Istana Kesultanan Tidore Nan Eksotik
Ngainun Naim
Bus
yang disediakan Pemerintah Kota Tidore berbelok menuju sebuah tanjakan, lalu
masuk dari arah utara gerbang kesultanan atau Kadaton Kie. Sebuah bangunan
eksotik di perbukitan berdiri kokoh menghadap ke arah laut lepas. Sungguh pemandangan
yang sangat indah.
Saya
hanya mengenal Kesultanan Tidore dari sejarah saat sekolah. Kini saya—bersama rombongan
pengelola KKN Kebangsaan dari berbagai universitas di Indonesia—betul-betul
menginjakkan kaki ke istana tersebut. Sungguh, tiada kata yang bisa saya
ucapkan selain syukur tak terkira. Jika bukan karena program KKN Kebangsaan
yang tahun ini diletakkan di Ternate dan Tidore, mungkin saya belum menjejakkan
kaki di istana tersebut.
Rombongan
kami langsung disambut oleh penerima tamu istana. Kami pun menuju lantai dua
istana. Rupanya kami sudah disiapkan dengan sambutan yang cukup hangat.
Seluruh
peserta duduk dengan suguhan kopi khas Tidore. Kata Perdana Menteri atau Jojou Kesultanan
Tidore—M. Amin Faarouq—namanya Kopi Dabe. Beliau kemudian membuka acara dan
menjelaskan panjang lebar ikhwal Kesultanan Tidore. Sultan Tidore Sultan Husain Alting Sjah,
sebagaimana penjelasan Perdana Menteri, sedang ada tugas keluar sehingga tidak
bisa menyambut rombongan KKN Kebangsaan.
Secara
humoris, Perdana Menteri menjelaskan bahwa, “Saya ini Perdana Menteri tanpa gaji
dan tunjangan. Semuanya berbasis pengabdian”. Prof. Almasydi yang duduk di
samping beliau saat sambutan menimpali secara humoris juga, “Meskipun tanpa
gaji dan tunjangan, tetapi penghasilannya kan besar”.
Kata
pengabdian ini menarik menjadi perhatian karena terbukti sekian ratus tahun
eksistensi kesultanan tetap terjaga. Berdasarkan data yang saya peroleh, sampai
sekarang ada banyak situs yang menunjukkan jejak kebesaran Tidore, di antaranya
Kadato Kie, Masjid Kesultanan Sigi Kolano, Dermaga Kesultanan, Museum Sonyinge
Malige, Monumen Tugu Pendaratan Spanyol, Benteng Torre, dan Benteng Tahula.
Kini
zaman telah berubah. Kesultanan Tidore dengan Kadato Kie merupakan bukti
historis tak terbantahkan. Saat saya berkeliling ke bagian dalam istana, juga
ke lantai satu tempat museum berbagai data dan dokumentasi, suasana istana
sangat bersih. Betul-betul terawat. Tentu, ini buah dari pengabdian yang penuh
dedikasi.
![]() |
Singgasana Sultan |
Kesultanan
Tidore, sejauh yang saya tangkap dari penjelasan Perdana Menteri, merupakan
kesultanan awal yang memiliki peranan sangat penting bagi eksistensi NKRI. Kesultanan
ini berdiri pada tahun 1081 M dan masih eksis sampai sekarang. Raja pertama
Tidore adalah Muhammad Naqil.
Tentu
saja, rentang sejarah yang sedemikian panjang dan terus bertahan sampai
sekarang merupakan hal yang sangat menarik dalam konteks eksistensi sebuah
kesultanan. Meskipun ada suatu masa di mana tidak ada sultan yang memimpin. Jeda
waktunya sekitar 42 tahun. Namun pemerintahan tetap saja berjalan di tangan
perdana menteri.
Perdana
Menteri menjelaskan bahwa dalam bahasa Tidore, istana disebut dengan Kadato. Sistem
yang dimiliki kesultanan ini cukup unik, yakni tidak ada putra mahkota. Sayangnya
tidak ada penjelasan yang beliau sampaikan terkait bagaimana pemilihan seorang
sultan.
Istana
Kesultanan Tidore secara filosofis mirip kalajengking yang mengandung makna
lincah, gesit, dan bisa mematikan. Filosofi ini tampaknya sejalan dengan jejak
panjang sejarah kesultanan ini yang pernah memiliki wilayah sangat luas. Perdana
Menteri menjelaskan bahwa wilayah Papua, Papua Nugini, hingga pulau-pulau
pasifik dulunya termasuk wilayah Kesultanan Tidore.
Sungguh
sulit membayangkan bagaimana mengelola sistem pemerintahan di masa itu. Belum ada
alat komunikasi. Transportasi juga sangat sederhana, tetapi Kesultanan Tidore
terbukti mampu mengelola wilayahnya secara baik.
Tidore
memiliki peranan penting dalam sejarah Indonesia. Pada tahun 1956 Tidore
menjadi ibukota pembebasan Irian Jaya. Baru setelah Irian Jaya kembali ke
pangkuan Indonesia, pusat pemerintahannya berpindah ke Jayapura.
Namun
demikian Tidore kemudian mengalami kekurangjelasan nasib. “Kabupaten bukan,
Kota juga bukan”, papar Perdana Menteri. Tahun 1990 Tidore menjadi Ibukota
Kabupaten Halmahera Tengah. Ketika terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Halmahera
Tengah pada tahun 2003, Tidore menjadi Kota Tidore Kepulauan.
Tidore
merupakan kota kepulauan yang religius. Di Tidore tidak ada pabrik. Tidak ada diskotik.
“Ini negeri yang sunyi dan sepi, tetapi di sini tidak ada penduduk yang
kesepian. Kalau kesepian kan orang perginya ke diskotik. Nah, di sini tidak ada
itu. Kami semua hidup dengan tenang dan damai”, papar Perdana Menteri.
Kini
Kota Tidore Kepulauan terus berbenah. Banyak prestasi telah ditorehkan. Kota ini
telah meraih 8 kali piala adipura ketgori kota kecil terbersih. Tentu ini
merupakan prestasi yang membanggakan.
Kesultanan
Tidore juga berkontribusi penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Ada
1 pahlawan nasional yang telah dikukuhkan, yaitu Sultan Nuku. Satu lagi
pahlawan nasional yang belum dikukuhkan tetapi diakui oleh negara lain sebagai
seorang pahlawan, yaitu Tuan Guru Imam Abdullah bin Abdi Abdussalam.
Acara
sambutan selesai sekitar pukul 11.40 WIT. Selanjutnya kami semua mengunjungi
bagian demi bagian dari kesultanan yang menorehkan jejak penting bagi sejarah
panjang Indonesia tersebut. Semoga Kesultanan Tidore terus eksis dan terus
memberikan kontribusinya bagi kemajuan masyarakat, khususnya masyarakat Kota
Tidore Kepulauan.
Ternate,
7 Maret 2019
Tidak ada komentar: