Menulis Itu Aksi, Bukan Sekadar Teori

September 03, 2020

 Dr. Ngainun Naim

Dosen IAIN Tulungagung, Jawa Timur


 

Menulis itu tidak mudah. Meskipun Arswendo Atmowiloto pernah menulis sebuah buku yang sangat laris dengan judul Mengarang Itu Gampang!,[1] bukan berarti semua orang bisa menulis dengan mudah. Realitas menunjukkan bahwa hanya sedikit saja orang yang mau dan mampu menulis. Hal itu merupakan bukti bahwa menulis itu tidak segampang yang ditulis Arswendo Atmowiloto.

Sesungguhnya minat terhadap dunia menulis cukup tinggi. Hal ini bisa dicermati dari besarnya antusiasme untuk ikut berbagai pelatihan menulis. Meskipun demikian, jumlah mereka yang mau dan mampu menulis tetaplah minoritas. Sebagian besar masyarakat Indonesia tetap memandang bahwa menulis itu sulit. Sebagian lainnya sebenarnya ingin bisa menulis, tetapi keinginan itu sebatas cita-cita. Tidak pernah ada usaha serius untuk menekuninya. Inilah yang tampaknya menjadi penyebab mereka tidak bisa menjadi penulis yang sukses.

Salah satu persoalan yang nyaris dihadapi oleh semua penulis pemula adalah persoalan menulis itu sendiri. Saat menulis, berbagai persoalan teknis harus mereka hadapi. Misalnya, ide macet, gagasan lenyap, semangat tiba-tiba hilang, dan berbagai persoalan lainnya.

Mereka yang berhasil mengatasi persoalan ini akan berhasil menapaki jejak kepenulisan. Sementara mereka yang menyerah, tentu menulis akan sebatas sebagai keinginan. Sampai tua, bahkan meninggal, tidak akan ada karya yang dihasilkan.

Buku ini adalah bukti bagaimana menulis itu merupakan tindakan, bukan sekadar angan-angan. Penulis buku ini mengolah secara apik aktivitas menyimak materi “Belajar Menulis” yang dilaksanakan via WA grup. Materi demi materi ditulis dengan kreasi. Ini tentu kerja keras yang harus diapresiasi. Jika menyimak bagian demi bagian buku ini, terlihat penulis buku ini sangat tekun. Tidak mudah mengolah hasil menyimak sebuah kegiatan di grup WA menjadi tulisan yang bergizi.

Terkait dengan buku ini, saya teringat dengan metode menulis yang acapkali saya lakukan, yaitu metode “ngemil”. Ya, menulis sedikit demi sedikit. Kata pengantar ini juga saya buat secara ngemil. Di tengah-tengah kesibukan yang belakangan ini semakin padat, saya menyempatkan diri untuk membuat tulisan.

Jurus menulis secara “ngemil”, berdasarkan pengalaman saya, cukup efektif dalam menghasilkan karya sepanjang dilakukan secara konsisten. Ini jurus yang cukup ampuh. Tentu saja jurus ini harus Anda tindaklanjuti dengan menulis, bukan sekadar dirapal dan dihapalkan secara lisan.

Salah seorang tokoh yang menganjurkan untuk menulis dengan metode sedikit demi sedikit adalah Hernowo. Hernowo membuat ilustrasi menarik tentang ngemil ini laiknya makan kacang goreng bawang. Saat makan kacang goreng bawang kita tidak bisa langsung banyak. Ia harus dimakan sedikit demi sedikit. Memasukkan kacang goreng dalam jumlah yang banyak ke dalam mulut membuat mulut sulit mengunyah. Implikasinya, kegurihan kacang goreng yang berbalut aroma dan rasa bawang tidak bisa dirasakan. Membaca ngemil, menurut Hernowo, adalah membaca dengan cara memasukkan materi bacaan ke dalam pikiran dengan perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit. Tujuannya adalah agar pembaca dapat merasakan sesuatu yang sedang dibacanya.[2]

Begitu juga dengan menulis. Jika dilakukan secara ngemil akan bisa ditemukan kenikmatan di dalamnya. Ada rasa luar biasa yang sulit untuk diungkapkan. Hanya kita yang menjalaninya saja yang bisa merasakannya.

Seorang penulis lain bernama Peng Keng Sun juga menegaskan tentang keampuhan metode ngemil ini. Ia menyarankan untuk menulis sedikit demi sedikit. Peng mengakui bahwa ia sering tercengang dengan jumlah tulisan yang sudah dihasilkannya. Ribuan halaman bisa ia peroleh dengan jurus ngemil ini. Wajar jika ia suka dengan strategi menulis sedikit demi sedikit dan dilakukan sesering mungkin.[3] Puluhan buku yang dihasilkannya lahir dari jurus ngemil.

