Diskusi Minggu Pagi

Desember 02, 2021
Gambar tidak ada hubungannya dengan isi tulisan

 
 
Ngainun Naim

 

MINGGU pagi 28 September 2021. Jarum jam baru saja beranjak dari angka tujuh. Saya masih menikmati ketela goreng hangat plus teh manis saat sebuah mobil parkir di depan rumah.

Saya tahu siapa yang datang. Sebelumnya kami sudah berkomunikasi. Saya juga mengirim google map agar lebih mudah menemukan tempat tujuan. Nyatanya tanpa bertanya mereka juga sampai ke rumah.

Mereka berjumlah 5 orang. Empat orang dewasa, satu anak. Jauh-jauh dari kabupaten tetangga, kedatangan beliau-beliau untuk membangun silaturrahim yang erat.

Tentu ini merupakan kebahagiaan yang tidak terkira. Saya memiliki beberapa orang sahabat baru. Bagi saya, sahabat itu sangat penting. Semakin banyak semakin bagus. Saya teringat tagline seorang penulis yang sangat menarik yang berbunyi, "Seribu sahabat masih kurang. Satu musuh terlalu banyak".

Membangun persahabatan sungguh menyenangkan. Ada begitu banyak hikmah dan ilmu yang saya peroleh. Seperti saat Minggu pagi itu.

Kami berbincang santai tentang banyak hal. Pak Asaduddin Lukman (Ketua LP Ma'arif Ponorogo), Pak Arifin (Bendahara LP Ma'arif Ponorogo), dan Mas Sugeng Rabbani (Kepala MTs Ma'arif Ponorogo) bercerita tentang banyak hal, khususnya dunia pendidikan di lingkungan NU.

Diskusi berlangsung secara gayeng. Ada begitu banyak dinamika dalam dunia pendidikan. Diskusi bisa menjadi media untuk memetakan persoalan yang ada sekaligus menemukan butir-butir pemikiran yang barangkali bisa memberikan kontribusi.

Saya mencatat beberapa hal yang menjadi simpul dalam diskusi. Pertama, kampanye budaya membaca. Membaca sangat besar manfaatnya untuk kemajuan kehidupan. Di kalangan masyarakat, minat membaca masih jauh dari harapan. Keadaannya diperparah dengan kehadiran media sosial. Sebelum membaca menjadi tradisi, orang sudah terhipnotis dengan media sosial. Budaya membaca pun semakin terpinggirkan.

Di tengah situasi semacam ini, membaca harus terus dikampanyekan. Buku-buku bacaan terus disediakan. Ikhtiar-ikhtiar kreatif bagi lahirnya kebiasaan membaca harus terus dilakukan. Lewat berbagai cara inilah diharapkan membaca semakin membudaya.

Kedua, kita ini makhluk sosial. Makhluk yang eksistensinya berkaitan dengan sesama manusia.  Implikasinya kita perlu memperkuat silaturrahim dan persahabatan. Inilah cara kita memperkaya jiwa. Semakin banyak kawan semakin baik.

Era pandemi bukan halangan untuk silaturahim. Secara fisik masih bisa dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Secara nonfisik, jejaring sosial cukup membantu untuk terus menjalin—dan bahkan mengembangkan—relasi dengan sesama. Sepanjang dimanfaatkan secara baik, jejaring sosial semakin memperkokoh persaudaraan.

Ketiga, potensi untuk transformasi. Transformasi menuju kehidupan yang lebih baik merupakan aspek yang harus diperjuangkan. Ia tidak datang begitu saja. Perlu diupayakan berbagai upaya dan menciptakan berbagai kondisi agar transformasi bisa terwujud.

Transformasi tidak selalu berlangsung cepat. Ada banyak aspek yang memengaruhi. Meskipun demikian harus selalu diupayakan langkah-langkah teknis dan strategis.

Keempat, Nahdlatul Ulama memiliki banyak potensi yang bisa dijadikan sebagai kekuatan transformasi. Potensi ini penting untuk diidentifikasi, diorganisir, dan diberdayakan. Lewat cara-cara yang sistematis, NU memiliki potensi untuk menjadi organisasi yang semakin maju.

Kelima, kompetisi secara sportif itu penting. Jika lembaga lain bisa maju sesungguhnya kita juga bisa maju. Tentu tidak sekadar retorika melainkan ada upaya secara serius dan sistematis. Basis awalnya adalah spirit untuk menjadi lebih maju. Terlihat sederhana tetapi spirit ini harus terus dirawat dan dipupuk agar selalu bersemangat mengelola lembaga pendidikan.

Keenam, masyarakat sekarang ini memiliki harapan besar terhadap lembaga pendidikan. Kuncinya ada pada mutu. Para orang tua rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit demi mendapatkan lembaga pendidikan yang sesuai ekspetasi untuk anak-anaknya. Lihat saja kompetisi sekolah-sekolah yang bermutu. Sangat ketat.

Realitas ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain. Inspirasi untuk maju agar sesuai dengan harapan masyarakat. Sekolah yang maju diburu masyarakat sementara yang tidak mutu akan ditinggalkan.  Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat dan pendidikan memiliki relasi resiprokal atau hubungan timbal-balik.

Ketujuh, pendidikan itu merupakan investasi jangka panjang. Pendidikan menjadi modal untuk mengarungi hidup. Tanpa pendidikan yang memadai seseorang akan terhempas dari kompetisi hidup yang semakin kompleks. Memberikan pendidikan terbaik kepada anak merupakan bentuk investasi yang sangat berharga dalam kehidupan.

 

Minggu, 19 Sept 2021

 

3 komentar:

  1. Pak Naim dari silahturahmi banyak sekali yang bisa digali dan jadi pengingat diri bahwa Pandemi bukan halangan selama kira menjaga prokes dan tetap waspada. Imsn dan imun

    BalasHapus
  2. Banyak teman yabg baik banyak rezekinya

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.