Menulis Itu Terus Belajar

Januari 28, 2021

 

Ngainun Naim


 

 

Menulis itu belajar dan terus belajar. Belajar tentang teori. Belajar dengan membaca buku, artikel, menonton YouTube dan dengan praktik menulis. Jika berhenti belajar maka kemampuan menulis tidak akan berkembang, bahkan sangat mungkin justru hilang.

Saya memiliki kenalan yang produktivitas menulisnya sungguh luar biasa. Ia selalu menulis dan menulis. Ia tidak berhenti. Produktivitas menulisnya tidak terlepas dari usahanya untuk terus membaca. Membaca dan menulis adalah pasangan yang saling mengisi. Jika tidak pernah membaca, kecil kemungkinan bisa produktif menulis. Jika rajin membaca tetapi tidak menulis, tetap akan sulit saat harus menulis.

Ada juga kenalan yang suatu ketika sangat produktif menulis. Kesibukan, profesi baru, dan semangat menulis yang semakin turun membuatnya tidak lagi menghasilkan karya. Pelan tapi pasti kemampuannya menulis memudar. Kini bahkan ia sudah tidak pernah menulis lagi.

Sampai saat ini saya terus belajar menulis. YouTube menjadi sumber belajar yang cukup penting bagi saya. Lewat YouTube saya bisa menyimak pemaparan para penulis tentang hak-ikhwal menulis. Paparan mereka kemudian saya catat, saya renungkan, saya kontekstualisasikan dalam diri saya, dan kemudian saya bagikan kepada pembaca.

Beberapa waktu lalu saya menonton YouTube penulis muda super produktif, yaitu Ahmad Rifa’i Rif’an. Penulis ratusan buku yang rata-rata best seller ini menuturkan tiga kunci penting agar produktif menulis. Tiga kunci ini jika diikuti—tentu disesuaikan kondisi kita masing-masing—akan bisa membuat kita menjadi seorang penulis yang produktif.

Pertama, memiliki alat yang fleksibel untuk menulis. Menulis itu aktivitas yang fleksibel. Ia bisa dikerjakan di mana saja dan kapan saja. Justru karena fleksibel inilah acapkali menjebak. Bukan karya yang dihasilkan tetapi tanpa menghasilkan karya. Ahmad Rifa’i Rif’an menyarankan agar kita memiliki alat yang bisa segera kita gunakan untuk mengikat ide begitu muncul dalam pikiran.

Orang-orang tertentu selalu membawa catatan kecil di saku. Begitu ada ide, mereka segera mengikatnya. Jika sedang beraktivitas maka berhenti sejenak. Secara cepat ia menuliskannya.

Ada banyak alat yang bisa dimanfaatkan untuk mengikat. Bisa handphone, laptop, dan alat-alat mengikat lainnya. Intinya, catatan dari ide itu menjadi semacam tabungan yang bisa diambil, cepat atau lambat.

Cara semacam ini penting dilakukan karena ide itu cepat datang dan cepat hilang. “Harta” yang sedemikian berharga tentu disayangkan jika hilang begitu saja. Saat sudah hilang sangat sulit untuk dipanggil kembali. Diingat-ingat sekalipun belum tentu kembali.

Kedua, ketika ide datang segera saja ditulis tanpa diedit. Jangan berpikir untuk sempurna sejak awal. Curahkan semua ide yang ada. Setelah semua keluar, baru diedit.

Saya pernah menulis tentang free writing, menulis secara bebas. Prinsipnya adalah menulis begitu saja apa yang ada dalam pikiran tanpa dibaca, tanpa peduli benar salah huruf, tanpa pertimbangan yang mengganggu. Intinya menulis dan terus menulis tanpa henti. Begitu semua yang ada dalam pikiran tertuang, segera simpan lalu istirahat. Saat kondisi fisik sudah segar atau ada kesempatan yang memungkinkan maka baru diedit.

Ketiga, meiliki target. Menulis tanpa target membuat energi menulis habis. Kawan-kawan yang tanpa memasang target biasanya mudah terjatuh dalam kemalasan dan menemukan pembenaran untuk tidak menulis. Ada target pun bisa saja tidak menulis sepanjang tidak ada komitmen untuk memenuhinya. Jadi ya harus ada target dan harus ada komitmen untuk memenuhi target tersebut.

Misalnya Anda menargetkan sehari menulis artikel semacam ini. Target ini harus dipenuhi dan diperjuangkan. Jika sudah genap dalam jumlah tertentu bisa diolah menjadi buku. Jika kita melakukannya dengan penuh komitmen, menulis buku itu bukan sesuatu yang mustahil. Semuanya mungkin tetapi memang butuh komitmen dan perjuangan.

 

Tulungagung, 28-1-2021

 

12 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.