Persoalan Keberanian Menulis
Ngainun
Naim
Saya
tidak tahu persis berapa jumlah grup WA yang saya terlibat di dalamnya. Pokoknya
banyaklah dan beraneka ragam tujuannya. Di antara sekian banyak grup WA, ada
beberapa di antaranya yang konsen utamanya adalah menumbuhkembangkan budaya
literasi.
Grup
literasi ini umumnya dibentuk dengan tujuan mulia, yaitu agar seluruh
anggotanya bisa menulis. Tentu ini tujuan mulia yang harus diapresiasi. Tetapi harus
dipahami bahwa tujuan itu belum tentu tercapai secara maksimal sebagaimana yang
diharapkan.
Tercapainya
tujuan juga bervariasi. Ada yang tercapai seratus persen, ada yang hanya lima
puluh persen, dan ada yang nol persen. Sama sekali tidak tercapai.
Jika
dikaitkan dengan tujuan dibentuknya grup, salah satu indikasi tercapainya
tujuan adalah dari intensitas anggotanya dalam memposting tulisan. Tulisan yang
dimaksud adalah tulisan karya anggota grup, bukan karya orang lain. Tradisi “share
dari grup sebelah” seharusnya dihindari di grup literasi.
![]() |
Mengajak teman-teman berani menulis |
Tentu
aneh jika ada grup literasi tetapi isinya adalah diskusi politik atau share berita yang tidak jelas sumbernya.
Grup literasi itu sarana untuk berbagi. Tentu berbagi informasi yang bermanfaat
bagi dunia kepenulisan. Juga sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas
anggotanya. Keikutsertaan dalam grup berkontribusi pada meningkatnya kualitas
anggota dalam hal kepenulisan.
Mengapa?
Ya karena anggota seharusnya aktif menulis. Latihan menulis dan mengunggahnya
setiap kesempatan di grup adalah cara yang paling logis untuk mengasah
keterampilan menulis. Tidak ada rumusnya orang bisa menulis dengan hanya
berpikir. Keterampilan menulis itu ya harus diasah dengan menulis sesering
mungkin. Semakin Anda sering menulis maka semakin bagus tulisan Anda. Tetapi jika
Anda tidak pernah menulis, jangan pernah berpikir Anda akan bisa menulis.
Di
antara grup WA kepenulisan yang saya terlibat di dalamnya, ada yang sangat
aktif di antara anggotanya. Namun ada juga yang tingkat keaktifannya sedang dan
ada juga grup yang nyaris mati. Mungkin tepatnya ya mati suri.
Di
grup yang sangat aktif, hampir seluruh anggotanya berlomba mengunggah tulisan
setiap hari. Apresiasi, masukan, dan kritik diberikan oleh masing-masing
anggota. Semuanya saling mendukung dan saling menyemangati agar menulis menjadi
kebiasaan.
Ada
grup yang tingkat keaktifannya sedang. Beberapa anggota cukup aktif mengunggah
tulisan, terus menyemangati sesama anggota untuk menulis, dan terus saja
menulis. Sementara beberapa anggota lainnya—jumlahnya cukup banyak—hanya menunggu
kesempatan dan keberanian untuk menulis muncul dalam dirinya. Meskipun sampai
bertahun-tahun pun keberanian mengunggah tulisan belum tentu muncul. Bahkan selama
menjadi jamaah grup tersebut, belum sekalipun mengunggah tulisan. Jempol pun
tidak. Mereka ini adalah malaikat yang menjadi silent reader.
Ada
juga grup WA yang saya menjadi pemain tunggal. Betul-betul pemain tunggal. Anggotanya
sesungguhnya cukup banyak. Setiap saya mengunggah tulisan di blog, saya bagi ke
grup tersebut. Entah berapa puluh kali saya membagi tulisan, nyaris responnya
cuma satu: jempol. Itu pun sesungguhnya sudah lumayan. Beberapa grup tanpa ada
respon sama sekali. Bagi grup yang semacam ini, saya menunggu setelah puasa
Ramadhan untuk hengkang dari grup semacam ini. Rasanya keberadaan saya yang
sering berbagi tulisan hanya membebani para anggota yang lainnya.
Kata
Kiai M. Faizi, seorang penulis itu seharusnya sudah selesai dengan dirinya. Ia
menulis dengan dilandasi oleh keikhlasan. Tidak ada pamrih dan motif material
yang melandasi. Jika pun mendapatkan materi dari penulisan yang dilakukan, itu
sebagai konsekuensi. Bukan tujuan utama.
Saya
tidak akan memperdebatkan soal rencana hengkang saya ini. Saya hengkang itu
sudah saya pertimbangkan secara matang. Tampaknya kehadiran saya tidak
diperlukan lagi. Apa artinya saya mengajak menulis dan dalam jangka beberapa
bulan tanpa seorang pun yang pernah mengunggah tulisan sebagaimana yang saya
harapkan?
Apa
sebenarnya persoalan yang dihadapi oleh kawan-kawan di grup sehingga tidak
mengunggah tulisan? Dalam diskusi di sebuah grup WA, saya sampaikan bahwa
hambatan utama yang dihadapi oleh penulis pemula adalah hambatan psikologis,
bukan hambatan teknis.
