Mas Tarom dan Kenangan Perjuangan

Juni 08, 2022


 

Ngainun Naim

 

Saya kenal baik dengan Dr. H. Muhtarom, M.Ag., meskipun bukan berarti kenal sangat akrab. Perkenalan ini disebabkan karena banyak faktor. Salah satunya adalah adanya ikatan ideologis kultural sebagai sesama warga nahdliyin.

Sejauh ingatan, pertama kali saya mengetahui nama Muhtarom pada akhir tahun 1990-an. Saat itu saya menjadi salah satu Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Tulungagung. Di dinding kantor PC PMII Tulungagung terpampang foto para ketua cabang dan tahun-tahun kepemimpinannya.

Saya sering memandangi foto demi foto para ketua cabang tersebut. Rasanya bahagia dan bangga. Mereka adalah pemimpin yang membuat saya bisa berada di PMII. Tanpa mereka, PMII tidak akan ada di Tulungagung.

Salah seorang yang fotonya terpampang adalah Dr. H. Muhtarom, M.Ag. Tertulis di foto itu nama Muhtarom dengan mengenakan jaket PMII. Masa kepemimpinannya adalah Tahun 1984-1986. Terlihat elegan dan berwibawa.

Sejak itu saya beberapa kali bertemu beliau. Kepentingannya bermacam-macam. Paling sering ya minta sumbangan. Maklum, aktivis mahasiswa zaman Orde Baru he he he. Sesungguhnya bukan semata meminta sumbangan melainkan juga menjalin silaturrahim dengan senior. Aspek ini sangat penting agar selalu ada kesinambungan antar generasi.

Suatu ketika ada pertemuan di rumah Sahabat Khoiruddin Abbas di Sumbergempol. Pertemuan dilaksanakan pada malam hari. Sebagaimana biasa, pertemuan kader PMII berlangsung sampai larut malam, bahkan menjelang pagi. Saat pertemuan usai, satu persatu peserta pertemuan meninggalkan rumah Cak Din—sapaan akrab Khoiruddin Abbas. Tetiba Mas Tarom menyapa saya yang memang masih bertahan belum meninggalkan rumah Cak Din.

Mas Naim ora mulih nyang Sambidoplang?”

“Boten Mas”, jawab saya.

“Karepku yen mulih arep tak nggo konco ngidul”, kata beliau.

Karena saya tidak pulang, beliau pun kemudian pulang sendiri ke Betak. Seingat saya beliau mengendarai Vespa yang legendaris itu.

Seiring perjalanan waktu kami semakin sering bertemu dan berinteraksi. Momentumnya bermacam-macam. Bisa kegiatan, bisa juga memang saya ada keperluan secara sengaja dengan beliau. Misalnya, keperluan penelitian.

Tahun 2015 saya melakukan penelitian mandiri. Maksudnya, penelitian yang saya lakukan tanpa bantuan dana dari lembaga atau dari mana pun. Pokoknya meneliti saja. Topik yang saya angkat waktu itu adalah Pendidikan Aswaja dan Radikalisme. Topik yang menurut saya cukup menarik.

Saat itu Mas Tarom menjadi Kepala SMA Diponegoro Tulungagung. Demi kepentingan penggalian data, saya menghubungi beliau via WA. Intinya meminta perkenan waktu luang beliau untuk wawancara. Sebagaimana biasa, beliau pun menyediakan waktu untuk diskusi dengan saya.

Begitulah, saya pun datang ke kantor beliau yang berada di depan Kodim Tulungagung. Dengan ramah beliau menyambut kedatangan saya. Kami pun kemudian terlibat dalam perbincangan hangat dan sesekali masuk ke poin-poin pertanyaan yang saya ajukan untuk konteks kepentingan penelitian.

Wawancara satu kali tentu belum cukup untuk sebuah penelitian. Demi kepentingan penelitian, saya beberapa kali harus meminta waktu wawancara kepada beliau. Juga beberapa kali konfirmasi via WA. Tujuannya agar data yang saya cari valid.

Penelitian ini, selain dalam bentuk laporan, juga saya olah menjadi artikel jurnal. Setelah mempertimbangkan berbagai hal, saya memutuskan untuk mengirim artikel hasil penelitian itu ke Jurnal Walisongo yang diterbitkan oleh UIN Walisongo Semarang. Alhamdulillah, setelah revisi, artikel bisa terbit. Artikel dengan judul Pengembangan Pendidikan Aswaja Sebagai Strategi Deradikalisasi terbit pada Volume 23 Nomor 1 Tahun 2015. Jika pembaca sekalian ingin membacanya, silahkan kunjungi link: https://journal.walisongo.ac.id/index.php/walisongo/article/view/222. Pembaca bisa mencermati beberapa bagian artikel yang saya olah dari hasil wawancara selama beberapa kali dengan Mas Tarom.

Interaksi lebih intensif saya dengan Mas Tarom berlangsung saat beliau menjadi Ketua Ikatan Alumni IAIN Tulungagung. Kami beberapa kali bertemu untuk diskusi berbagai hal terkait alumni. Saya menyaksikan bagaimana beliau memiliki komitmen tinggi dalam menjalankan tugas di tengah kesibukan yang sangat padat.

