Perjalanan dan Mengabadikan Pesan

Agustus 15, 2021


 

Dr. Ngainun Naim

 

Menulis itu menorehkan makna. Tulisan mungkin saja terlihat sederhana tetapi sangat mungkin memiliki energi besar bagi pembacanya. Nasib tulisan memang tidak pasti namun satu yang pasti bahwa setiap tulisan memiliki takdirnya sendiri.

Nasib tulisan itu misterius. Ahmad Wahib lewat bukunya yang monumental, Pergolakan Pemikiran Islam (Jakarta: LP3ES, 1998), hampir pasti tidak menduga jika catatan hariannya yang disulap menjadi buku oleh Johan Effendi dan Ismet Natsir telah menginspirasi begitu banyak anak muda Islam. Wahib hanya menuangkan gagasan, ide, dan pemikirannya dalam bentuk catatan harian. Puluhan tahun sesudah wafatnya, catatan demi catatan itu bermetamorfosis menjadi buku.

Buku Ahmad Wahib adalah bukti bahwa tulisan itu memiliki energi dan pembaca sendiri. Energi itu acapkali tidak terduga. Pada pembaca yang menemukan relevansi dan kesesuaian konteks dari tulisan itu akan bisa menjadikannya sebagai sumber untuk perubahan hidup.

Intinya tulisan itu—apa pun bentuknya asal positif isinya—merupakan rekaman dan jejak hidup penulisnya. Tradisi menulis itu seharusnya ditumbuhsuburkan. Apa saja bisa ditulis. Bisa pemikiran ilmiah yang rumit dan membuat pembaca dan penulisnya pusing, bisa juga hal-hal sederhana. Catatan harian tentang apa saja yang kita temui dalam hidup juga bisa menjadi tulisan.

Salah satu segmen yang bisa ditulis adalah perjalanan. Saya teringat buku bagus karya Gola Gong yang berjudul Menggenggam Dunia, Bukuku Hatiku (Bandung: DAR!, 2006) yang isinya sebagian besar adalah kisah perjalanan beliau. Ya, beliau sangat rajin mencatat kisah-kisah perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Memang Gola Gong menjadikan perjalanan sebagai salah satu inspirasi menulisnya.

Pernah dalam suatu kesempatan webinar Gola Gong menjelaskan bahwa seorang penulis itu jangan hanya duduk manis di rumah dan membaca buku saja. Penulis itu harus sering keluar, melakukan banyak perjalanan, mengamati suasana, merenungkan apa yang diamati, dan kemudian mengolahnya menjadi tulisan. Semakin sering berinteraksi dengan kenyataan dan mengolahnya menjadi tulisan maka hasil tulisannya akan jauh lebih berkualitas.

Perjalanan adalah inspirasi menulis tanpa tepi. Gola Gong menulis bahwa perjalanan mengajarkan tentang kesabaran, keteguhan, dan tidak mudah menyerah. Lewat perjalanan kita bisa menemukan banyak tantangan. Jika ada persoalan, itulah tantangan yang harus ditundukkan. Begitu terus tanpa henti. Gong menulis, “Aku percaya pada proses. Aku percaya pada kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Harus ada rentang waktu karena di situlah jiwa kita terasah dan terbiasa”.

Menulis itu hasil dari kerja keras. Meskipun terlihat sederhana sesungguhnya sebuah tulisan merupakan hasil dari perjuangan penulisnya dalam menundukkan waktu. Orang bisa menulis harus berjuang menyisihkan waktu. Lewat kerja keras, hasil tulisan bisa berusia sangat Panjang melampaui kekuatan lisan.

Menulis pada hakikatnya mengabadikan pesan. Penulis yang baik akan selalu menulis sesuai minat dan kemampuannya. Tulisan itu seharusnya didudukkan dan diposisikan sesuai konteks yang tepat. Catatan perjalanan, misalnya, sangat bermanfaat untuk merekam jejak yang pernah dilakukan. Catatan itu juga bisa menjadi sumber informasi yang inspirasi.

Bagi penulisnya mungkin terlihat sederhana, tetapi sangat mungkin bagi pembaca serasa istimewa. Tugas penulis adalah menulis. Mari terus semua tugas ini agar mengabadi. Ya, agar pesan kita mengabadi.

Selamat atas terbitnya buku ini. Gunawan adalah penulis yang tidak kenal kata menyerah. Selalu menulis untuk mengabadikan pesan.

 

Trenggalek, 15-8-2021

5 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.