Ide, Aksi, dan Publikasi

Agustus 25, 2021

 
Ngainun Naim

 

Menulis itu dunia unik. Disebut demikian karena berbagai alasan. Salah satunya adalah keinginan banyak orang untuk bisa menulis tetapi tidak diikuti dengan perjuangan untuk mewujudkan keinginan tersebut.

Indikasinya cukup banyak. Kelas-kelas pelatihan menulis—daring atau luring—selalu dibanjiri peminat. Komunitas-komunitas literasi didirikan di mana-mana. Meskipun demikian bisa dipastikan hanya Sebagian kecil saja yang konsisten menulis. Sementara sebagian yang lainnya masih memendam keinginan menulis namun belum bisa mewujudkannya karena banyak alasan.

Saya pernah menulis buku berjudul The Power of Writing (2015). Salah satu isi buku ini menyebut bahwa penulis itu merupakan makhluk aneh. Disebut demikian karena hanya sedikit orang yang mau dan mampu menulis. Di tengah banyaknya masyarakat yang tidak menulis, tentu yang bisa menulis bisa disebut sebagai makhluk aneh.

Menulis memang membutuhkan komitmen yang kuat. Tanpa komitmen, menulis akan sebatas sebagai keinginan belaka. Memiliki keinginan sendiri sesungguhnya sudah bagus karena tinggal menunggu komentum yang tepat untuk mengeksekusi.

Saya selalu berusaha mengajak banyak orang untuk menulis. Bagi saya, menulis adalah kunci penting kemajuan peradaban. Semakin banyak orang yang mau dan mampu menulis maka akan semakin kuat dan maju sebuah peradaban. Sementara semakin sedikit orang yang tidak menulis maka semakin rauh bangunan peradaban.

Langkah awal menulis adalah menemukan ide. Ya, tanpa inspirasi tentu tidak akan bisa menghasilkan karya. Di sinilah sering muncul salah kaprah. Banyak yang tidak menulis karena beralasan menunggu ide datang. Padahal ide tidak akan datang dengan sendirinya. Ide itu harus dicari, diperjuangkan, dan ditelusuri tanpa henti. Lewat usaha maka ide akan datang menyapa.

Ide menulis sesungguhnya luas terhampar. Ia ada di mana saja. Persoalan biasa bagi masyarakat, di tangan penulis bisa menjadi ide yang bisa diolah secara menarik. Kuncinya pada kemampuan untuk menangkat fenomena dan mengolahnya menjadi tulisan.

Realitas kehidupan sehari-hari adalah sumber ide yang sangat kaya. Orang bekerja, lalu lintas, pemandangan alam, kehidupan perkotaan, dan hal apa pun dalam kehidupan adalah sumber tulisan. Lihat saja buku-buku yang idenya tentang realitas kehidupan. Jumlah sangat melimpah.

Buku juga sumber inspirasi yang tiada bertepi. Seorang penulis wajib memiliki budaya membaca. Membaca dan menulis itu ibarat dua sisi mata uang. Membaca tanpa menulis bisa diibaratkan sebagai pohon yang tidak berbuah, sementara menulis tanpa membaca bisa diibaratkan sebagai buah yang kurang gizi. Perpaduan antara membaca dan menulis inilah yang akhirnya menghasilkan tulisan yang berbobot.

Semakin banyak membaca maka peluang mendapatkan ide semakin terbuka. Bacaan demi bacaan akan memperkaya khazanah pengetahuan dan imajinasi. Pertautan antara fenomena dengan kekayaan bacaan bisa mengkristal menjadi ide. Begitulah sesungguhnya proses ide terbentuk, meskipun setiap penulis memiliki pengalaman unik yang bisa jadi tidak sama antara satu dengan yang lainnya.

 Ide yang telah ditangkap bukan berarti menjadi jaminan menjadi tulisan. Ketika belum mendapatkan ide, banyak yang bingung harus menulis apa. Namun begitu ide diperoleh juga tidak segera dieksekusi. Akibatnya, ide kemudian menguap hilang entah ke mana.

Ketika ide sudah diperoleh maka langkah terbaiknya adalah segera diikat. Ya, ditulis. Jika belum memungkinkan untuk ditulis sampai selesai paling tidak ditulis judulnya. Ada banyak alat yang bisa digunakan untuk merekam kelebatan ide. Bisa di HP, kertas, buku, dan tempat-tempat lainnya. Intinya jangan sampai tidak dicatat karena ingatan memiliki banyak keterbatasa. Nah, saat ada kesempatan, ide tersebut segera dieksekusi menjadi tulisan sampai selesai.

Proses menulis itu sendiri menjadi tantangan yang tidak ringan. Banyak sekali hambatan yang harus dihadapi oleh orang yang menulis, khususnya penulis pemula. Hambatan tersebut bisa internal, bisa eksternal. Kegigihan dan perjuangan untuk menundukkan hambatan menjadi kunci penting bagi selesainya tuisan.

Penulis yang sukses adalah penulis yang selalu menjaga komitmen untuk menulis. Ia sadar betul bahwa jalan menulis itu tidak lurus. Jalannya terjal dan berliku. Meskipun demikian ia harus dilalui agar bisa menghasilkan tulisan. Jika ia menyerah maka seumur hidup ia tidak bisa menjadi penulis dalam makna yang sesungguhnya.

Sebuah buku pada hakikatnya adalah kumpulan dari tulisan demi tulisan yang awalnya sedikit. Jika ingin menghasilkan buku maka perlu membiasakan diri menulis secara rutin. Jika tidak bisa banyak, sedikit pun bukan masalah asal dilakukan secara konsisten.

Jika seseorang mampu disiplin menulis satu halaman saja setiap harinya maka dalam setahun sudah diproleh 365 halaman. Jumlah tulisan sebanyak itu jika ditata bisa menjadi 2-3 buku. Bahan tulisan sudah ada, tinggal mengolah menjadi sebuah buku yang utuh.

Catatan ini ingin menegaskan tiga hal penting dalam melahirkan sebuah buku, yaitu ide, aksi, dan publikasi. Ketiganya merupakan rangkaian yang saling berkait-kelindan. Ketiganya harus dijalani secara baik agar sebuah buku bisa lahir. Setelah itu tinggal bekerja bagaimana agar tulisan bisa dibaca secara luas. Substansinya adalah setiap tulisan itu memiliki takdirnya sendiri. Tugas penulis adala menulis, menulis, dan menulis.

 

Tulungagung, 24-25 Agustus 2021

 

Dr. Ngainun Naim, Dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Aktif dalam kegiatan penelitian, penulisan, dan mendampingi kelompok-kelompok yang berminat mengembangkan budaya literasi. Menulis sekitar 40 judul buku, ribuan esai, dan puluhan artikel jurnal ilmiah. Penulis bisa dihubungi di: 081311124546.

 

14 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.