Menulis Itu Menyehatkan

Juli 07, 2021


 

Ngainun Naim

 

Saat membaca judul artikel ini mungkin Anda setuju, mungkin tidak, atau mungkin setuju hanya sebagian saja. Anda memiliki hak secara bebas untuk menyikapi judul tulisan ini. Saya tidak memiliki otoritas untuk mengajak Anda menyetujui apa yang saya tulis.

Saya ingin mengawali tulisan ini dari pengalaman personal. Ya, pengalaman personal yang justru bertolak belakang dengan judul tulisan ini.

Dulu, sekitar tahun 2007-2008 saya pernah mengalami insomnia. Saat itu saya sedang kuliah S-3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hari-hari sebagai mahasiswa dipenuhi dengan tugas membaca, menulis, dan berdiskusi.

Target kuliah cukup tinggi. Sebagian besar dosen lulusan luar negeri—bahkan ada yang memang dari luar negeri. Mereka, menurut saya, sangat ideal. Saya harus berjuang ekstra agar bisa memenuhi target tersebut. Meskipun demikian kritik pedas kerap mewarnai setiap karya tulis yang saya presentasikan.

Kondisi ini ternyata mempengaruhi terhadap psikologi saya. Saya acapkali tidak bisa tidur. Pada malam hari saat kawan-kawan tidur, mata saya terpejam tetapi pikiran tetap hidup. Saya bisa mendengarkan semua suara dan aktivitas di luar. Sungguh sebuah kondisi yang sangat menyiksa.

Usaha-usaha untuk menenangkan pikiran sudah saya lakukan mulai dari dzikir, membaca Al-Qur’an, membaca buku psikologi, dan banyak usaha lainnya. Seiring waktu, insomnia saya sembuh ketika tugas kuliah selesai dan proposal disertasi telah diujikan.

Pengalaman ini membuat saya menyimpulkan bahwa menulis itu menjadi salah satu faktor penyebab stres. Sampai hari ini saya masih menyaksikan bagaimana mahasiswa saya terbebani stres saat mengerjakan tugas akhir. Justru karena itulah saya menulis catatan sederhana ini.

Catatan ini anggap saja sebagai pengalihan isu atau ajakan untuk menghadirkan perspektif yang berbeda. Intinya tulisan ini mengajak kita semua untuk menulis secara nyaman, bukan justru stres. Sesungguhnya tidak mudah tetapi bisa kok menulis itu tidak membuat stres.

Tulisan ringan semacam ini contohnya. Saya berusaha menikmati menulis model semacam ini. Menulisnya enak, renyah, mengalir sesuai apa yang ingin ditulis. Makanya saya membiasakan menulis model semacam ini meskipun sehari hanya sekitar lima paragraf saja.

Hanya lima paragraf? Iya, meskipun kadang juga lebih. Kalau kondisi memungkinkan bisa lebih banyak lagi. Menurut saya membuat tulisan semacam ini sangat penting artinya untuk membangun iklim menulis yang menyenangkan. Jika menulis dilakukan secara menyenangkan berarti kan menyehatkan. Segala yang menyenangkan itu menyehatkan, sementara yang menyiksa itu tidak menyehatkan.

Saya teringat kutipan pernyataan Fatimah Mernissi yang sangat terkenal. Beliau menyatakan:

 Usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit Anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa! Dari saat Anda bangun, menulis meningkatkan aktivitas sel. Dengan coretan pertama di atas kertas kosong, kantung di bawah mata Anda akan lenyap dan kulit Anda akan segar kembali.

Oh ya, saya tidak membaca secara langsung buku Mernissi. Saya menemukan kutipan ini di buku yang saya sukai yaitu buku yang diedit oleh Hernowo. Judul buku tersebut adalah Quantum Writing, Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis (Bandung: MLC, 2003), h. 27.

Jika kawan-kawan menekuni dunia menulis, buku ini sangat penting untuk dibaca. Buku ini cukup memandu untuk menekuni dunia menulis. Tentang bagaimana cara mendapatkan buku ini saya kira Anda sekalian jauh lebih ahli. Kan ada perpustakaan nasional, juga ada pelapak buku secara online. Tidak perlu seperti saya yang dulu harus bergelantungan naik bus ke Malang atau Yogyakarta sekadar untuk berburu buku.

