Mumpung Masih Ada Waktu, Mari Terus Menulis
Ngainun Naim
Beberapa kawan menyebut saya cukup produktif menulis. Saya kira itu berlebihan. Saya tidak terlalu produktif. Masih banyak penulis yang jauh lebih produktif dibandingkan saya.
Jika boleh menyebut, saya ini penikmat menulis. Bagi saya, menulis itu menyenangkan. Aktivitas menulis membuat saya merasakan bahagia.
Apakah semua tulisan saya tulis dengan bahagia? Tentu tidak. Tulisan ringan semacam ini sungguh menyenangkan. Saat suntuk menulis artikel jurnal, menulis catatan semacam ini sungguh membuat saya seperti menemukan oase. Saya merasakan menulis menjadi jalan kebahagiaan yang kadang memang sulit untuk dijelaskan.
Jika ditanya motivasi menulis, tentu bermacam-macam. Tapi satu yang prinsip yaitu saya akan terus berusaha menulis sepanjang masih diberikan kemampuan oleh Allah.
Selama ini saya lebih banyak menulis di sela-sela kesibukan yang ada. Jika mahasiswa sedang presentasi di kelas, sambil menyimak, saya menulis satu atau dua kalimat. Selesai mengajar bisa mendapatkan satu atau dua paragraf. Tidak banyak tetapi lumayan.
Pagi hari merupakan waktu istimewa bagi saya dalam menulis. Saya bisa menulis sekitar satu halaman sebelum berangkat bekerja. Bagi saya, pagi hari adalah waktu yang cukup potensial untuk digunakan menulis secara maksimal karena fisik masih segar dan pikiran jernih. Kalimat demi kalimat rasanya lebih mudah disusun di pagi hari.
Beda dengan siang hari. Aktivitas setengah hari yang menguras energi membuat minat menulis menurun. Perpaduan masalah dan fisik yang capek membuat menulis menjadi kurang bergairah.
Saya berusaha memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Di sela-sela aneka aktivitas, saya berusaha menorehkan kalimat demi kalimat. Tidak banyak tetapi yang penting melakukan. Dibandingkan sibuk dengan aneka alasan lebih baik menulis. Soal kualitas tulisan kita itu biarlah berproses. Sepanjang terus menulis, kualitas tulisan akan semakin meningkat.
Kualitas itu hasil dari proses yang tiada henti. Jika jarang menulis, kecil kemungkinan tulisan yang dihasilkan akan berkualitas. Jika pun tulisannya bagus, secara kualitas akan tetap kalah dengan yang terus tekun menulis setiap hari.
Spirit menulis itu tidak tetap. Kadang penuh semangat, sementara di saat lain justru tidak bersemangat sama sekali. Jika sedang semangat, sekali duduk mampu menghasilkan berhalaman tulisan. Jika sedang malas, satu kalimat pun tidak ada yang mampu ditulis.
Penulis yang baik tidak boleh larut dalam suasana yang membuatnya tidak menulis. Jika malas menyapa maka harus dilakukan berbagai upaya agar semangat menulis kembali muncul. Jangan justru larus dan menikmati rasa malas.
Secara pribadi, saya biasanya mencari inspirasi untuk melawan malas menulis. Kadang berselancar di media sosial, membaca buku, atau jalan-jalan. Tujuan utamanya adalah bagaimana agar saya bisa kembali memiliki semangat dalam menulis.
Suatu ketika semangat menulis saya sedang menurun. Tetiba saya menemukan kembali semangat gegara masuk ke FB. Sebuah status FB yang ditulis oleh seorang wartawan senior Surabaya sangat menggetarkan. Setidaknya buat saya. Status tersebut berkaitan dengan ajakan untuk terus menulis.
Menulis itu dunia unik. Hal ini sudah sangat sering saya dengar atau saya sampaikan di banyak kesempatan. Unik karena memang tidak mudah untuk dijelaskan, khususnya ketika sudah berkaitan dengan proses kreatif yang sifatnya personal-subjektif. Meskipun demikian pengalaman semacam itu tetap penting dibagikan kepada banyak orang.
