Empat Level Malu dalam Menulis
Ngainun
Naim
Malu itu ternyata
memiliki relasi yang erat dengan aktivitas menulis. Rasa malu bisa menjadi
pengganggu sehingga tidak menulis. Bisa juga sebaliknya, rasa malu menjadi
energi yang menggerakkan untuk menulis.
Berdasarkan pengamatan,
malu dalam kaitannya dengan menulis itu ada empat level. Level pertama, malu untuk mulai menulis
sehingga tidak menulis. Malu jenis ini menghinggapi sebagian besar mereka yang
memiliki minat menulis tetapi memiliki hambatan psikologis berupa rasa malu.
Hambatan ini sesungguhnya menjadi penentu. Jika mampu diatasi maka akan bisa
menjalani proses menulis. Jika gagal diatasi maka sampai kapan pun tidak akan
pernah menulis.
Saya kebetulan memiliki
beberapa grup WA kepenulisan. Berbagai upaya mendorong anggota untuk menulis
telah saya lakukan. Tetapi hasilnya belum maksimal. Rata-rata keaktifan menulis
belum menyentuh angka 50 persen. Memang ada juga yang lebih 50 persen. Saya
kira salah satu hambatannya karena malu level pertama ini.
Malu level kedua sudah melangkah lebih baik. Mereka
sudah mulai menulis namun muncul rasa malu jika dibaca orang lain. Mereka masih
malu-malu untuk menulis. Sebenarnya ini sudah lumayan. Sudah ada kemajuan.
Hanya jika rasa malu ini terus dipelihara bisa membuat proses kepenulisan
menjadi terhambat.
Malu level ketiga sudah sangat baik. Kemajuannya
signifikan. Level ini adalah menulis tanpa rasa malu. Pokoknya menulis. Apa pun
tanggapan orang, siap menghadapi. Dipuji tentu menyenangkan. Jika dikritik
dijadikan sebagai bahan perbaikan.
Malu level keempat adalah malu tidak menulis. Ini,
menurut saya, merupakan level tertinggi. Jika sudah sampai di level ini maka
menulis menjadi kebutuhan. Sebagai kebutuhan akan merasa ada yang kurang jika
tidak menulis.
Setelah membaca catatan
ini, Anda malu di level berapa?
Tulungagung,
24 Juni 2020
Saya masih level 3 ...makasih spiritnya Pak
BalasHapusSama-sama Bu.
HapusAda saja ide menulis bapak...
BalasHapusJd introspeksi diri
Hehe
He he he
HapusSemoga saya sdh di level ke-4. Malu tidak menulis. Thanks pak.
BalasHapusAmin.
HapusSemoga saya sdh di level ke-4. Malu tidak menulis. Thanks pak.
BalasHapusSaya tidak malu untuk komentar Pak. tulisannya ilmu baru Pak Malu level 1 bisa ditutupi pakai nama samaran atau nama pena. Seperti penulis jaman dulu. Musalnya Buya Syafi'i Ma'arif pakai nama pena Darwis. Nanti kalau sdh level 3 baru nongol aslinya.😁
BalasHapusTulisan ini idenya perbincangan di grup tadi pagi he he he
HapusNggeh pak. Pembaca situasi yang baik. Pengikat makna yang jos.👍👍👍😁
HapusSaya masih di level 2...jadi malu🤭.
BalasHapusMari naik level
Hapusuntuk sementara di level satu dulu Prof, semoga bisa melawan kebiasaan buruk saya
BalasHapusUstadz Irfan sudah lebih dari level 1. Sudah lumayan banyak tulisannya.
HapusSaya tengah tengah prof...2,5
BalasHapusSayangnya di artikel saya belum ada level 2,5 he he he
HapusSaya masi malu di level 2...malu jadinya..😂
BalasHapusAyo semangat menulis Bu
HapusSaya malu tidak menulis
BalasHapusAyo semangat menulis Pak
HapusMalu karena nanti tulisannya malu2in...😅
BalasHapusTidak perlu malu Bu. Seharusnya malu jika tidak menulis
HapusHarapannya malu tidak menulis Pak... Amin.
BalasHapusAmin
HapusBaca tulisan ini jadi malu sendiri Pak...
BalasHapusMalu bila tidak menulis ya pak?😀👍
HapusSi malu ngga mau kalah sama sambal berlevel.level
BalasHapusWkwkwkwkw
Hapus😅😅😍😍😍
BalasHapusAYo nulis
Hapus,👌👌🤩🤩
HapusLevel mana yach? Yang pasti malu klu ditagih atau tdk nyetor tulisan
BalasHapusSudah kelihatan ini level berapa he he he
HapusMakasi Gus saya jadi semangat ini
BalasHapusSama-sama
HapusAlhamdulillah, saya sudah malu level 4. Mudah-mudahan tidak akan pernah mengalami degradasi ke level di bawahnya untuk selamanya. Terima kasih atas pemetaan malunya, Prof. Ngainun Naim.
BalasHapusMenulis terus dan terus menulis selama masih bernapas.
Keep spirit
Hapus