Persoalan Keberanian Menulis

Mei 09, 2020

Ngainun Naim
 
Salah satu bukuku yang lahir karena modal nekat saya
Saya tidak tahu persis berapa jumlah grup WA yang saya terlibat di dalamnya. Pokoknya banyaklah dan beraneka ragam tujuannya. Di antara sekian banyak grup WA, ada beberapa di antaranya yang konsen utamanya adalah menumbuhkembangkan budaya literasi.
Grup literasi ini umumnya dibentuk dengan tujuan mulia, yaitu agar seluruh anggotanya bisa menulis. Tentu ini tujuan mulia yang harus diapresiasi. Tetapi harus dipahami bahwa tujuan itu belum tentu tercapai secara maksimal sebagaimana yang diharapkan.
Tercapainya tujuan juga bervariasi. Ada yang tercapai seratus persen, ada yang hanya lima puluh persen, dan ada yang nol persen. Sama sekali tidak tercapai.
Jika dikaitkan dengan tujuan dibentuknya grup, salah satu indikasi tercapainya tujuan adalah dari intensitas anggotanya dalam memposting tulisan. Tulisan yang dimaksud adalah tulisan karya anggota grup, bukan karya orang lain. Tradisi “share dari grup sebelah” seharusnya dihindari di grup literasi.
Mengajak teman-teman berani menulis

Tentu aneh jika ada grup literasi tetapi isinya adalah diskusi politik atau share berita yang tidak jelas sumbernya. Grup literasi itu sarana untuk berbagi. Tentu berbagi informasi yang bermanfaat bagi dunia kepenulisan. Juga sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas anggotanya. Keikutsertaan dalam grup berkontribusi pada meningkatnya kualitas anggota dalam hal kepenulisan.
Mengapa? Ya karena anggota seharusnya aktif menulis. Latihan menulis dan mengunggahnya setiap kesempatan di grup adalah cara yang paling logis untuk mengasah keterampilan menulis. Tidak ada rumusnya orang bisa menulis dengan hanya berpikir. Keterampilan menulis itu ya harus diasah dengan menulis sesering mungkin. Semakin Anda sering menulis maka semakin bagus tulisan Anda. Tetapi jika Anda tidak pernah menulis, jangan pernah berpikir Anda akan bisa menulis.
Di antara grup WA kepenulisan yang saya terlibat di dalamnya, ada yang sangat aktif di antara anggotanya. Namun ada juga yang tingkat keaktifannya sedang dan ada juga grup yang nyaris mati. Mungkin tepatnya ya mati suri.
Di grup yang sangat aktif, hampir seluruh anggotanya berlomba mengunggah tulisan setiap hari. Apresiasi, masukan, dan kritik diberikan oleh masing-masing anggota. Semuanya saling mendukung dan saling menyemangati agar menulis menjadi kebiasaan.
Ada grup yang tingkat keaktifannya sedang. Beberapa anggota cukup aktif mengunggah tulisan, terus menyemangati sesama anggota untuk menulis, dan terus saja menulis. Sementara beberapa anggota lainnya—jumlahnya cukup banyak—hanya menunggu kesempatan dan keberanian untuk menulis muncul dalam dirinya. Meskipun sampai bertahun-tahun pun keberanian mengunggah tulisan belum tentu muncul. Bahkan selama menjadi jamaah grup tersebut, belum sekalipun mengunggah tulisan. Jempol pun tidak. Mereka ini adalah malaikat yang menjadi silent reader.
Ada juga grup WA yang saya menjadi pemain tunggal. Betul-betul pemain tunggal. Anggotanya sesungguhnya cukup banyak. Setiap saya mengunggah tulisan di blog, saya bagi ke grup tersebut. Entah berapa puluh kali saya membagi tulisan, nyaris responnya cuma satu: jempol. Itu pun sesungguhnya sudah lumayan. Beberapa grup tanpa ada respon sama sekali. Bagi grup yang semacam ini, saya menunggu setelah puasa Ramadhan untuk hengkang dari grup semacam ini. Rasanya keberadaan saya yang sering berbagi tulisan hanya membebani para anggota yang lainnya.
Kata Kiai M. Faizi, seorang penulis itu seharusnya sudah selesai dengan dirinya. Ia menulis dengan dilandasi oleh keikhlasan. Tidak ada pamrih dan motif material yang melandasi. Jika pun mendapatkan materi dari penulisan yang dilakukan, itu sebagai konsekuensi. Bukan tujuan utama.
Saya tidak akan memperdebatkan soal rencana hengkang saya ini. Saya hengkang itu sudah saya pertimbangkan secara matang. Tampaknya kehadiran saya tidak diperlukan lagi. Apa artinya saya mengajak menulis dan dalam jangka beberapa bulan tanpa seorang pun yang pernah mengunggah tulisan sebagaimana yang saya harapkan?
Apa sebenarnya persoalan yang dihadapi oleh kawan-kawan di grup sehingga tidak mengunggah tulisan? Dalam diskusi di sebuah grup WA, saya sampaikan bahwa hambatan utama yang dihadapi oleh penulis pemula adalah hambatan psikologis, bukan hambatan teknis.
Para penulis pemula umumnya dihinggapi persoalan-persoalan psikologis saat hendak menulis. Misalnya rasa takut, malu, tidak pede, merasa tulisan belum bagus, dan sejumlah alasan lainnya. Jika persoalan semacam ini terus dipelihara maka yakinlah seumur hidup Anda tidak akan berhasil menulis. Anda akan tetap merasa belum memiliki tulisan yang layak sebagaimana imajinasi Anda. Padahal, tulisan yang layak itu lahir dari keberanian. Ya, keberanian untuk terus menulis.
Tidak ada penulis yang menghasilkan karya awal langsung bagus. Semuanya melalui proses. Penulis awal itu wajar jika tulisannya masih perlu pembenahan di sana-sini. Jika ingin langsung bagus, yakinlah tidak ada. Semua yang mengerti dunia menulis sangat paham akan pentingnya proses dalam menulis.
Tulisan yang bagus itu lahir dari praktik menulis yang dilakukan secara rutin. Bagaimana bisa menghasilkan tulisan yang bagus jika baru membuat artikel satu atau dua kali saja? Jadi hilangkan seluruh hambatan psikologis. Menulis saja. Tidak usah malu. Anda seharusnya malu kalau tidak menulis.