Para
penulis pemula umumnya dihinggapi persoalan-persoalan psikologis saat hendak
menulis. Misalnya rasa takut, malu, tidak pede, merasa tulisan belum bagus, dan
sejumlah alasan lainnya. Jika persoalan semacam ini terus dipelihara maka
yakinlah seumur hidup Anda tidak akan berhasil menulis. Anda akan tetap merasa
belum memiliki tulisan yang layak sebagaimana imajinasi Anda. Padahal, tulisan
yang layak itu lahir dari keberanian. Ya, keberanian untuk terus menulis.
Tidak
ada penulis yang menghasilkan karya awal langsung bagus. Semuanya melalui
proses. Penulis awal itu wajar jika tulisannya masih perlu pembenahan di
sana-sini. Jika ingin langsung bagus, yakinlah tidak ada. Semua yang mengerti
dunia menulis sangat paham akan pentingnya proses dalam menulis.
Tulisan
yang bagus itu lahir dari praktik menulis yang dilakukan secara rutin.
Bagaimana bisa menghasilkan tulisan yang bagus jika baru membuat artikel satu
atau dua kali saja? Jadi hilangkan seluruh hambatan psikologis. Menulis saja. Tidak
usah malu. Anda seharusnya malu kalau tidak menulis.
Tulungagung,
8-9 Mei 2020
Dari diskusi grup menjadi materi tulisan. keren prof..
BalasHapusSemangat literasinya semoga menyebar. seperti virus covid sekarang
Wah wah, ayo nulis lagi Bu. Jangan lagi biarkan blognya jadi sarang laba-laba karena tidak pernah diisi.
HapusMenulis saja, menulis terus, pokoke njoget..eh.pokoke nulis👍
BalasHapusBetul. Pokok-e nulis dan terus nulis.
HapusTykisan yg bagus itu tulosan yg bisa diselesaikan dgn baik oleh penulisnya. Mantap betul artikelnya.
BalasHapusTerima kasih banyak Omjay.
HapusSetelah baca, jadi tambah semangat nulis
BalasHapusMari istiqamahkan menulis. Tidak usah mikir mutu. Nulislah tiap hari maka mutu akan mengikuti.
HapusNulis nya sih lanjut tapi mo published kok enggan itu gimana p doktor
BalasHapusTinggal klik, beres. Kok digawe ruwet.
HapusSiap laksanakan
HapusSegera laksanakan he he
HapusMantul... keren.... luar biasa
BalasHapusTerima kasih motivasinya pak Dr. Ngainun Naim...
Terima kasih Bu.
HapusMenulis itu harus ikhlas, menulis itu harus jujur, menulis itu harup percaya diri.... Pokoke nulis....
BalasHapusBetul. Pokok-e nulis.
HapusDulu saya malu menulis setelah rutin menulis kini saya tahu dimana letak kesalahan penulisan ... terimakasih bapak Ngainun Naim..
BalasHapusAtas motivasinya
Ok. Sekarang mari istiqamah menulis.
HapusMemotivasi sekali bapak. Saya masih sedikit praktik dan masih malu untuk share ke sosmed. Jadi cuman menulis di note itupun belum setiap hari 😟. Insyaallah dg paragraf terakhir akan memotivasi saya yaitu malulah jika tidak menulis 😊👌👍🙏 trimakasih bapak selalu menyemangai lewat tulisannya panjenengan 🙏🙏
BalasHapusAyo menulis dengan rutin lalu dipublikasikan. Kalau tidak sekarang,kapan lagi?
HapusSelalu ada motivasi uang cetar di akhir tulisan. Mantul Pak Doktor
BalasHapusMatur sembah nuwun Bu Kanjeng.
HapusMohon Petunjuk, tulisan sudah ada tetapi belum bisa selesai
BalasHapusBaca ulang, cermati, dan lanjutkan sampai selesai. Tidak ada resep yang ampuh selain dikerjakan. Itu menurut saya. Tidak tahu kalau ada resep lainnya.
HapusTerima kasih motivasinya P Dr Ngainun, tulisannya sering menginspirasi saya Pak..
BalasHapusAamiinn
HapusKeren loh ini tulisan Pak Doktor... Sangat memotivasi saya yang pemula ini... Ketik-ketik di note saja karena malu untuk publish.. tantangan memang datang dr diri sendiri, bagaimana bisa menaklukan rasa tidak percaya diri. Terima kasih untuk selalu berbagi motivasi Pak Doktor...
BalasHapusSama-sama. Mari semangat menulis dan mempublikasikannya
HapusInsya Allah pak... Semangaatttt
HapusIsilah blog yang ada. Jangan biarkan kosong.
HapusKereeen...
BalasHapusSuka sekali dengan tulisan tulisan njenengan pak...Good motivation nya sangat menginspirasi kami sebagai mahasiswa pemula,senajan itu mung nulis Diary hehee...sangat tetingar dengan pesan beliau, yang penting mau menulis dulu, apapun itu tulis, buat Note, jangan takut salah & sebagai budaya memerangi kemacetan karena malas..Inspiratif...��������
Ternyata Pak Ngainun Naim juga pernah menghadapi grup literasi yang mati suri.. hehe.. Nulis.. nulis
BalasHapusHe he. Nulis nulis dan nulis.
HapusMantab pak. Menginspirasi sekali. Saya sudah menulis di beberapa jurnal dan media online. Semoga ke depan bisa menulis buku.
BalasHapusSukses selalu ya Mas
HapusAmin..
Hapus