Menelisik Spiritualitas Islam Jawa

Juli 30, 2020

Ngainun Naim

 

Simuh, Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa,  Jakarta: Gramedia, 2019, Vii+264 halaman

 

Spiritualitas tidak jauh dari kehidupan orang Jawa. Sejarah panjang Jawa selalu berhubungan dengan dunia spiritual. Kekayaan spiritual ini menarik untuk diketahui karena spiritualitas tidak hanya berkaitan dengan dunia batin seseorang tetapi juga berkaitan dengan dunia sastra, perilaku sosial, dan bahkan juga berkaitan dengan dunia politik.

Buku yang saya baca selama 10 hari ini sesungguhnya bukan buku baru. Sebelum diterbitkan Gramedia Jakarta pada tahun 2019, buku ini sudah pernah diterbitkan oleh dua penerbit Yogyakarta. Meskipun edisi awalnya pada tahun 1995, tetapi aktualitas buku ini tidak berkurang. Saya yang menelusuri halaman demi halaman menemukan bahwa Simuh, penulis buku ini, memang seorang ahli dan pelaku tasawuf dalam makna yang sesungguhnya.

Simuh semasa hidupnya pernah menjadi Guru Besar dan Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Perilaku tasawuf benar-benar lekat dengan beliau. Saat menjadi Rektor, kesederhanaan masih melekat kuat. Ke mana-mana beliau naik sepeda pancal. Sungguh teladan kesederhanaan yang sulit ditiru di zaman sekarang ini.

Buku ini terbagi menjadi lima bab. Bab I bertajuk “Tasawuf, Jati Diri Ketimuran, dan Keindonesiaan”. Pada bab ini dibahas bagaimana Islam melakukan interaksi dengan budaya lokal. Juga diulas dua pendekatan dakwah yang digunakan dalam menyebarkan Islam di Indonesia, yaitu pendekatan kompromistis dan non-kompromistis. Masing-masing pendekatan diulas secara baik dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Simuh, sebagaimana yang saya tangkap, tampaknya lebih mengapresiasi nonkompromistis, meskipun juga menghargai pendekatan kompromistis.

Bab II bertajuk “Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf Islam”. Bab ini, sebagaimana bisa diprediksi, mengulas tentang bagaimana tasawuf tumbuh dan berkembang dari masa ke masa. Simuh juga mengulas bagaimana tarekat muncul dan menjalankan perannya.

Bab III bertajuk “Pokok-pokok Pemikiran Al-Ghazali tentang Tasawuf”. Saya menyimpulkan bahwa Simuh seorang Ghazalian. Beliau sangat mengagumi Al-Ghazali. Di banyak tempat, beliau memuji Al-Ghazali. KitabAl-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, disebutnya sebagai sebagai, “...buku ajaran mistik Islam yang paling mulus serta paling kaya dengan khazanah filsafat kebatinan dan konseo-konsep budi luhurnya” (47). Di bagian lain ia menyebut bahwa tidak ada buku yang lebih luas dan indah dalam upaya menyelaraskan tasawuf dengan syariat selain Ihya’ ‘Ulumuddin (78).  Ia juga menyebut bahwa Ihya’ Ulumuddin merupakan kitab yang paling luas dan indah dalam upaya menyelaraskan antara tasawuf dan syariat (78). Rumusan dalam Ihya’ adalah rumusan yang paling indah (105). Kitab Ihya’ adalah mercusuar yang menjadi sumber terkaya ilmu kebatinan dan akhlak di dunia (154).

Bab IV bertajuk “Karakteristik Budaya Jawa”. Bab ini menjadi pengantar untuk menuju bab inti, yaitu bab V. Secara mendetail Simuh menguraikan tentang apa, mengapa, dan bagaimana budaya Jawa. Uraiannya berhasil memberikan gambaran—meskipun singkat—tentang Budaya Jawa.

Inti dari buku ini ada di Bab V yang bertajuk “Pokok-pokok Ajaran Mistik Ranggawarsita”. Bab ini diawali dengan uraian singkat tentang Ranggawarsita. Setelah diuraikan tentang ajaran Mistik Ranggawarsita dalam empat serat, yaitu Serat Wirid Hidayat Jati, Suluk Saloka Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, dan Serat Wedhatama. Empat karya Ranggawarsita ini dibedah secara tajam dan kritis.

Membaca buku ini mengantarkan kita pada wawasan tentang tasawuf Islam dan Mistik Jawa. Sebagai karya akademis, buku ini cukup penting artinya dalam memperkenalkan Islam dan dunia mistik di Jawa. Sebuah dunia “dalam” yang tidak mudah diurai. Pada titik ini saya kira Simuh cukup berhasil. Buku ini adalah warisan intelektual yang sangat berarti, bahkan saat penulisnya telah berpulang.

 

Trenggalek, 30 Juli 2020

12 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.