Menjadi Manusia yang Terus Berkembang

Oktober 28, 2020

Menjadi Manusia yang Terus Berkembang

Dr. Ngainun Naim


 

 

 

Manusia merupakan makluk dinamis. Ia selalu tumbuh dan berkembang karena adanya tantangan dalam kehidupan. Tantangan demi tantangan membuat manusia mendayagunakan akalnya untuk pengembangan diri.

Pengembangan diri menjadi aspek penting agar kehidupan seseorang bisa maju. Tanpa adanya pengembangan diri, manusia akan menjadi sosok stagnan. Hidupnya hanya berisi rutinitas yang miskin makna.

Menurut Bryan Tracy, pada abad kedua puluh satu ini, ada penghargaan besar terhadap pengetahuan dan keterampilan. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan semakin besar keterampilan yang bisa diterapkan, maka ia semakin kompeten dan bernilai. Jika dicermati, pendapat ini secara eksplisit menyebutkan dua aspek penting dalam konteks pengembangan diri, yaitu memiliki pengetahuan yang terus diasah dan memiliki keterampilan yang mumpuni. Tanpa kedua aspek ini, seseorang akan semakin tertinggal dalam kompetisi kehidupan.

Kompetisi hidup yang semakin ketat acapkali membuat manusia kehilangan orientasi dalam hidup. Kondisi ini biasanya dialami oleh manusia yang modal kompetisinya kurang memadai. Bagi kelompok semacam ini, demi survive, sangat mungkin segala cara dilakukan. Mekanisme yang baik diabaikan asal tujuan bisa tercapai.

Pada perspektif inilah akhlak memiliki posisi yang sangat penting. Akhlak akan menentukan perilaku seseorang. Tantangan seberat apapun tidak akan menggiring kepada kemunkaran jika akhlaknya sudah baik.

Teladan akhlak adalah Baginda Muhammad Rasulullah. Tidak ada manusia yang akhlaknya sempurna, selain Rasulullah SAW. Semua manusia memiliki kelemahan dan kekurangan, termasuk manusia yang sekarang ini kita lihat sebagai manusia yang dalam pandangan kita telah memenuhi kriteria berakhlak mulia atau berkarakter. Hal ini bisa dimengerti karena dalam hadits yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah dinyatakan bahwa akhlak Nabi Muhammad Saw adalah al-Qur’an.

Bisa dibayangkan bagaimana keagungan akhlak beliau karena segala pernik hidup beliau, termasuk juga karakter beliau, merupakan gambaran dari al-Qur’an. Dan al-Qur’an adalah kitab suci yang menjadi pedoman dan petunjuk hidup seorang Muslim.

Selain itu, Nabi Muhammad adalah sosok yang dilindungi Allah dari melakukan dosa (ma’shum). Perilaku beliau terjaga dari hal-hal buruk. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya Nabi Muhammad melakukan dosa.

Hal-hal semacam itulah yang menjadikan karakter Nabi Muhammad sudah mantap. Sementara kita sebagai manusia biasa selalu tumbuh dan berkembang. Kadang-kadang kita berada dalam kondisi yang diliputi kebaikan, namun di saat yang lain kita berada dalam lingkaran keburukan. Tidak semua manusia mampu mempertahankan karakter dirinya dalam dinamika kehidupan yang terus berkembang. Kadang karakter baik yang telah tertanam kuat juga goyah. Karakter manusia biasa memang tidak selamanya kokoh. Hal ini menjadi indikasi bahwasanya akhlak itu memang harus selalu dijaga, dipertahankan, dan ditumbuhkan kembangkan. Artinya, proses pengembangan akhlak bukan proses yang sekali jadi, melainkan proses yang terus-menerus tiada henti.

Ada banyak pendapat yang berkaitan dengan proses yang tiada berhenti ini. Sebagai proses yang tiada berhenti, secara sederhana pembentukan akhlak dibagi menjadi empat tahap. Pertama,  pada usia dini disebut tahap pembentukan. Kedua, pada usia remaja disebut tahap pengembangan. Ketiga, pada usia dewasa disebut tahap pemantapan. Dan keempat, pada usia tua disebut tahap pembijaksanaan.

Namun demikian tidak semua orang setuju dengan pembagian ini sebab dalam realitasnya, tidak sedikit orang yang sudah dewasa ternyata karakternya belum terbentuk secara mapan. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak itu tidak harus disesuaikan dengan umur. Sementara dari dinamika perkembangannya; mulai dari pembentukan hingga pembijaksanaan, secara umum tidak banyak dipersoalkan.

