Kuntowijoyo, Jejak Pemikiran, dan Teladan Kepribadian
![]() |
Buku tentang Kuntowijoyo |
Judul Buku: Muslim Tanpa Mitos, Dunia Kuntowijoyo
Penulis: Ahmad Syafi’i Ma’arif, dkk.
Penerbit: Immortal Publishing dan Octopus Yogyakarta
Cetakan: Pertama 2019
Tebal: viii+236 halaman
ISBN: 9786025868283
Kuntowijoyo
merupakan intelektual Muslim yang cukup berpengaruh di Indonesia. Kualitas
pemikirannya diakui dan mewarnai dinamika kehidupan bangsa Indonesia. Ranah pemikirannya
tidak hanya dalam bidang sejarah sebagai spesialisasi keilmuan, tetapi juga
mencakup bidang sosial, agama, budaya, dan seni.
Tahun ini
tepat 15 tahun Kuntowijoyo berpulang. 22 Februari 2005 sejarawan bersahaja itu
berpulang. Meskipun selama sekitar 13 tahun—sejak tahun 1992 sampai wafat tahun
2005—beliau sakit tetapi pikiran dan
gagasannya tetap cemerlang. Tulisan demi tulisan terus bermunculan. Jika orang
tidak mengetahui kondisi yang sesungguhnya mungkin mereka membayangkan bahwa Kuntowijoyo
dalam kondisi segar bugar. Padahal saat itu beliau sakit.
Buku ini
merupakan kumpulan tulisan pada sahabat, kolega, dan para murid Kuntowijoyo.
Secara sederhana buku ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berbicara
tentang jejak pemikiran Kuntowijoyo. Sedangkan bagian kedua berbicara tentang
sisi kemanusiaan Kuntowijoyo.
Pemikiran
Kuntowijoyo yang diulas, antara lain, tentang Ilmu Sosial Profetik (ISP).
Gagasan demi gagasan dibedah secara mendetail dan filosofis oleh Muhidin M.
Dahlan, Hamdy Salad, Hasta Indriyana, Suyanto, Sudaryanto, dan Zen RS.
Masing-masing mengulas secara serius dimensi pemikiran Kuntowijoyo dari
berbagai perspektif.
Semua penulis
di buku ini sepakat bahwa Kuntowijoyo adalah seorang pemikir yang konsisten.
Muara pemikirannya pada tiga dimensi profetik, yaitu humanisasi, liberasi, dan
transendensi. Proses dari gagasan awal sampai mengkristal menjadi pemikiran
memang membutuhkan waktu yang tidak pendek. Namun jejak pemikiran yang bermuara
profetik telah muncul semenjak Kuntowijoyo menjadi seorang intelektual.
Mencermati
perjalanan panjang Kuntowijoyo, juga puluhan buku dan ratusan karya tulis
lainnya, wajar jika ada yang kemudian mengukur capaian yang telah diperoleh.
Zen RS menggunakan dua alat analisis tentang kesesuaian pemikiran Kuntowijoyo,
yaitu relevansi intelektual dan relevansi sosial. Relevansi intelektual adalah
jika sebuah pemikiran itu kukuh, baik metode maupun metodologinya, konsisten
dan memiliki validitas jika diukur secara ilmiah melalui prosedur-prosedur yang
ketat. Sedangkan relevansi sosial adalah ketika sebuah pemikiran diterima secara
luas oleh masyarakat [141].
Pada diri
Kuntowijoyo, kedua relevansi tersebut dimiliki secara baik. Secara intelektual,
pemikirannya mendapatkan apresiasi yang cukup baik. Telaah, rekonstruksi, dan
relevansi pemikirannya masih terus dilakukan sampai sekarang. Secara sosial,
relevansi pemikiran Kuntowijoyo bisa dicermati pada upaya demi upaya untuk
menerjemahkan pemikiran Kuntowijoyo pada ranah praktis.
