Pandemi dan Terbangunnya Budaya Literasi

November 29, 2020

 

Dr. Ngainun Naim

Dosen IAIN Tulungagung Jawa Timur

 


 

Tidak ada yang menduga jika kehidupan kita harus berhadapan dengan wabah Covid-19. Sebuah realitas yang menuntut kita melakukan perubahan dalam banyak hal. Perubahan yang sesungguhnya tidak mudah tetapi harus kita hadapi dengan bijak.

Relasi sosial kita menjadi sangat terbatas secara fisik. Protokol kesehatan harus diterapkan secara ketat demi keselamatan bersama. Memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan sesering mungkin menjadi prasyarat agar tidak terjadi penularan virus. Bagaimana pun juga, tidak ada yang bisa mengetahui secara pasti bagaimana virus ini ada dan menular. Salah satu cara yang penting untuk ditempuh adalah mematuhi protokol kesehatan.

Jika tidak memiliki kepentingan yang mendesak maka berada di rumah menjadi pilihan yang terbaik. Bersama keluarga dalam rentang yang lumayan lama selama masa pandemi ini sesungguhnya merupakan momentum yang sangat berharga. Di sinilah pentingnya kita memanjatkan rasa syukur atas apa yang sekarang ini tengah terjadi.

Pengetahuan, kesadaran, dan kemauan untuk memanjatkan rasa syukur berkaitan dengan aspek rohani. Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam buku Islam yang Saya Pahami, Keragaman Itu Rahmat (Jakarta: Lentera Hati, 2018), rohani menjadi pengantar manusia itu memahami yang hak, merasakan keindahan, dan mendorong kepada kebajikan. Syukur itu merupakan sebuah kebajikan. Syukur merupakan aktualisasi rasa terima kasih manusia atas anugerah Allah Swt.

Orang yang rajin bersyukur memiliki peluang besar untuk sukses dalam hidupnya. Orang sukses bukannya orang yang pasrah dan meratapi keadaan, melainkan selalu optimis dalam menghadapi keadaan yang ada. Hambatan dan tantangan hampir pasti selalu hadir dalam kehidupan kita. Jika ingin sukses maka harus berjuang menundukkan hambatan dan tantangan tersebut.

Pandemi sekarang ini seharusnya kita hadapi sebagai kenyataan. Kita tidak perlu larut dalam kesedihan berkepanjangan. Menurut Haidar Bagir dalam buku Agama di Tengah Musibah Perspektif Spiritual (2020), musibah Corona sekarang ini harus kita sikapi secara bijak. Ada tiga hal yang beliau sarankan, yaitu pertama kita harus tetap waspada. Bagaimana pun juga, sikap waspada harus terus kita lakukan karena virus corona memang tidak bisa ditebak keberadaannya. Sikap waspada bukan berarti takut berlebihan tetapi merupakan bentuk preventif dari berbagai kemungkinan yang tidak kita inginkan.

Kedua, terus berikhtiar. Ya, ikhtiar itu tugas penting manusia. Di era ini, kita harus menjaga kesehatan secara baik karena imunitas tubuh menjadi kunci penting agar kita tidak mudah terserang penyakit. Namun dalam upaya menjaga kesehatan ini juga jangan sampai berlebihan. Dalam amatan Haidar Bagir, sekarang ini banyak orang yang terobsesi (obsessed) dengan menjadikan kesehatan sebagai tujuan. Sikap obsessed ini menyebabkan dorongan untuk menjaga kesehatan, namun bukannya untuk mencari kebahagiaan, kenyamanan, produktivitas, atau kreativitas, tapi karena takut yang berlebihan. Bisa jadi takut sakit, takut mati muda, dan lain sebagainya.

Sikap obsessed dinilai Haidar Bagir tidak hanya keliru dalam hal ingin memelihara kesehatan, tetapi dari sudut pandang agama itu merupakan sikap yang melanggar prinsip paling dasar dari ajaran agama kita, yaitu Islam. Islam artinya pasrah. Berusaha menjaga kesehatan itu wajib, tetapi tidak boleh berlebihan. Kita ikuti saja keseimbangan tubuh yang Allah sudah karuniakan kepada kita. Kita ikuti cara-cara yang normal, yang seimbang, yang proporsional, dan juga hidup kita pasrah.

Ketiga, mengambil hikmah. Pandemi merupakan bagian dari ketentuan Allah. Aspek yang lebih penting adalah bagaimana menyikapi pandemi ini secara bijak. Ada banyak hikmah yang bisa kita gali, misalnya adalah mengembangkan aspek-aspek yang bersifat produktif.    

Satu satu fenomena yang tampaknya berkembang cukup subur adalah budaya menulis. Pandemi membuka peluang yang cukup luas pada digelarnya berbagai acara yang berkaitan dengan dunia menulis. Webinar, pelatihan, penulisan bersama, dan berbagai kegiatan kepenulisan lainnya cukup banyak digelar. Acara-acara semacam itu bertujuan untuk membangun dan menumbuhsuburkan budaya literasi.

Tentu fenomena ini wajib untuk kita syukuri. Pandemi, jika kita renungkan dengan hati jernih, ternyata memberikan hikmah yang besar sekali dalam kehidupan kita. Salah satunya adalah terbukanya berbagai kesempatan untuk mengembangkan diri. Potensi diri yang mungkin selama ini kurang disadari justru menemukan momentumnya untuk berkembang pada era pandemi ini.

