Pangeran Diponegoro, Proses Kreatif Menulis, dan Rekonstruksi Pendidikan Pesantren

September 04, 2021


 

Ngainun Naim

 

Jika dilihat sekilas sepertinya agak sulit menghubungkan Pangeran Diponegoro dengan rekonstruksi dunia pesantren. Kita umumnya mengenal beliau sebagai seorang pejuang gigih tidak kenal menyerah dalam melawan Belanda. Perlawanannya selama lima tahun membuat Belanda kalang kabut. Taktik licik pun digunakan. Pangeran Diponegoro ditangkap lalu dibuang ke Makassar.

Sejarawan yang tekun meneliti Pangeran Diponegoro adalah Peter Carey. Puluhan tahun ia meneliti Pangeran Diponegoro dengan sepenuh cinta. Kita bisa menyimak pada buku-buku yang ditulisnya seperti Kuasa Ramalan; Takdir, Riwayat Pangeran Diponegoro; Sisi Lain Diponegoro, atau buku biografinya yang luar biasa Urip Iku Urub.

Ditangkapnya Pangeran Diponegoro membuat para pengikutnya terpisah. Sebagian menyebar ke wilayah timur. Sebagian dari mereka mendirikan pesantren untuk melanjutkan perjuangan.

Saya memiliki sebuah buku menarik karya Prof. KH. Yudian Wahyudi, Ph.D. Buku dengan judul Perang Diponegoro: Tremas, SBY dan Ploso ini sesungguhnya sudah cukup lama terbit, yaitu tahun 2012. Saya mendapatkan buku ini langsung dari penulisnya saat mengisi acara di IAIN Tulungagung. Namun sekian tahun memiliki buku ini ternyata saya belum membaca tuntas buku ini.

Ada ratusan buku di rumah yang nasibnya sama seperti buku Prof. Yudian. Memang saya lebih sering membeli buku daripada membaca buku. Entahlah, ada banyak alasan untuk membenarkan saya tidak membaca. Salah satunya adalah dalih lebih baik memiliki buku yang mudah kita baca saat membutuhkan daripada tidak memilikinya.

Dua minggu lalu saya menata kembali buku yang ada di lemari. Saya terkejut ternyata buku karya Prof. Yudian dimakan rayap. Sunggup hewan tidak tahu sopan santun. Buku yang mengandung ilmu sedemikian bermutu dimakan juga.

Buku pun segera saya selamatkan. Saya cek nyaris sebagian halaman dalam buku digerogoti rayap. Namun demikian halaman demi halaman masih bisa dibaca. Tidak ada pilihan selain segera membaca dan mencatat poin-poin yang penting di dalamnya.


 

Proses Kreatif Menulis

Saya tertarik tidak hanya pada substansi cita-cita Prof. Yudian yang sangat tinggi yang diuraikan di buku ini tetapi juga pada bagaimana beliau menulis. Saya kebetulan menekuni dunia literasi sehingga informasi tentang proses kreatif menulis beliau cukup penting untuk saya baca, telaah, dan kemudian saya bagikan dalam tulisan demi tulisan sederhana yang saya buat.

Buku ini lahir melalui perjuangan yang tidak sederhana. Prof. Yudian menulis bahwa untuk mengatasi kemacetan Jakarta, beliau berangkat lebih pagi ke kantor. Hal ini memungkinkan beliau memiliki waktu satu jam untuk menulis sebelum jam kerja kantor. Saat senggang, beliau mengedit tulisan yang sudah dihasilkan. Sore beliau pulang lebih akhir sehingga bisa menulis satu jam setelah selesai jam kantor (xvi).

Intinya adalah perjuangan menyisihkan waktu. Kesibukan sebagai seorang pejabat tinggi di Kemenko PMK—ketika naskah buku ini ditulis—jelas sangat tinggi. Namun kesibukan bukan halangan untuk menulis. Prof. Yudian memberikan teladan kepada kita semua tentang bagaimana manajemen waktu untuk selalu bisa menulis. Sibuk tetapi tetap produktif menulis. Sungguh tidak mudah.

Perjuangan dalam mewujudkan karya yang dilakukan oleh Prof. Yudian sesungguhnya sudah mandarah daging sejak muda. Pada halaman 52 buku ini beliau menulis bahwa mulai tahun 1982 beliau telah aktif menerjemahkan buku berbahasa asing (Arab dan Inggris) ke Bahasa Indonesia. Hal itu bisa dilakukannya setiap malam sampai menjelang subuh. Tentu ini perjuangan yang tidak ringan. Perjuangan yang menggambarkan keseriusannya dalam menjalankan sebuah aktivitas.

Bekerja sangat keras memang bisa memberikan hasil maksimal namun ada juga efek negatifnya. Pada kasus Prof. Yudian, tiga jari kanan beliau pernah mati rasa selama beberapa hari karena kerja kerasnya dalam menerjemah. Tentu ini sangat menyedihkan meskipun akhirnya bisa sembuh kembali.