Paparan yang
mengulik sisi manusiawi Kuntowijoyo tidak kalah menariknya. Kuntowijoyo adalah
manusia yang tidak banyak tingkah. Hidupnya lurus. Beliau lebih banyak diam
namun terus berkarya. Hidupnya berkisar pada mengajar, meneliti, menulis,
seminar, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan aspek-aspek tersebut.
Berdasarkan
kesaksian Emha Ainun Nadjib, Kuntowijoyo adalah manusia yang tidak pernah
bermaksiat, tidak memiliki hail jahat, dan tidak pernah melakukan kejahatan apa
pun. “Manusia seperti ini lebih pantas jadi malaikat”, tandas Emha. Ia tidak
pernah dengki, iri, tidak memiliki ambisi, dan terus tekun menulis.
Wajar jika
banyak orang yang merasa kehilangan dengan kepergian beliau. Namun Emha Ainun
Nadjib mengingatkan bahwa jasadiah Kuntowijoyo memang telah usai, namun
sejatinya Kuntowijoyo masih hidup dalam pikiran kita, hidup di dalam hati kita,
hidup di dalam wacana-wacana ilmu kita. Ia memiliki bakat yang luar biasa. Ia
tidak akan tergantikan oleh siapa pun.
Chairil Anwar,
rekan sesama pengajar di UGM menyatakan bahwa Kuntowijoyo merupakan seorang
pribadi besar yang bersahaja tetapi kaya dengan ide-ide besar. Sehari-hari
beliau sangat disiplin. Untuk menjaga kesehatannya, khususnya setelah sakit,
Kuntowijoyo rajin jalan kaki setiap pagi sejauh 5 kilometer.
Ada banyak tulisan yang penuh inspirasi di buku ini. Potret Kuntowijoyo
dari sisi pemikiran dan kepribadian sarat keteladanan. Membaca buku ini selaksa
mengarungi lautan ilmu yang tak bertepi.
Pengarang karyanya TDK lekang oleh waktu.
BalasHapusBetul sekali Bu. Meskipun sederhana, kita bisa meneladani spirit beliau.
Hapusgagasan ISP (Ilmu sosial profetik) menambah paradigma baru dalam dunia sosial khususnya ketika ditarik dalam dunia pendidikan dan ini memunculkan praktek pendidikan yang berorientasi pada terbentuknya manusia yang saleh secara individu dan saleh secara sosial...trimkasih ilmunya...manfaat selamannya...
BalasHapusBetul. ISP bisa menjadi basis untuk digunakan dalam bidang lain, termasuk pendidikan.
HapusHarimau mati meninggalkan kulitnya
BalasHapusGajah mati meninggikan gadingnya
Rusa mati meninggalkan tanduknya
Manusia dalam hal ini Kuntowijoyo wafat, meninggalkan karya-karya yang bermanfaat bagi generasi berikutnya
Betul. Spirit Kuntowijoyo penting kita teladani sesuai kemampuan kita.
HapusTokoh, penulis buku dan penulis resensi buku semuanya orang-orang hebat dan keren, mereka sosok yang tidak pernah berhenti menulis dan karyanyapun tak akan lekang oleh waktu
BalasHapusKarena itu mari menulis Bu. Saya tahu Ibu punya potensi. Sayang jika tidak dimanfaatkan secara optimal.
HapusTerus terang saya belum pernah membaca buku karya Bapak Kuntowijoyo. Karena Jenengan sering menyebutnya, saya jadi penasaran dan berencana mencarinya
BalasHapusBuku Prof. Kuntowijoyo, menurut saya, sangat mencerahkan Mas.
HapusSubhanallah... Lahul fatihah.....
BalasHapusAmin.
HapusJika dengan menulis buku bisa bermanfaat bagi banyak orang maka itu menjadi amal jariyah berupa ilmu yang bermanfaat...aaamiin
BalasHapusAmin. Suwun Mas.
Hapus