Budaya akan terbangun secara baik ketika mendapatkan dukungan dari berbagai faktor. Salah satunya adalah faktor lingkungan. Sejauh pengamatan saya, mereka yang bisa berkembang dalam budaya menulis biasanya bergabung dalam komunitas tertentu. Komunitas memang memberi kemungkinan dan ruang terbuka untuk semakin berkembangnya budaya menulis.

Bergabung dengan komunitas memang penting tetapi kunci utamanya tetap pada pribadi masing-masing anggota. Jika anggotanya aktif dan ma uterus belajar maka akan berkembang dan sukses. Jika pasif dan tidak mau praktik menulis, tentu juga tidak banyak berkembang.

Menurut Teguh Wiyono dalam buku Nothing Impossible (Yogyakarta: Elmatera, 2009), ada lima aspek penting yang menentukan bagi suksesnya seseorang. Pertama, mencintai terhadap yang dilakukan. Menulis itu membutuhkan kecintaan mendalam. Tanpa kecintaan, menulis hanya akan menyiksa dan membuat stress. Mereka yang sukses menjadi penulis—sesungguhnya juga dalam bidang lain—adalah mereka yang menjalani kehidupan dengan penuh kecintaan.

Kedua, berorientasi pada tujuan. Tujuan membuat seseorang bisa menentukan langkah-langkah taktis untuk mewujudkannya. Jika tujuan telah ditentukan maka ada ada titik yang jelas dituju.

Ketiga, berkumpul di lingkungan orang-orang yang sukses. Komunitas yang mengorganisir penulisan antologi sebagaimana termuat di dalam buku ini adalah komunitas yang menyediakan lingkungan yang kondusif untuk produktif menulis. Komunitas penting tetapi kunci yang utama sesungguhnya tetap kembali ke individu masing-masing.

Keempat, percaya diri. Pepatah Arab mengatakan bahwa percaya diri itu kunci sukses. Jika kita cermati fenomena nyata dalam kehidupan sehari-hari, orang sukses itu orang yang percaya diri. Kepercayaan diri yang dimiliki menjadi media untuk melakukan berbagai ikhtiar dalam mewujudkan mimpi.

Dan kelima, bekerja keras dan cerdas. Tidak ada sukses yang dating pada orang yang hanya santai menunggu takdir sukses. Sukses itu formula kombinasi antara kerja keras dan kerja cerdas. Begitu juga dengan dunia menulis.

Saya ucapkan selamat atas terbitnya buku ini. Pandemi bukan halangan tetapi peluang. Mari terus budayakan menulis agar kehidupan kita semakin bermakna. Salam.

 

Trenggalek, 29 Nopember 2020

 

 

 

Bacaan

Haidar Bagir, Agama di Tengah Musibah Perspektif Spiritual, Jakarta: Nuralwala dan Noura, 2020.

M. Quraish Shihab, Islam yang Saya Pahami, Keragaman Itu Rahmat (Jakarta: Lentera Hati, 2018)

Teguh Wiyono, Nothing Impossible (Yogyakarta: Elmatera, 2009).

 

43 komentar:

  1. Suatu Kata Pengantar yang bernas dan pas.Sejatinya Pandemi tetap penuh arti dan membuat hamba Allah sadar bahwa Kuasa Allah tak bisa disepelekan

    BalasHapus
  2. Menjadikan Pandemi sebagai peluang dalam berkaryq. Thanks pak.

    BalasHapus
  3. Di awal Pandemi saya SDH menulis Puisi Anugerah di Balik Musibah. Banyak Hikmah Positif yg bisa kita gali di Masa Pandemi. Walau dengan Perjuangan yg Teramat berat dan Penuh Keikhlasan.
    Semoga Indah pada waktunya.
    Terimakasih sisa diajak bergabung dlm komunitas menulis

    BalasHapus
  4. Selamat dan sukses atas terbitnya buku dari pegiat literasi.

    BalasHapus
  5. Betul pak. Karena pandemi..sy sdh dpt menulis 4 buku meskipun msh keroyokan😊.
    Semoga ada yg mau ngajakin keroyokan lg😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin. Tetap semangat Bu. Perlu juga menyusun rencana menulis buku mandiri.

      Hapus
  6. Keren poool guru kreatif pandemi membawa berkah membudanya literasi penerbitan buku

    BalasHapus
  7. Mantap prof...yang jelas menebar virus literasi terdapat hikmah yang luar biasa.

    BalasHapus
  8. Mereka yang mampu memanage dirinya, dalam sgl sikond,akan trs berkarya,smg pandemi ini sbgai pemantik untuk lebih memberdayakan diri, musibah utk ttp disyukuri, sembari menguak hikmah dari Nya.

    BalasHapus
  9. Mantap Pandemi memang memyadarkan kita untuk bangkit berbudaya keasadaran dlm membaca dan menulis

    Toppppp

    BalasHapus
  10. Benar sekali, karena pandemi ini saya menulis,sudah ada 3 buku,2 antologi 1 solo,buku ke empat dalam proses di penerbit Andi.terimakasih

    BalasHapus
  11. Ikut bersyukur...atas terbitnya karya demi karya literasi d masa sulit ini. Suatu hikmah yang positif.

    BalasHapus
  12. Selalu mengambil sisi positif dari kejadian apapun bunda

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.