Ada aspek yang saya kira bisa diteladani dari proses beliau menulis dan menerjemah, yakni setiap mau menulis atau menerjemah, ada tiga ritual yang dilakukan yaitu minum kopi, merokok (sekarang sudah berhenti), dan shalat hajat. Kaitannya dengan shalat hajat, beliau bisa melakukannya sampai 7 kali sehari. Setiap bosan melanda, beliau shalat hajat (h. 52).

Coba bayangkan betapa seriusnya usaha lahir dan batin beliau. Perpaduan usaha lahir batin inilah yang saya kira menjadi penentu sukses beliau. Beliau pernah menjadi Guru Besar di Amerika, Menjadi Dekan, Menjadi Rektor, dan sekarang menjadi Ketua BPIP.

Ada satu lagi pelajaran penting menulis yang diajarkan Prof. Yudian dalam buku ini yaitu editing. Menurut saya teknik editing Prof. Yudian unik. Saat menulis disertasi, setiap bakda shubuh beliau menulis dua halaman yang kemudian dicetak. Hasil cetakan itu dibawa ke mana pun untuk diedit berkali-kali. Ketik, cetak lagi berkali-kali sampai merasa puas.  Ini membuatnya tidak kehabisan ide karena selalu membaca dan kemudian meredaksi ulang catatan demi catatan di draft naskah (56-57).

Metode ini bisa ditiru. Sehalaman bisa berkembang menjadi dua halaman, bahkan lebih. Selalu saja ada hal baru yang bisa dimunculkan dan dikembangkan. Teknik editing semacam ini saya kira memang cukup efektif dan membuat penulis tidak terburu nafsu untuk

 

Rekonstruksi Pendidikan Pesantren

Jika boleh disebut, buku ini adalah cita-cita edukatif Prof. Yudian Wahyudi. Cita-cita yang menurut saya sangat spektakuler namun diturunkan menjadi aksi nyata, yaitu membangun pesantren “penakhluk” Unas/Nilai Ebtanas Murni dan Bahasa Arab berbasis kemandirian ekonomi (xiv). Saya tidak tahu persis berapa tahun cita-cita ini akan terwujud, namun saya menikmati bagian demi bagian dari cita-cita beliau.

Ya, Prof. Yudian memiliki cita-cita yang luar biasa. Keseluruhan isi buku ini bisa diringkas dalam tawaran untuk rekonstruksi Pendidikan pesantren. Beliau tidak langsung menawarkan jalan rekonstruksi tetapi melakukan telaah historis dengan detail.

Prof. Yudian dengan tekun menelusuri jejak-jejak historis Pesantren Termas Pacitan. Paparannya sangat detail, bahasanya mengalir renyah, dan argumennya cukup kuat. Secara tegas beliau tidak hanya berposisi sebagai sejarawan tetapi juga sebagai pelaku sejarah. Beliau rupanya tidak hanya ingin dikenang dalam sejarah tetapi juga menciptakan sejarah itu sendiri.

Dunia pesantren, menurut Prof. Yudian, memiliki tujuh kelebihan. Ketujuh kelebihan ini, menurut saya, merupakan sistematisasi yang cukup bagus. Sejauh ini sesungguhnya kita sudah mengetahuinya tetapi Prof. Yudian menyusunnya secara sistematis dan kemudian menurunkan uraiannya dalam Langkah-langkah praktis. Tujuh kelebihan pesantren tersebut adalah; (1) berasrama; (2) santri umumnya dari luar daerah; (3) hampir seluruh literaturnya berbahasa Arab; (4) ada ujian lisan; (5) ada takror; (6) Ada sorogan; dan (7) ada doa kiai.

Tujuh kelebihan itu tidak dimiliki Lembaga mana pun. Pesantren memang harus melakukan perubahan demi kebaikan pesantren itu sendiri. Pemikiran di buku ini, meskipun tidak semuanya bisa diaplikasikan secara general, memberikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan Islam, khususnya pesantren.

 

Trenggalek, 4-9-2021

20 komentar:

  1. Luar biasa memginspirasi pak Doktor

    BalasHapus
  2. Sangat inspiratif Pak, Maturnuwun

    BalasHapus
  3. Kolaborasi yang kuat antara usaha lahir batin. Sajian bergizi kaya nutrisi ini prof.

    BalasHapus
  4. Menginspirasi dan menambah semangat menulis Prof.

    BalasHapus
  5. Tulisan njenengan memberikan saya cambukan untuk lebih semangat lagi menulis. Sesibuk apa pun, aktivitas menulis harus di perjuangkan. Terimakasih Prof untuk sharing ilmunya

    BalasHapus
  6. Tulisan bapak menumbuhkan motivasi menulis

    BalasHapus
  7. sungguh aku berkesan dengan tulisan pak Ngainun

    BalasHapus
  8. Tulisannya panjang, setelah saya baca tahu tahu selesai, menunjukkan saya menikmati membaca tulisan ini, di sisi lain bisa belajar dari proses kreatif Prof. YUDIAN yang luar biasa. Terima Mas Doktor

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.