Membaca Cliffort Geertz Secara Kritis

Januari 30, 2020


Judul Buku: Agama Jawa, Setengah Abad Pasca-Clifford Geertz
Penulis: Amanah Nurish, Ph.D.
Penerbit: LkiS Yogyakarta
Cetakan: I, 2019
Tebal: xl+192 halaman
ISBN: 978-623-7177-02-9

Bagi pengkaji antropologi agama dan studi Islam, nama Cliffort Geertz tentu tidak asing lagi. Ahli yang terkenal dengan trikotomi "santri, abangan, dan priyayi" ini melakukan riset di Modjokuto (Pare) Kediri. Riset yang dilakukan pada tahun 1952-1954 ini menorehkan pengaruh sangat besar di Indonesia.
Puluhan tahun Geertz menancapkan jejak intelektualnya dan belum ada yang mampu meruntuhkan temuannya. Sesungguhnya kritik demi kritik telah dilakukan, misalnya oleh Hodgson dan Azra, tetapi posisi Geertz tetap kokoh. Alih-alih kritik itu justru makin mengokohkan temuan Geertz.
Pada titik inilah, riset yang dilakukan oleh Amanah Nurish sebagaimana terekam di buku ini menemukan signifikansinya. Lewat buku ini kita bisa membaca bagaimana realitas Modjokuto kontemporer 65 tahun pasca riset Geertz.
Modjokuto telah mengalami transformasi yang cukup kompleks. Santri, abangan, dan priyayi masih eksis, tetapi tidak sesederhana temuan Geertz. Riset Nurish menemukan banyak hal baru dari masing-masing varian.
Santri, misalnya, telah berkembang sedemikian variatif. Di tubuh NU dan Mugammadiyah saja terdapat banyak sekali variasi. Aspek ini yang luput dari perhatian Geertz. Belum lagi sekarang varian santri mencakup kelompok yang liberal, syiah, ahmadiyah, hingga wahabi.
Begitu juga dengan abangan. Riset Amanah Nurish menemukan perluasan definisi abangan. Mereka yang disebut abangan bukan hanya mereka yang tidak taat menjalankan agama, tetapi justru kini mereka adalah yang menekuni dunia spiritual. Temuan Nurish juga mengungkap hal yang tidak diperhatikan Geertz, yakni abangan Kristen. Begitu pula dengan priyayi yang mengalami perkembangan sangat dinamis.
Riset Nurish dimaksudkan untuk tidak "mengglorifikasi" temuan-temuan Geertz. Membaca seluruh bagian buku ini tampaknya tidak bisa dihindari ada aspek glorifikasi juga, meskipun kadarnya tidak tinggi. Terlepas dari itu, Nurish telah melakukan hal luar biasa. Sebuah riset yang memberikan perspektif "insider" terhadap agama dan kebudayaan Jawa.
Berbagai kritik terhadap Geertz selama ini tidak berbasis riset mendalam. Wajar jika kritik demi kritik tidak juga mampu menggeser dominasi Geertz. Apakah riset Amanah Nurish mampu meruntuhkan kebesaran temuan-temuan Geertz? Biarlah waktu yang menjawabnya.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.