Buah Istiqamah

November 12, 2021

Ngainun Naim

 


SAYA menjadi anggota beberapa grup WA yang perhatiannya secara khusus bidang literasi. Grup-grup WA semacam ini sebagian besar dibentuk sebagai upaya merawat spirit membaca dan menulis setelah kegiatan semacam pelatihan atau webinar. Adanya grup ini diharapkan menjadikan setiap anggotanya tetap MAU dan MAMPU untuk terus menekuni dunia literasi.

Namun demikian tidak semua latar belakangnya semacam itu. Ada juga grup yang dibentuk karena kesamaan visi-misi para anggotnya. Grup semacam ini biasanya lebih solid dibandingkan grup yang dibentuk karena momentum tertentu.

Secara sederhana grup WA yang saya terlibat di dalamnya bisa dibagi menjadi beberapa tipe. Pertama, grup yang (sebagian) anggotanya terus aktif memproduksi tulisan demi tulisan. Hal ini berlangsung konsisten sejak berdiri sampai sekarang. Rasanya tidak ada hari tanpa mengunggah tulisan. Memang pada grup yang semacam ini saya menekankan kepada anggotanya untuk memiliki blog. Tentu tidak hanya memiliki blog saja tetapi juga mengisinya dengan tulisan secara rutin.

Beberapa grup ada yang anggotanya rutin mengisi blog dan mengunggahnya. Bagi anggota yang aktif berlaku rumus tiada hari tanpa menulis dan mengunggahnya. Anggota tipe ini bisa menjadi motor bagi anggota lainnya. Di tengah dinamika keaktifan anggota yang naik turun dalam menulis, anggota aktif ini tetap kukuh menulis tanpa peduli hambatan dan tantangan.

Kedua, grup yang keaktifannya tentatif. Kadang aktif, kadang tidak. Dalam waktu tertentu selalu saja ada anggota yang masih menulis dan mengunggahnya ke grup. Grup semacam ini tetap saya rawat dan kelola. Terkadang saya masih mengunggah tulisan dan mengajak para anggota grup untuk kembali menekuni aktivitas membaca dan menulis. Pada saat tertentu ada satu atau dua anggota yang mengunggah tulisannya. Komentar pun bermunculan. Namun kemudian pada hari berikutnya grup kembali senyap. Tidak ada unggahan tulisan, tidak ada perbincangan, tidak ada diskusi. Saya kadang sampai lupa jika menjadi anggota grup sampai kemudian ada momentum yang menjadi pengantar untuk mengingatnya.

Ketiga, grup yang pernah ada. Grup ini senyap, bahkan sangat senyap. Di grup ini saya kadang masih berkirim tulisan yang baru saya unggah. Tidak terlalu sering karena kadang juga saya lupa terhadap keberadaan grup ini. Namun demikian komentar para anggota juga tidak ada. Bahkan jempol atau stiker juga tidak muncul. Saya tetap “merawat” grup ini. Ya siapa tahu akan ada manfaatnya bagi anggota yang menjadi pembaca sunyi atas setiap tulisan yang saya unggah.

 Kini saya merasa bahagia karena banyak kawan-kawan anggota grup yang konsisten menekuni dunia literasi. Mereka terus berkarya tanpa memperhitungkan lagi aspek keuntungan materi. Pokoknya menulis dan menerbitkan karya, termasuk buku. 


 

Salah satu anggota grup yang cukup istiqamah menulis adalah Pak Suprianto. Ia merupakan seorang kepala madrasah ibtidaiyah di wilayah Kecamatan Kalidawir. Saya mengenal beliau di grup Ma’arif Menulis. Padahal kami sesungguhnya satu almamater, yaitu sama-sama alumni MTsN Tunggangri Kalidawir Tulungagung. Bedanya hanya di tahun masuk dan keluar.

Grup Ma’arif Menulis awalnya dibentuk sebagai tindaklanjut dari sebuah workshop yang digelar pada Maret 2020. Ya, hanya beberapa hari sebelum pasukan Covid-19 menyerang dunia. Justru ketika kita harus banyak di rumah, grup ini mulai menunjukkan aksinya. Beberapa buku antologi berhasil terbit.

Anggota grup Ma’arif Menulis terdiri dari para kepala madrasah dan guru. Namun ada juga anggota dari luar yang memiliki minat dalam dunia menulis. Lewat grup ini saya sering menjadi kompor agar semua anggota mau untuk terus menulis.

Pak Suprianto adalah salah satu anggota yang cukup konsisten menulis. Sejauh yang saya amati, beliau tidak pernah absen menulis setiap harinya. Ya, setiap hari beliau menulis selama sekitar satu tahun delapan bulan. Istiqamahnya dalam menulis tiada tanding. Pak Suprianto orangnya pendiam. Juga tidak banyak berkomentar di grup. Namun tulisannya menjadi bukti bahwa ia adalah seorang yang emosinya telah mapan. Wajar jika ia terus bisa menulis.

Pak Suprianto setiap hari menulis lima paragraph. Ya, beliau jarang menulis lebih dari lima paragraf. Topiknya bermacam-macam. Buah istiqamahnya adalah empat buah judul buku solo. Buku yang diterbitkan Pak Suprianto merupakan kompilasi dari tulisan hariannya yang kemudian diolah mengikuti struktur sebuah buku. Rutinitasnya menulis setiap hari adalah tabungan yang sangat berarti.

November 2021 menjadi penanda lahirnya dua buku karya Pak Suprianto. Judul buku beliau adalah Jejak Pena Penulis Pemula dan Narasi Panjang Seorang Guru. Kedua buku ini sangat penting artinya dalam konteks budaya literasi. Literasi yang sekarang ini dijadikan kebijakan bukan sekadar slogan. Ia harus diturunkan menjadi tindakan.

Selamat atas terbitnya buku Pak Suprianto. Mari terus istiqamah. Insyaallah banyak manfaatnya. Bagi kawan-kawan sekalian, mari meniru jejak Pak Suprianto. Istiqamah adalah kunci sukses. Pak Suprianto sudah membuktikannya.

 

Trenggalek, 11-12 Nopember 2021

18 komentar:

  1. Subhanallah, pak suprianto sangat tekun dan ajek dalam menulis.

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah...mg buku saya pun bisa terbit lagi

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah, buah kesabaran dan bimbingan Prof.Naim. "Sanad" menulisnya nyambung ke jenengan..he..he

    BalasHapus
  4. "Hobby jagongan, muleh2 dadi tulisan," Begitulah sekelumit kalimat menarik penuh inspiratif, hasil kuliah siang tadi. Sepertinya tulisan2 ringan njenengan bakal menjadi candu dan healing, sehat sll dan terus menginspirasi bapak����

    BalasHapus
  5. Sgt inspiratif. Sehari sehelai benang lama-lama menjadi kain

    BalasHapus
  6. Sangat bermanfaat dan inspiratif, yuk menulis.hhhh

    BalasHapus
  7. Allahummanular.... Walaupun ini tiap hari nulisnya, nulis borang pak ...

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.