Mari Hidup Secara Harmonis

November 08, 2018

Oleh Ngainun Naim
 
Gambar yang sesungguhnya kurang mendukung isi tulisan he he he
Jangan pernah memimpikan adanya keseragaman seluruh masyarakat Indonesia. Itu mustahil. Masyarakat Indonesia itu sudah sangat berwarna. Ada banyak agama, suku, bahasa, budaya, dan berbagai bentuk keanekaragaman lainnya. Jadi memimpikan keseragaman—apalagi berupaya untuk mewujudkannya dalam kehidupan dengan cara pemaksaan—adalah suatu hal yang absurb.
Justru yang jauh lebih penting adalah bagaimana mengelola kondisi masyarakat kita yang beranekaragam itu secara baik. Menurut para ahli, keanekaragaman itu bisa menjadi anugerah, bisa juga menjadi bencana. Menjadi anugerah manakala keanekaragaman menghasilkan harmoni dan memperkaya warna kehidupan. Masyarakat saling mengisi, saling memperkaya, dan saling memberikan makna satu sama lain.
Namun semuanya berubah menjadi bencana manakala saling menegasikan. Tidak ada lagi penghargaan. Adanya pemaksaan. Masing-masing pihak merasa paling benar. Pada kondisi semacam ini, permusuhan menjadi sesuatu yang tidak bisa untuk dihindarkan.
Jujur saya resah melihat kehidupan sosial politik kita hari-hari ini. Saling menjatuhkan, mencari kelemahan, saling buka aib, dan saling serang semakin membanjiri semua jejaring sosial dan media; cetak maupun elektronik. Rasanya sulit memahami realitas yang sesungguhnya. Ini memang zaman di mana kompetisi dan persaingan menguasai media begitu menentukan.
Melihat realitas yang semacam ini, rasanya penting untuk mencari kejernihan. Jika hanya menurutkan emosi, tentu kita yang rugi. Yang kita butuhkan sekarang ini adalah saling menghargai, menghormati, dan memposisikan masing-masing secara objektif, rasional, dan empatik. Saling menjatuhkan bukan sebuah pilihan bijak. Jika pun Anda mendukung calon tertentu, tidak perlu dengan menjelekkan calon yang lainnya.
Mari berpikir jernih. Apa yang akan diperoleh dari semua jenis pertengkaran ini? Apa relevansinya bagi kemashlahatan bagi bangsa ini secara keseluruhan?
Tidak ada. Ya, jika cara-cara tidak manusiawi semacam ini yang terus dikembangkan, bangsa ini akan bangkrut. Persatuan hanya akan sekadar mimpi. Kesatuan bangsa tidak mungkin ada lagi. Indonesia pun sangat mungkin hanya tinggal imaji.
Tentu kita tidak menginginkan hal yang semacam ini. Mari sekarang kita berpikir dengan hati dan pikiran yang jernih agar bisa terwujud harmoni.
Berkaitan dengan harmoni, saya menemukan penjelasan yang sangat menarik dari Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Lewat bukunya yang sangat menarik, Islam yang Saya Pahami: Keragaman Itu Rahmat (2018: 267-268), pakar tafsir ini menulis bahwa harmoni itu tidak akan datang dengan sendirinya. Harmoni harus diperjuangkan. Usaha mewujudkan harmoni bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya dengan menerapkan keadilan dalam seluruh dimensi kehidupan, termasuk terhadap mereka yang telah berlaku jahil.
Memang tidak mudah dalam menjalankannya. Berlaku adil sendiri membutuhkan perjuangan untuk mewujudkannya. Persoalan tentu kian rumit manakala harus menerapkan sikap adil, termasuk terhadap mereka yang jahil. Tetapi itu harus diperjuangkan. Menurut M. Quraish Shihab, itu dilakukan dengan tujuan yang mulia, yaitu mencegah timbulnya kejahilan yang lebih besar. Seiring perjalanan waktu, pelaku jahil diharapkan juga berubah pikirannya. Model semacam ini disebut M. Quraish Shihab sebagai “damai dalam bentuk pasif”.
Sedangkan damai dalam bentuk aktif dilakukan melalui partisipasi aktif terhadap berbagai bentuk kegiatan. Misalnya dengan memberikan bantuan, saling bertukar bantuan, mengapresiasi orang lain, ikut berbela sungkawan, dan sejenisnya. Jika ini dilakukan maka inilah yang oleh M. Quraish Shihab disebut dengan “damai dalam bentuk aktif”.
Damai—baik aktif maupun pasif—harus terus diperjuangkan. Ini merupakan salah satu strategi untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia merupakan sebuah negara dengan tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi. Prof. Dr. Faisal Ismail dalam buku karyanya, Panorama Sejarah Islam dan Politik di Indonesia, (2017: 10-11) menyatakan bahwa heterogenitas Indonesia tertinggi di dunia. Indonesia memiliki begitu banyak tradisi, kesenian, kultur, bahasa, dan kelompok etnis. Justru karena itulah maka tantangan menjaga persatuan dan kesatuan menjadi sangat besar.
Berkaitan dengan ini, saya menemukan nasihat menarik dari K.H. Mustofa Bisri. Beliau mengatakan, ”Persaingan untuk mendapatkan kemuliaan seharusnya dengan beradu kemuliaan. PENYANJUNGmu suatu saat bisa menjadi PEMAKImu. Demikian juga sebaliknya. Maka jangan berlebihan menyanjung atau memaki”.
Nasihat ini terasa tepat untuk disuarakan sekarang ini. Mari kita jaga persatuan dan kesatuan. Perbedaan itu biasa saja. Jangan diperuncing. Tidak ada manfaatnya. Mari bersama hidup dengan harmonis.

Tulungagung, 8 November 2018

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.