Tahun 2016 IAIN Tulungagung membuka Program S-3 Jurusan Manajemen Pendidikan Islam. Salah satu mahasiswa yang mendaftar di angkatan perdana adalah Mas Tarom. Saya sendiri kebetulan menjadi pengajar di kelas Mas Tarom. Sesungguhnya cukup rikuh juga ketika saya harus menjadi dosen di kelas beliau. Teman sekelas Mas Tarom rata-rata sudah senior. Namun demikian saya berusaha menjalankan tugas secara baik. Interaksi pembelajaran di kelas Mas Tarom sungguh menantang. Mereka kritis dan kaya dengan pengalaman.

Seiring waktu, interaksi saya dengan beliau semakin intensif. Hal ini disebabkan karena saat beliau menyusun disertasi, saya menjadi salah satu promotor. Tentu bukan hal mudah bagi saya untuk menjadi promotor seorang senior. Beliau aktivis tulen di berbagai organisasi. Namun demikian semangat belajarnya sungguh luar biasa.

Secara keseluruhan saya bisa katakan bahwa Mas Tarom merupakan seorang pembelajar yang tangguh. Saya biasanya memperlakukan disertasi lumayan cermat. Koreksi yang saya lakukan mencakup aspek substansi dan aspek teknis. Substansi yang menurut saya kurang tepat atau memerlukan pembenahan akan saya beri catatan secara detail. Aspek teknis pun sama.

Disertasi itu merupakan karya puncak dalam studi. Tidak ada lagi jenjang pendidikan yang lebih tinggi setelah S-3. Selain itu, disertasi juga akan menjadi rujukan banyak orang. File disertasi akan diunggah dan bebas diakses oleh publik. Aspek semacam inilah yang menjadi pertimbangan mengapa saya harus berusaha memberikan yang terbaik yang saya mampu.

Bagi beberapa orang, mungkin yang saya lakukan berlebihan. Anggapan semacam itu bagi saya tidak apa-apa. Reputasi calon doktor dan reputasi lembaga lebih utama bagi saya. Lewat cara semacam ini saya berharap disertasi yang dihasilkan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas.

Hal yang sama saya perlakukan terhadap disertasi yang dikerjakan oleh Mas Tarom. Model idealitas bimbingan semacam ini membuat Mas Tarom harus berulang kali bertemu untuk konsultasi. Konsultasi semakin sering dilakukan ketika tingkat similarity harus diturunkan. Pada akhirnya Mas Tarom bisa melalui semua itu. Beliau dikukuhkan sebagai doktor Manajemen Pendidikan Islam pertama yang dihasilkan oleh IAIN Tulungagung.

Saya merasa sangat bahagia akhirnya Mas Tarom menjadi seorang doktor. Meskipun kecil, saya setidaknya pernah menjadi bagian dari perjalanan beliau yang luar biasa untuk menjadi seorang doktor. Saat dikukuhkan, saya melihat suasana yang sungguh sulit untuk dilukiskan. Haru dan bahagia tak terkira.

Perjalanan untuk menjadi seorang doktor memang tidak mudah. Tidak hanya harus menyediakan dana yang memadai melainkan juga harus menyediakan tenaga dan waktu. Jika soal dana saya husnudzon Mas Tarom tidak banyak persoalan. Namun untuk soal tenaga dan waktu, mungkin menjadi hal yang harus dikelola secara baik. Usia yang semakin beranjak menua dan kondisi kesehatan yang sudah tidak sama dengan saat muda merupakan aspek yang menemani Mas Tarom selama studi doktor.

Tugas Mas Tarom bukan berarti sudah selesai dengan menjadi doktor. Ada syarat lain yang harus dipenuhi yaitu konversi disertasi ke dalam bentuk artikel jurnal. Bukan sekadar konversi tetapi juga harus submit dan publish. Ini menjadi syarat untuk mengambil ijazah. Tugas ini sungguh tidak ringan. Lagi-lagi saya menyaksikan bagaimana Mas Tarom berjuang keras. Gigih dan penuh semaangat. Beberapa kali kegiatan pendampingan menulis artikel jurnal membuat saya yakin Mas Tarom akan berhasil melampaui segenap hambatan dan tantangan.

Kini semua itu tinggal kenangan. Beliau telah berpulang menghadap Allah SWT. Saya hanya bisa mendoakan semoga beliau tenang di sisi-Nya. Warisan perjuangan beliau adalah bukti amal shaleh yang akan selalu mengalirkan pahala dan keberkahan. Insyaallah. Amin.

 

Trenggalek, 17-3-2022

12 komentar:

  1. Beliau salah satu tokoh pentimg NU di tulungagung. Semoga Allah memberi tempat terbaik untuk beliau. Amin...

    BalasHapus
  2. Subhanallah...luar biasa perjuangan beliau ya prof. Semoga semua yang telah beliau lakukan menjadi amal jariah baginya aamiin ya rabbal'alamiin

    BalasHapus
  3. Masya Allah. Perjuangan yang luar biasa, Prof.

    BalasHapus
  4. Semoga beliau mendapat tempat terbaik

    BalasHapus
  5. Inna lillahi wainna ilaihi rojiun.

    BalasHapus
  6. Barokallah...
    Semoga Pak Muhtarom mendapat tempat terbaik disisi_Nya. Amin....

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.