lagi. Tetapi pagi itu pernyataannya membuat saya tersentak.
”Saya tadi pagi sarapan pecel
uenak banget,” katanya.
Saya yang duduk di sebelahnya
melongo. Bagaimana mungkin? Ini kan bulan puasa? Ia kan sehat-sehat saja?
Ia kemudian melanjutkan
ceritanya dengan santai. Ia ceritakan bahwa nasinya masih panas, sambalnya enak
banget, plus rempeyeknya yang gurih. Betul-betul kena di lidah. Aduh, semakin
tidak jelas saja.
Saya hormati beliau dengan
terus menyimak ceritanya tanpa menyela. ”Selesai makan mau minum teh hangat lo
mas, la kok ibuknya membangunkan,” tuturnya dengan kecewa.
Oalah, ternyata sarapannya
mimpi. Dan mimpi itu terjadi karena beliau tidak sahur pagi tadi. Magrib masih
beberapa jam lagi. Tak usah risau. Mari tingkatkan keimanan dan ibadah kita.
Salam Pecel.
Tulungagung, 1 Juli 2015.
hahahaha .... kocak .... lebih kocak lagi, saya baru baca tulisan ini sekarang. Lima tahun kemudian, bahkan lima tahunnya nyaris lebih sebulan.
BalasHapusApa kabar, Pak?
salam literasi dari Jogja.