Coba cermati pendapat Mernissi di atas. Menarik bukan? Tentu kita harus membacanya secara kritis. Aspek yang saya kira menjadi kunci dari pernyataan tersebut adalah menulis setiap hari. Saya setuju dengan pernyataan tersebut karena sejauh ini saya berusaha untuk menjalankannya. Memang tidak selalu mudah tetapi harus diperjuangkan. Bisa menulis catatan semacam ini, bisa menulis artikel jurnal, menulis buku, atau menulis bentuk lainnya. Intinya adalah menulis setiap hari.

Kalimat berikutnya dari pernyataan Mernissi menegaskan bahwa menulis itu memberikan pengaruh ke fisik penulisnya. Orang yang menulis setiap hari semakin cantik atau semakin tampan. Tentu ini bisa bermakna fisik, bisa juga bermakna non-fisik. Selain itu ukuran cantik atau tampan itu kan relatif. Namun saya setuju jika menulis itu meningkatkan “kecantikan” atau “ketampanan” penulisnya.

Nah, pernyataan Mernissi tersebut sesungguhnya merupakan penegasan bahwa menulis itu menyehatkan. Jika mengikuti formula itu maka setiap hari harus diusahakan untuk menulis secara riang—bukan justru stres—agar kita semakin sehat. Pada titik inilah menulis itu menyehatkan menemukan pembenarannya.

Pernahkah Anda stres? Jika kita sebagai manusia normal maka stress itu hampir pasti pernah menghampiri diri kita. Wajarlah Namanya juga manusia. Jika ada manusia yang tidak pernah mengalami stres saya kira perlu dipertanyakan kemanusiaannya he he he.

Aspek yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya adalah penyikapan terhadap persoalan. Ada yang tenang, ada yang bingung tidak karuan. Satu persoalan bagi seseorang biasa tetapi bagi orang lain sudah sangat berat.

Begitulah kehidupan. Konon cara terbaik menyelesaikan stress adalah dengan melakukan aktivitas yang bisa mengurangi beban. Bisa menyanyi, rekreasi, dzikir, dan bisa juga dengan menulis.

Nah, sesuai dengan judul tulisan ini, menulis ternyata memang memberikan manfaat penyembuhan. Ada seorang psikologi terkenal yang banyak meneliti tentang persoalan ini. Namanya James W. Pannebaker. Saya akan kutip beberapa pernyataannya.

§  Menulis tentang hal-hal yang negatif akan memberikan pelepasan emosional yang membangkitkan rasa puas dan lega.

§  Orang-orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang-orang yang menuliskan masalah-masalah remeh temeh.

§  Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang dialami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik.

Coba simak pernyataan-pernyataan di atas. Jika Anda sedang tertekan maka menulis adalah mekanisme yang penting untuk dipertimbangkan. Tuliskan saja secara bebas maka beban itu akan hilang dan akan muncul rasa puas.

Tidak percaya? Coba saja menulis. Semoga bisa melepaskan beban hidup dan menyembuhkan. Aamiinnn.

 

Trenggalek, 6-7 Juli 2021

 

 

 

14 komentar:

  1. Klo sy lebih enjoy menulis setelah lulus kuliah, tidak punya beban dan bebas berkreasi tanpa adanya target yg hrs dicapai. Terimakasih telah berbagi dan mnginspirasi.

    BalasHapus
  2. Jika menulis dilakukan secara menyenangkan berarti akan menyehatkan, sepertinya ini Prof. kata kuncinya.

    BalasHapus
  3. Seperti nya benar juga.. luar biasa..

    BalasHapus
  4. Terima kasih pencerahannya Prof. Naim. Menulis itu menyehatkan. Setelah menulis plong rasanya. Apapun apresiasi pembaca kita terima saja. Menginspirasi

    BalasHapus
  5. Wah, sudah lama nggak baca buku. Hehe

    BalasHapus
  6. Pencerahan luar biasa prof... Pokoknya tulis, tulis, tulis...

    BalasHapus
  7. Realistis, karena saya coba praktikkan dari apa yang sy dilihat dan rasaa👍👍

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.