Manusia berakhlak mulia adalah manusia yang selalu berusaha memperbaiki dirinya sebagai individu, sebagai bagian dari kehidupan sosial kemasyarakatan,  sebagai makhluk beragama, dan dalam interaksinya dengan alam. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Semua manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang berproses menjadi manusia yang berakhlak mulia.

Oleh karena itu, akhlak mulia yang telah terbentuk seyogyanya dijaga dan dikembangkan ke arah yang selalu berada dalam bingkai positif. Godaan sangat mungkin membelokkan arah karakter yang tertanam lama. Jika ini yang terjadi, seseorang akan cepat merubah jalan dan orientasi hidupnya menuju ke arah kebaikan.

Orang yang bergeser jalan dan orientasi hidupnya sangat banyak. Dalam masyarakat ada ungkapan, ”Lebih baik bekas penjahat daripada bekas kiai”.  Ungkapan ini kelihatannya sederhana dan terkesan guyonan, tetapi sesungguhnya mengandung filosofi yang cukup mendalam. Kata ”bekas penjahat” sebenarnya merupakan bentuk kilas balik kehidupan seseorang dari perilaku yang jahat menjadi perilaku yang baik. Sementara ”bekas kiai” maknanya adalah berubahnya orientasi dan kiblat seseorang dari kebaikan menjadi kejahatan.

Sebuah ungkapan tidak lahir dari ruang kosong. Ia muncul sebagai refleksi dari kehidupan yang sesungguhnya. Demikian juga dengan ungkapan di atas. Perubahan orientasi hidup, dari baik menjadi jahat atau dari jahat menjadi baik, bukan mustahil untuk terjadi. Orang jahat menjadi baik tentu menjadi harapan semua orang. Tetapi orang baik yang menjadi jahat adalah fenomena yang seyogyanya dihindari. Dalam kerangka inilah, peran berbagai pihak sangat diharapkan.

Orang yang menjadi jahat sesungguhnya membangun ’jalan gelap’ dalam kehidupannya sendiri. ’Jalan gelap’ tersebut tidak hanya bermakna masuk dalam kultur kejahatan, tetapi juga menutup pintu bagi kesuksesan dalam hidup. Mungkin saja dalam kultur kejahatan tersebut ia sukses, tetapi suksesnya diperoleh dengan jalan yang bertentangan dengan moralitas dan aturan legal-formal. Dan itu berarti kesuksesannya hanyalah sementara. Sewaktu-waktu kesuksesannya akan lenyap seiring perjalan waktu.

Dalam kaitannya dengan kesuksesan hidup, karakter tetap menempati posisi yang penting. Sebuah penelitian mengenai berbagai faktor sukses kehidupan yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa faktor IQ yang tinggi menempati urutan sukses yang ke 21, sementara masuk sekolah top berada pada urutan ke 23, dan lulus dengan nilai sangat baik atau cum laude berada pada urutan ke 30. Sementara justru hal-hal yang berkaitan dengan karakter berada pada urutan awal. Urutan faktor-faktor sukses tersebut adalah: (1) bersikap jujur kepada semua orang; (2) mempunyai disiplin yang baik; (3) pintar bergaul; (4) bekerja lebih keras; (5) memiliki semangat/kepribadian yang sangat kompetitif; (6) memiliki kualitas kepemimpinan yang baik dan kuat; (7) mengatur hidup dengan sangat baik; (8) memiliki kemampuan untuk menjual ide atau produk; (9) melihat peluang yang tidak dilihat oleh orang lain; dan (10) berani mengambil resiko keuangan bila memberikan hasil yang lebih baik.

Menyimak sepuluh urutan penentu sukses ini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa aspek yang berkaitan dengan akhlak justru yang menjadi penentu keberhasilan hidup. Sayangnya, sebagian besar masyarakat kita kurang menyadari terhadap hal ini. Mereka lebih mengejar hal-hal yang dalam kenyataannya justru kurang signifikan dalam menentukan keberhasilan hidup.

Aspek yang berkaitan dengan akhlak memang terlihat abstrak. Tetapi sesungguhnya ia menjadi bagian yang erat dan lekat dengan kehidupan. Ia selalu hadir dalam setiap gerak kehidupan. Jujur, sabar, dan beberapa nilai lainnya tersebut cukup mudah dievaluasi dalam konteks kehidupan seseorang.

Buku karya Ahmad Fahrudin ini saya kira dapat diposisikan sebagai salah satu referensi untuk membangun hidup sukses berbasis akhlak mulia. Di tengah gejala kemerosotan moral akut yang sekarang ini tengah berlangsung, dibutuhkan berbagai cara untuk mengatasinya. Buku Ahmad Fahrudin saya kira dapat mengambil posisi semacam itu.

 

 

12 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.