Nh. Dini dan Budaya Membaca

September 01, 2020

 Ngainun Naim

 


Nama Nh. Dini cukup dikenal di dunia sastra Indonesia. Ia adalah salah satu dari sedikit sastrawan perempuan Indonesia yang tangguh. Karya-karyanya yang berbobot menorehkan pengaruh besar pada perjalanan sastra Indonesia.

Saya mulai mendengar nama Nh. Dini—kalau tidak salah—saat duduk di bangku MTsN. Waktu itu sedang pelajaran bahasa Indonesia yang topiknya adalah angkatan sastrawan. Salah satu nama yang disebut adalah Nh. Dini. Hanya itu saja informasi yang saya tahu. Tidak lebih.

Tahun 2010 saat di Yogyakarta, saya menemukan buku kaya Nh. Dini. Judulnya Pondok Baca Kembali ke Semarang. Saya baca sinopsisnya dan isinya. Menarik tetapi gagal saya beli karena kondisi keuangan tidak memungkinkan.

Allah mempertemukan lagi dengan buku tersebut pada sebuah pameran buku yang digelar oleh Perpusda Trenggalek pada tahun 2015. Segera buku itu masuk prioritas bersama beberapa buku lainnya.

Dini getol membangun tradisi membaca karena keyakinannya bahwa membaca adalah cara yang efektif untuk memajukan kehidupan. Tradisi membaca menjadi salah satu tolok ukur kemajuan. Jika tradisi membaca telah tumbuh kuat di masyarakat maka bisa dipastikan masyarakat itu maju. Sementara masyarakat yang belum memiliki tradisi membaca kuat maka masyarakatnya kurang maju.

Indonesia rupanya masuk kategori kurang maju. Masyarakat Indonesia lebih suka menonton TV, bergosip, dan mejeng di jejaring sosial secara berlebihan dibandingkan membaca. Apapun yang berkaitan dengan perasaan diungkapkan secara bebas di ruang publik. Maka nyaris setiap waktu kita membaca status teman kita tentang perasaannya. Ada yang bahagia, kecewa, benci, dan berbagai ekspresi jiwa lainnya.

Hujat-menghujat pun sangat mudah kita temukan. Dikecewakan atau kurang cocok dengan seseorang diungkapkan di facebook. Itulah yang oleh para pengamat budaya popular disebut sebagai 'pergeseran ruang privat ke ruang publik'.

Nh. Dini tidak masuk dalam hiruk-pikuk semacam ini. Ia bekerja dalam wilayah konkrit, yaitu membangun budaya membaca dan menulis. Di mana pun ia tinggal, pondok baca selalu ia hidupkan, kelola, dan berdayakan secara sungguh-sungguh. Semua itu ia lakukan dengan kesadaran dan keyakinan bahwa tradisi inilah yang bisa membuat kehidupan seseorang lebih maju dan berkembang.

23 komentar:

  1. Balasan
    1. Sepakat. Mari kita juga budayakan membaca dan menulis

      Hapus
  2. Luar biasa pak... Sangat menginspirasi... Dengan masyarakat yg byk membaca akan memajukan suatu bangsa..
    Terimakasih pak..🙏🙏🙏

    BalasHapus
  3. Mantap trm kasih Prof
    dapat ilmu baru

    BalasHapus
  4. Zaman dulu sampai sekarang urusan narsis dan gosip jadi hobi Pak....jangan lelah mengingatkan saja Pak Na'im

    BalasHapus
  5. Mantul pak Doktor. Dimulai dari "Namaku Hiroko", kebablasan baca semua sampai Pierre Coffin, sutradara minions👍

    BalasHapus
  6. Motivasi tambahan untuk menyukai minat baca dan tulis

    BalasHapus
  7. Membaca akan mencerdaskan dan memajukan kehidupan....sayangnya banyak yang belum menyadari...perlu untuk selaku dimotivasi....

    BalasHapus
  8. Bernas sekali pak....agama kita islam pun mengajarkan pemeluknya untuk senantiasa membaca,..sehingga wahyu yang pertama kali diterima Rasulullah Muhammad Saw.adalah iqra ( bacalah )..ini membuktikan bahwa membaca sangat urgen dalam hidup ini.

    BalasHapus
  9. Tulisannya selalu memotivasi dan menginspirasi
    Terima kasih pak doktor

    BalasHapus
  10. Membangun budaya membaca dan menulis semoga dapat kita mulai dr diri sendiri.

    BalasHapus
  11. Mantab prof..
    Mentradisikan baca salah satu sarana untuk memajukan bangsa

    BalasHapus
  12. Josh pak na', walau aku blm bs mentradisikan baca tpi aq berdoa semoga generasi muda mendatang terutama anak2ku bs melaksanakannya.. amin

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.