Tulungagung, 8-9 Mei 2020

36 komentar:

  1. Dari diskusi grup menjadi materi tulisan. keren prof..
    Semangat literasinya semoga menyebar. seperti virus covid sekarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah wah, ayo nulis lagi Bu. Jangan lagi biarkan blognya jadi sarang laba-laba karena tidak pernah diisi.

      Hapus
  2. Menulis saja, menulis terus, pokoke njoget..eh.pokoke nulis👍

    BalasHapus
  3. Tykisan yg bagus itu tulosan yg bisa diselesaikan dgn baik oleh penulisnya. Mantap betul artikelnya.

    BalasHapus
  4. Setelah baca, jadi tambah semangat nulis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mari istiqamahkan menulis. Tidak usah mikir mutu. Nulislah tiap hari maka mutu akan mengikuti.

      Hapus
  5. Nulis nya sih lanjut tapi mo published kok enggan itu gimana p doktor

    BalasHapus
  6. Mantul... keren.... luar biasa
    Terima kasih motivasinya pak Dr. Ngainun Naim...

    BalasHapus
  7. Menulis itu harus ikhlas, menulis itu harus jujur, menulis itu harup percaya diri.... Pokoke nulis....

    BalasHapus
  8. Dulu saya malu menulis setelah rutin menulis kini saya tahu dimana letak kesalahan penulisan ... terimakasih bapak Ngainun Naim..
    Atas motivasinya

    BalasHapus
  9. Memotivasi sekali bapak. Saya masih sedikit praktik dan masih malu untuk share ke sosmed. Jadi cuman menulis di note itupun belum setiap hari 😟. Insyaallah dg paragraf terakhir akan memotivasi saya yaitu malulah jika tidak menulis 😊👌👍🙏 trimakasih bapak selalu menyemangai lewat tulisannya panjenengan 🙏🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo menulis dengan rutin lalu dipublikasikan. Kalau tidak sekarang,kapan lagi?

      Hapus
  10. Selalu ada motivasi uang cetar di akhir tulisan. Mantul Pak Doktor

    BalasHapus
  11. Mohon Petunjuk, tulisan sudah ada tetapi belum bisa selesai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baca ulang, cermati, dan lanjutkan sampai selesai. Tidak ada resep yang ampuh selain dikerjakan. Itu menurut saya. Tidak tahu kalau ada resep lainnya.

      Hapus
  12. Terima kasih motivasinya P Dr Ngainun, tulisannya sering menginspirasi saya Pak..

    BalasHapus
  13. Keren loh ini tulisan Pak Doktor... Sangat memotivasi saya yang pemula ini... Ketik-ketik di note saja karena malu untuk publish.. tantangan memang datang dr diri sendiri, bagaimana bisa menaklukan rasa tidak percaya diri. Terima kasih untuk selalu berbagi motivasi Pak Doktor...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama. Mari semangat menulis dan mempublikasikannya

      Hapus
    2. Insya Allah pak... Semangaatttt

      Hapus
    3. Isilah blog yang ada. Jangan biarkan kosong.

      Hapus
  14. Kereeen...
    Suka sekali dengan tulisan tulisan njenengan pak...Good motivation nya sangat menginspirasi kami sebagai mahasiswa pemula,senajan itu mung nulis Diary hehee...sangat tetingar dengan pesan beliau, yang penting mau menulis dulu, apapun itu tulis, buat Note, jangan takut salah & sebagai budaya memerangi kemacetan karena malas..Inspiratif...��������

    BalasHapus
  15. Ternyata Pak Ngainun Naim juga pernah menghadapi grup literasi yang mati suri.. hehe.. Nulis.. nulis

    BalasHapus
  16. Mantab pak. Menginspirasi sekali. Saya sudah menulis di beberapa jurnal dan media online. Semoga ke depan bisa menulis buku.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.