Pesan Berantai Penjaga Makam Nabi

September 06, 2017


Oleh Ngainun Naim
 
Prof. Dr. Karel Steenbrink. Sumber gambar: http://nicmcr.org/rethinking-indonesias-islam-nusantara.
Saat itu saya masih duduk di bangku MTsN Tunggangri Kalidawir Tulungagung. Kejadiannya sekitar tahun 1990.
Suatu hari seorang teman sekelas membagikan lembaran foto kopi sebuah tulisan tangan. Isinya kalau tidak salah ingat dari penjaga makam Rasulullah. Di dalam lembaran foto kopi tersebut dijelaskan bahwa barangsiapa yang membacanya diharuskan memfotokopi 10 lembar dan menyebarkannya jika tidak ingin celaka.
Anda tentu bisa membayangkan psikologi seorang siswa MTsN. Takut, kuatir dan seterusnya menjangkiti. Karena takut, beberapa teman sekelas segera memfotokopi dan menyebarkannya.
Saya tidak melakukannya. Bukan karena pemberani. Bukan karena tidak takut dengan ancaman di dalam surat itu. Sama sekali bukan. Saya tidak melakukannya semata-mata karena memang tidak memiliki uang untuk foto kopi. Kondisi perekonomian keluarga saat itu berada di titik nadir. Bisa sekolah saja sudah merupakan anugerah besar yang harus saya syukuri.
Tahun 2017 ini pesan tersebut bermetamorfosis menjadi pesan berantai di berbagai grup WA. Isinya nyaris sama. Tentu ada modifikasi di sana-sini.
Seorang kolega mengirimkannya ke WA saya. Dia berpendidikan cukup tinggi. Punya pengalaman ke luar negeri. Tetapi WA nya kerap berisi hoax semacam itu.
Saya cukup terkejut saat membaca buku Karel Steenbrink yang berjudul Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942) yang diterbitkan oleh Gading Yogyakarta tahun 2017. Di buku tersebut dijelaskan bahwa pada tahun 1891, beberapa jamaah haji yang kembali ke tanah air membawa surat aneh yang telah beredar di dunia Islam(h. 229). Inti surat nyaris sama dengan catatan di atas. Surat itu kemudian dilarang karena membawa implikasi politik yang tidak menguntungkan pihak Belanda.
Jika mencermati data Steenbrink, surat semacam itu ternyata sudah berumur ratusan tahun. Setiap masa terus disebar dengan sedikit modifikasi. Padahal, kebenarannya layak dipertanyakan.
Sepanjang masyarakat masih mempercayai hal-hal semacam itu, "hoax" semacam itu akan terus ada.

Tulungagung, 5-9-2017

4 komentar:

  1. Saya jadi ingat pernah mendapat pesan berantai yang bunyinya mirip seperti itu, tapi dengan cara mengirimkan lewat sms

    BalasHapus
  2. Saya juga pernah membaca edaran itu saat masih duduk di bangku MI. Dan ketika saya sudah bekerja di Surabaya, saya juga mendapatkan edaran itu yg isinya pun nyaris sama. Tapi sejak awal saya membaca edaran itu, saya juga tidak melakukan apa2.alasannya pun sama seperti alasannya pak Naim. Hehehee

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.