Menunda

Juli 13, 2021


 

Ngainun Naim

 

Satu sikap yang cukup sering saya lakukan adalah menunda. Alasannya ada saja. Sebenarnya sih bukan alasan, tetapi pembenaran atas penundaan. Akibatnya jelas, yakni pekerjaan tidak terselesaikan.

Menunda ini saya kira juga banyak dilakukan oleh kawan-kawan pembaca sekalian. Entahlah, menunda itu kok enak saja kita lakukan. Tidak ada beban untuk menjalankannya.

Persoalan baru muncul saat waktu tagihan datang. Anehnya saat semacam ini energi bisa berlipat-lipat. Jika tagihan itu berkaitan dengan tulisan biasanya ide lancar mengalir dengan deras. Beberapa saat sebelum tenggat habis adalah saat yang produktif untuk menyelesaikan karya.

Waktu pengerjaan biasanya cukup panjang. Tapi kita tidak mengerjakannya. Ada saja satu dan lain hal yang membuat kita tidak bekerja. Saat tenggat itulah kita baru mengeksekusi.

Menunda itu bukan hal yang baik, kecuali atas persoalan tertentu. Misalnya hujan sedang lebat maka menunda bepergian tentu lebih baik daripada berangkat. Jika memaksakan diri akan berakibat basah kuyub dan bisa menyebabkan sakit. Pada kondisi semacam ini menunda bisa dimaklumi.

Pada persoalan lainnya lebih baik jangan menunda. Seorang ahli mengatakan bahwa menunda itu sama dengan menabung masalah. Ya, kelihatannya hanya satu persoalan tetapi rentetannya bisa panjang. Masalah demi masalah bisa bermunculan.

Misalnya Anda memiliki tanggungan pinjaman uang di bank. Sekali dua kali menunda pembayaran mungkin belum menjadi persoalan besar. Tetapi ketika berkali-kali menunda maka persoalannya bukan lagi hanya berkaitan dengan pelunasan tetapi juga dengan rasa malu, tekanan psikologis, relasi dengan linkungan dan sebagainya.

Suatu ketika saya menerima sebuah WA. Isinya begini:

 

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Mohon maaf sebelumnya apabila sudah mengganggu waktu panjenengan. Saya XXXXXX mahasiswa Pascasarjana IAIN Tulungagung ujian tesis 2019 ingin menanyakan apabila saya ingin meminta TTD di lembar persetujuan tesis sebagai syarat untuk pengambilan ijazah nopo saged nggih pak?

Kira-kira panjenengan bisa di temui kapan dan dimana nggih?🙏

 

Saya terdiam sejenak. Segera saya balas WA tersebut. Prinsip hidup saya sederhana yaitu jika bisa dipermudah maka mengapa harus dipersulit. Saya pun mempersilahkan untuk menemui saya karena siapa tahu dia memang membutuhkan ijazahnya untuk menentukan nasib berikutnya.

Hanya persoalannya dua tahun itu dia tidak melakukan apa-apa. Padahal hanya butuh meluangkan waktu untuk datang menemui para penguji, tanda tangan, lalu menyelesaikan administrasi dan beres. Tapi itu tidak dilakukan.

Saya banyak belajar dari pengalaman semacam ini. Menunda itu tidak baik. Meskipun bagi kalangan sufi, menunda itu sangat penting. Ya, menunda kesenangan itu menjalankan perintah Allah. Salam.

 

Trenggalek, 9-10 Juli 2021

10 komentar:

  1. Betul sekali pak Doktor sering kita menunda dan menunda akhirnya jd panjang. Buku sy seharusnya ttg artikel kurang 1 bab sebenarnya selesai Desember 2020, tapi byk orderan buku maka mundur sampai hari ini blm kelar. Harus tekad dieksekusi. Terima kasih sllemginspirasi

    BalasHapus
  2. Menunda itu memang sangat menyenangkan, melaksanakan yang tertunda sungguh sangat menyebalkan.

    BalasHapus
  3. Semoga kita semua bisa menyelesaikan tugas yang tertunda. Amin

    BalasHapus
  4. Sy masih ingat pelajaran bahasa Inggris kelas 2 SMP yg masih sy pakai sampai sekarang bila ingin menunda-nunda pekerjaan, never put off till tomorrow what you can do today.

    BalasHapus
  5. Mungkin, menunda itu masih sahabat dekat dengan malas.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.