Menggali Hikmah untuk Kemajuan Hidup
Judul Buku: Secercah Cahaya Hikmah, Pendar-Pendar Mutiara
Hikmah Dari Al-Qur’an, Al Hadits, dan Kearifan Para Ulama-Cendekia
Penulis: Joyojuwoto
Penerbit: Pustaka Ilalang Lamongan
Edisi: November 2016
Tebal: xxiv+120 halaman
ISBN: 9786027458253
Peresensi: Ngainun
Naim
Satu hal penting yang
menentukan kemajuan kehidupan seseorang, yaitu motivasi. Motivasi merupakan
energi yang menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara lebih
bertenaga. Sebuah aktivitas yang dilakukan penuh motivasi hasilnya akan jauh
lebih baik dibandingkan dengan sebuah aktivitas tanpa motivasi.
Motivasi bisa datang dari
diri sendiri, bisa juga dari luar. Dari mana pun datangnya, motivasi itu sangat
penting. Bukan hal penting untuk memperdebatkan mana yang lebih baik antara
motivasi internal dan motivasi eksternal. Sebab yang justru lebih penting
adalah bagaimana memiliki motivasi untuk kemudian ditransformasikan menjadi
energi agar menjadi insan yang lebih baik.
Pada perspektif inilah buku
karya santri asal Tuban, Joyojuwoto, menemukan titik signifikansinya. Buku karya
santri tulen ini berisi kumpulan kata-kata hikmah dari berbagai sumber. Secara kreatif
Joyojuwoto memulai bahasan tiap bagian dengan menukil dalam bahasa Arab
kata-kata hikmah tertentu lalu menafsirkannya dalam konteks yang luas.
Saya menganjurkan
teman-teman sekalian membaca buku ini. Sungguh, buku ini adalah buku bergizi. Teman-teman
bisa menghubungi penulisnya di facebook jika ingin memiliki buku ini. Saya sendiri
memiliki buku ini atas jasa baik Mas Joyojuwoto karena saya memberikan sapatah
dua patah kata terhadap terbitnya buku ini.
Membaca itu penting, bahkan
sangat penting. Pentingnya membaca buku diulas pada tulisan yang berjudul
“Teman yang Baik itu Bernama Buku”. Mengutip sebuah kata mutiara yang cukup
terkenal, “Sebaik-baik teman duduk di segala masa adalah buku”, Joyojuwoto
menguraikan secara apik tentang signifikansi buku dalam kehidupan. Setelah
menguraikan secara panjang lebar, ia memperkuat argumentasinya dengan mengutip
pendapat Al-Jahiz.
“Buku adalah teman
duduk yang tidak akan memujimu secara berlebihan, sahabat yang tidak akan
menipumu, dan teman yang tidak membuatmu bosan. Dia adalah teman yang sangat
toleran, yang tidak akan mengusirmu. Dia yang tidak akan memaksamu mengeluarkan
apa yang kamu miliki. Dia tidak akan memperlakukanmu dengan tipu daya, tidak
akan menipumu dengan kemunafikan, dan tidak akan membuat kebohongan” (h. 56).
Tetapi membaca saja tanpa
diikuti tindakan setelah membaca menjadi kurang bermakna. Membaca—termasuk membaca
kata-kata mutiara di buku ini—seharusnya bukan menjadi langkah terakhir
melainkan salah satu langkah untuk melakukan transformasi diri. Secara tegas
Joyojuwoto menulis bahwa hikmah, mahfudzat,
dan sejenisnya seharusnya bukan sekadar teori. Ia akan sakti jika diamalkan.
Istilah Joyojuwoto, hikmah itu bukan sekadar mantra, tetapi juga laku (h. 29).
Justru karena itulah maka
kata-kata hikmah di buku ini bisa diposisikan sebagai titik pijak atau sebagai
sumber energi untuk kemajuan hidup. Ada begitu banyak hikmah yang bisa
diberdayakan dalam kerangka transformasi diri.
Aspek yang saya kira menarik
untuk dieksplor lebih jauh pada catatan ini adalah pemikiran Joyojuwoto tentang
peradaban. Joyojuwoto menulis bahwa peradaban itu terbangun dari tiga hal,
yaitu: tinta, pena dan tulisan (h. 6-7). Pemikiran Joyojuwoto ini menarik untuk
direnungkan, dihayati dan dikontekstualisasikan dalam berbagai bidang
kehidupan. Kehidupan yang maju ditopang oleh produk tiga pilar peradaban.
Substansi tiga pilar tersebut sesungguhnya adalah literasi.
Joyojuwoto juga mengajak
kita semua untuk bergerak menciptakan kerukunan. Konflik yang begitu mudah
tersulut sesungguhnya tidak menguntungkan sama sekali. Realitas ini menunjukkan
bahwa persaudaraan kini semakin memudar. Landasan ideologis berupa agama Islam
yang sesungguhnya merupakan alasan terkuat bagi terbangunnya persaudaraan kini
sulit untuk ditemukan lagi. Padahal, persaudaraan itu merupakan kesempurnaan
iman. Konsekuensinya, di antara orang yang bersaudara harus saling menjaga,
saling mengingatkan, dan saling mencintai (h. 52). Renungan tentang
persaudaraan oleh Joyojuwoto ini menemukan relevansi dan kontekstualisasinya
dalam kehidupan sekarang ini. Jangan sampai kita menjadi manusia yang
bertengkar karena perbedaan sebab perbedaan—jika dipahami secara
baik—sesungguhnya merupakan rakhmat.
Ada banyak hal lain yang
bisa kita gali dan kontekstualisasikan dari buku ini. Salah satu substansi dari
buku ini adalah agar kita selalu berada dalam garis kebajikan. Kebajikan sesungguhnya
bukan sebatas sebagai teori, tetapi bagaimana diterjemahkan menjadi bagian
tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari.
Sebagai catatan, buku ini
akan lebih bagus jika cover dan layout diperbaiki sehingga menjadi lebih mantap.
Editing juga diperlukan untuk mengurangi salah ketik. Penulisan ayat Al-Qur’an
di halaman 72 dan 73 sebaiknya dicek ulang.
Terlepas dari sedikit
catatan tersebut, buku ini tetap signifikan untuk memperkaya makna hidup. Tulisan Arab dan terjemahnya sangat membantu
pembaca yang kurang menguasai bahasa Arab. Membaca buku ini dan merenungi
maknanya bisa memberikan manfaat positif bagi kehidupan.
Membaca ulasan tentang buku "Secercah Cahaya Khikmah" rasanya sangat pantas untuk memiliki dan membaca buku ini
BalasHapusterima kasih pak untuk informasinya
Terima kasih telah membaca ulasan saya ini. Silahkan menghubungi Mas Joyojuwoto. Semoga stok buku masih ada.
Hapus