Apa manfaatnya jurus ngemil ini? Tentu saja ada banyak manfaatnya. Saya hanya akan mengidentifikasi beberapa hal saja. Para pembaca sekalian bisa menambahkannya sendiri berdasarkan analisis dan pengalaman masing-masing. Pertama, kita bisa menulis dengan tenang. Ya, menulis itu membutuhkan ketenangan. Gangguan bisa menghambat proses menulis. Tekanan bukan sebuah kondisi yang baik dalam menulis. Situasi yang tenang memungkinkan bagi lancarnya proses menulis. Saat suasana begitu kondusif, seseorang bisa hanyut dalam proses menuangkan ide demi ide. Semuanya bisa menjadi begitu indah dan mengalir. Ngemil adalah salah satu jurus yang memungkinkan bagi terwujudnya cara menulis yang tenang dan mengalir.

Kedua, kita menjadi manusia yang memiliki kesadaran perencanaan yang baik. Perencanaan itu penting artinya bagi sebuah keberhasilan. Dalam teori manajemen ada beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan, yaitu aspek planning, organizing, acting, and controlling.[4] Perencanaan atau planning sangat menentukan dalam tercapainya sebuah perencanaan. Ukuran keberhasilan sebuah program terletak pada seberapa jauh sebuah perencanaan disusun.

Menulis akan lebih baik jika disusun dengan perencanaan yang matang. Misalnya, Anda akan menulis sebuah artikel jurnal. Anda sebaiknya merencanakan secara baik waktunya, sejak mencari bahan-bahan pendukung, menulis konsep, menulis draft, menulis artikel secara utuh hingga taraf editing. Perencanaan secara baik memberikan kemungkinan dihasilkannya sebuah tulisan secara baik pula.

Ketiga, kita menjadi manusia yang tidak meremehkan aktivitas menulis. Menulis itu merupakan tugas yang harus dikerjakan, bukan dilupakan atau ditunda pengerjaannya. Jika tugas menulis diprioritaskan untuk diselesaikan maka beban pikiran menjadi berkurang. Menunda pengerjaan menulis membuat kita bisa tertekan karena tumpukannya cukup banyak. Setiap tugas yang ditunda berarti membatasi kesempatan untuk menyelesaikannya. Sebaiknya memang setiap mendapatkan tugas sesegera mungkin dikerjakan agar tidak menumpuk di belakang hari.

Keempat, bisa membangun kecintaan terhadap aktivitas menulis. Menulis membutuhkan kecintaan yang mendalam. Banyak orang yang melaksanakan aktivitas menulis tetapi aktivitas tersebut tidak membuat kapasitas dan keterampilan menulisnya meningkat. Padahal, jika aktivitas menulis dilakukan atas dasar kesadaran dan kecintaan maka dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas tulisan yang dihasilkan.

Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin mengutip pendapat Andreas Harefa. Ia menulis bahwa menulis—seperti yang dilakukan oleh penulis buku ini—memungkinkan seseorang bergerak dari posisi conscious—competent menuju posisi yang lebih tinggi, yakni unconscious—competent (tak sadar tapi kompeten).[5] Seseorang yang sampai pada tahap ini akan mengalami (bukan mengetahui) bahwa menulis memang tidak sulit. 

Selamat kepada Ibu Noorlanyati atas terbitnya buku ini. Mari terus rawat spirit literasi sehingga bisa terbit buku-buku berikutnya. Salam.

 

Trenggalek, 2 September 2020



[1] Arswendo Atmowiloto, Mengarang Itu Gampang, (Jakarta: Gramedia, 2001).

[2] Hernowo Hasim, “Flow” di Era Socmed, Efek-Dahsyat Mengikat Makna, (Bandung: Kaifa, 2016), h. 93.

[3] Peng Kheng Sun, Meningkatkan Semangat Membaca & Menulis, Sinergi Dahsyat dari Membaca & Menulis, (Pati: Fire Publisher, 2014), h. 147.

[4] Penjelasan lebih detail tentang persoalan ini bisa dibaca di Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 160-162.

[5] Andrias Harefa, Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang, (Jakarta: Gramedia, 2002).

18 komentar:

  1. Terima kasih prof.. Selalu ada yg bisa sy petik di setiap tulisan bapak🙏

    BalasHapus
  2. Mantap Pak Doktor, sudah saya praktikkan ngemilnya

    BalasHapus
  3. MasyaAllah, begitu pentingnya aktivitas membaca dan menulis. Sangat bermanfaat, juga memotivasi.
    Terimakasih.

    BalasHapus
  4. Matursuwun atas ilmunya rof, setiap membaca tulisan bpk saya tetap ingat... Kalimat hayo...

    BalasHapus
  5. Masya Allah Pak Prof, mantap sekali motivasinya. Menulis itu butuh aksi bukan teori☺️

    BalasHapus
  6. Ikut menyimak dan berusaha istikamah dan action

    BalasHapus
  7. Terima kasih atas berbagi ilmunya Pak Ngainun. Teknik Ngemil dalam menulis. Luar biasa. Semoga bisa istikamah dalam menulis

    BalasHapus
  8. Mata air inspirasinya tak pernah habis, selalu ada yang baru, makasih Prof

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.