Pesan Berantai Penjaga Makam Nabi
Oleh Ngainun Naim
Saat itu saya masih duduk di bangku MTsN Tunggangri Kalidawir Tulungagung.
Kejadiannya sekitar tahun 1990.
Suatu hari seorang teman sekelas membagikan lembaran foto kopi sebuah
tulisan tangan. Isinya kalau tidak salah ingat dari penjaga makam Rasulullah. Di
dalam lembaran foto kopi tersebut dijelaskan bahwa barangsiapa yang membacanya
diharuskan memfotokopi 10 lembar dan menyebarkannya jika tidak ingin celaka.
Anda tentu bisa membayangkan psikologi seorang siswa MTsN. Takut, kuatir
dan seterusnya menjangkiti. Karena takut, beberapa teman sekelas segera
memfotokopi dan menyebarkannya.
Saya tidak melakukannya. Bukan karena pemberani. Bukan karena tidak takut
dengan ancaman di dalam surat itu. Sama sekali bukan. Saya tidak melakukannya
semata-mata karena memang tidak memiliki uang untuk foto kopi. Kondisi perekonomian
keluarga saat itu berada di titik nadir. Bisa sekolah saja sudah merupakan
anugerah besar yang harus saya syukuri.
Tahun 2017 ini pesan tersebut bermetamorfosis menjadi pesan berantai di
berbagai grup WA. Isinya nyaris sama. Tentu ada modifikasi di sana-sini.
Seorang kolega mengirimkannya ke WA saya. Dia berpendidikan cukup tinggi.
Punya pengalaman ke luar negeri. Tetapi WA nya kerap berisi hoax semacam itu.
Saya cukup terkejut saat membaca buku Karel Steenbrink yang berjudul Kaum
Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942) yang diterbitkan oleh
Gading Yogyakarta tahun 2017. Di buku tersebut dijelaskan bahwa pada tahun
1891, beberapa jamaah haji yang kembali ke tanah air membawa surat aneh yang
telah beredar di dunia Islam(h. 229). Inti surat nyaris sama dengan catatan di
atas. Surat itu kemudian dilarang karena membawa implikasi politik yang tidak
menguntungkan pihak Belanda.
Jika mencermati data Steenbrink, surat semacam itu ternyata sudah berumur
ratusan tahun. Setiap masa terus disebar dengan sedikit modifikasi. Padahal, kebenarannya
layak dipertanyakan.
Sepanjang masyarakat masih mempercayai hal-hal semacam itu,
"hoax" semacam itu akan terus ada.
Saya jadi ingat pernah mendapat pesan berantai yang bunyinya mirip seperti itu, tapi dengan cara mengirimkan lewat sms
BalasHapusYa Mbak. Banyak bentuknya.
HapusSaya juga pernah membaca edaran itu saat masih duduk di bangku MI. Dan ketika saya sudah bekerja di Surabaya, saya juga mendapatkan edaran itu yg isinya pun nyaris sama. Tapi sejak awal saya membaca edaran itu, saya juga tidak melakukan apa2.alasannya pun sama seperti alasannya pak Naim. Hehehee
BalasHapusHe he he bisa saja
Hapus