Menulis Itu Keterampilan Sekolah Dasar
Ngainun Naim
Apa yang ada dalam benak Anda saat membaca judul tulisan ini? Saya yakin Anda memiliki persepsi tertentu. Bisa jadi Anda setuju dengan judul catatan ini. Bisa juga sebaliknya, tidak setuju.
Baiklah. Saya ingin bercerita dulu tentang sebuah pesan yang masuk ke WA saya beberapa waktu lalu. Pengirimnya seorang teman yang menjadi anggota sebuah grup WA. Di grup ini saya rutin mengirimkan link blog yang nyaris setiap hari saya isi.
Memang isinya ya biasa-biasa saja. Tidak istimewa. Isinya bisa hal remeh yang saya alami sehari-hari. Kadang berisi pengalaman membaca buku yang baru saja saya lakukan. Juga berisi pengalaman menulis. Mirip tulisan ini.
Kawan tersebut menyampaikan bahwa beliau ingin memiliki tulisan yang bagus. Tulisan bermutu yang tidak membuat minder jika dibaca orang. Tentu, keinginan sahabat saya itu saya kira juga menjadi keinginan semua orang yang menekuni dunia menulis, baik yang masih pemula maupun yang sudah senior.
Persoalannya, tulisan yang bagus itu tidak lahir begitu saja. Ada proses, perjuangan, dan latihan yang terus-menerus. Tulisan bagus tidak lahir dari keinginan, tetapi dari proses secara berkelanjutan.
Nah, berkaitan dengan menulis ini sesungguhnya tidak butuh pendidikan yang tinggi-tinggi. Ini bukan murni pendapat saya. Seorang penulis produktif Indonesia, Andrias Harefa, lewat salah satu bukunya membuat pernyataan yang cukup menarik. Ia menulis bahwa keterampilan menulis itu merupakan keterampilan tingkat sekolah dasar. Menurut keyakinan Harefa, semua orang yang telah tamat sekolah dasar pasti bisa menulis. Ia mengambil contoh Adam Malik yang pernah menjadi Wakil Presiden RI hanya sempat sekolah sampai kelas 5 SD.
Lebih jauh Andreas mengambil contoh dirinya yang mulai menulis semacam artikel pada tahun 1978. Saat itu ia menulis untuk lomba tingkat SLTP Se-Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu. Ia berhasil menjadi juara pertama dalam lomba tersebut. Berdasarkan hasil perenungannya, ia menang karena telah memiliki satu kebiasaan, yaitu korespondensi dengan sahabat pena yang dikenalnya lewat majalan-majalah remaja. Kebiasaan korespondensi membuatnya terbiasa menuangkan gagasan lewat tulisan.
Menulis, menurut Harefa, harus dimulai dari keyakinan. Tanpa keyakinan, orang tidak akan bisa menulis. Jika seseorang ingin bisa menulis, hal yang diperlukan bukan suatu bakat istimewa, tetapi minat yang besar dan kemauan berlatih. Perpaduan dua hal ini yang bisa membuat seseorang menjadi penulis.[1]
Coba simak pendapat Andrias Harefa tersebut. Menulis itu keterampilan sekolah dasar. Jika Anda sudah sarjana, sudah menulis banyak makalah, dan sampai sekarang belum juga mau menulis, mungkin persoalannya bukan pada modal pendidikan Anda, tetapi persoalannya ada pada Anda sendiri. Konon orang yang sukses itu bisa mengalahkan dirinya sendiri. Paling tidak mengalahkan rasa malas untuk menulis.
Trenggalek, 7 Agustus 2020
Betul sekali pak Naim...menulis butuh proses berkelanjutan dan harus dinikmati prosesnya.
BalasHapusYa Pak. Terima kasih sudah berkunjung
HapusKeren prof...
BalasHapusTerima kasih Mas
HapusMantabs
BalasHapusBagaimana mengalahkan diri aendiri, nah itu kunci pentingnya
BalasHapusBetul sekali Pak Emcho
HapusPak dosen ini kalau buat tulisan seperti yang sedang saya rasakan...
BalasHapusTerima kasih untuk motivasinya ...
Sama-sama Bu
HapusTrimakasih pak prof. Motivasinya Semoga saya bisa menirunya...
BalasHapusSama-sama
HapusKereen..👌👌
BalasHapusSangat bagus pak
BalasHapusKita belum mulai menulis lagi saja Pak lagi padat karya saja ,,,terima kasih share ilmunya ( bu sri)
BalasHapusSama-sama
HapusSelalu riil tulisan pak prof..
BalasHapusTerima kasih Bu
HapusMari berproses untuk naik kelas, Setuju Pak .Naim
BalasHapusTerima kasih Bu Kanjeng
HapusTerima kasih pak, pernyataan ini sgt memotivasi kami
BalasHapusSama-sama Bu
HapusTerima kasih Bapak, saya senang membaca tulisan Bapak
BalasHapusTerima kasih Pak berkenan membaca
HapusSuper, tulisannya mengalir, mudah dicerna...saya suka...
BalasHapusTerima kasih Bu
HapusSalam literasi
BalasHapusSalam Mr. BamS
HapusMinat yang besar dan kemauan berlatih. Inspiratif prof.
BalasHapusTerima kasih Bu
HapusSangat memotivasi. Terima kasih.
BalasHapusSama-sama Bu
HapusBisa karena biasa. Masalahnya untuk membiasakan itu yang sulit
BalasHapusButuh perjuangan
HapusSepakat pak, mengalahkan diri sendiri ialah kunci. Mengalahkan diri dari (malas, seabrek alasan, merasa tak ada waktu, dll.) berat memang, tapi jika tak dikalahkan, kita akan terbenam oleh diri kit sendiri. Hehe
BalasHapusBetul sekali
HapusSetuju. Org sukses pasti bisa mengalahkan dirinya sendiri dari kemalasan
BalasHapusTerima kasih Omjay
HapusSepakat pak.
BalasHapusSepakat dan monggo segera menulis
HapusSetuju sekali pak dosen.malas itu musuh utama. Paksakan kebaikan itu jadikan kebiasaan. Pasti.ketagian. terima kasih pak dosen.
BalasHapusEgeh pak. Leress... matursuwun pak motivasinya...
BalasHapusTerima kasih ilmunya, Bapak. Saya mengamini ungkapan Andrias dan sari yang Bapak tuangkan. Saya pribadi merasa tulisan saya luwes setelah praktik setiap hari. Jika dalam jenjang sekian waktu tidak menulis, otot-otot diksi dan koherensi rasanya kaku, perlu dilemaskan dengan sering latihan.
BalasHapusTerima kasih pak, infonya sangat betmanfaat.
BalasHapusTerimakasih ini motivasi untuk saya.
BalasHapus