Proses kreatif itu memberikan perspektif positif bagi pembaca, baik pembaca yang ingin menulis, calon penulis, atau bahkan penulis yang sudah mapan. Perspektif positif ini bentuknya bermacam-macam. Namun demikian substansinya adalah manfaat.
Saya ingin mengutip beberapa baris status yang saya maksudkan agar kita semua mendapatkan informasi yang memadai dari ajakan tersebut:
Saya punya kawan, bekas perwira AL Belanda, bekas bos perusahaan besar, catatan hariannya berpuluh-puluh almari. Sudah beberapa buku ditulisnya berdasar catatan hariannya. Saya ditunjukin di rumahnya di Bekasi. Edan. Saya juga tahu, puluhan dan bahkan ratusan penulis dan pengarang punya karya tulis sak hohah. Bukan sembarang tulisan. Ada cendikiawan tutup usia di atas 90 tahun. Beliau fasih 22 bahasa, meninggalkan sekitar 1.000 karya tulis ilmiah, sekitar 100 di antaranya "kelas berat", 1 di antaranya terjemahan Al Quran dalam bahasa Prancis! Penulis dan pengarang seperti itu, betapa pun kita bukan bandingannya, selalu memberikan inspirasi.
Coba simak kutipan di atas. Saya merasa menemukan energi yang sungguh berarti. Secara intrinsik penulis status tersebut mengajak saya untuk aktif menulis.
Penulis yang juga menjadi inspirasi untuk terus menulis adalah seorang dosen dari Medan. Namanya Dr. Djanner Raja Simarmata. Ia mengajak kita untuk terus menulis sebanyak-banyaknya mumpung masih ada waktu. Dosen Universitas Negeri Medan (UNIMED) ini sangat produktif. Karier menulisnya dimulai pada tahun 2005. Sampai sekarang ia telah menulis 152 judul buku, 30 artikel jurnal, dan banyak karya ilmiah lainnya.
Kata kunci yang ditawarkan oleh Dr. Djanner Raja Simarmata adalah mumpung masih ada waktu. Kesempatan itu tidak akan datang dua kali dalam hidup. Sekarang ini, ketika kesempatan masih ada, saya berusaha untuk menulis. Tidak pakai target ketat. Pokoknya menulis. Soal siapa yang akan membaca dan apa manfaatnya, itu bukan wewenang saya. Tugas saya adalah menulis sesuai kemampuan.
Tulungagung, 28.3.2023
Subhanalloh! Intinya mumpung masih ada waktu. Bisakah? Harus! Terimakasih Pak! Luar biasa!
BalasHapusInsyaallah bisa. Mari manfaatkan waktu sebaik-baiknya.
HapusMantap Prof. Ngainun Naim. Mumpung masih ada waktu... semoga istiqamah menulis. Aamiin Yaa Robbal'alamin
BalasHapusAamiinnn.
HapusLuar biasa, inspiratif...
BalasHapusTerima kasih Bu Mien
HapusTerimakasih prof ilmu dan motifasinya.
BalasHapusSama-sama
HapusSangat menginspirasi Prof....👍👍👍
BalasHapusTerima kasih Bu
HapusSae sak estu prof, biarkan saja mumpung ada waktu versi Dr. Djanner Raja Simamarta bertarung dengan meluangkan waktu versi prof.Dr. Ngainun Naim...
BalasHapusTerima kasih Mas
HapusArtikel ini seperti mengingatkan saya...
BalasHapusSaya bukan penulis profesional, tapi suka menulis untuk blog. Hanya tulisan sederhana saja berdasarkan keseharian yang saya alami. Tapi kegiatan itu mati selama 2 tahun.
Belakangan koq muncul lagi keinginan menulis. Dan mencoba lagi menulis dg kualitas alakadarnya... Menulis untuk senang-senang saja, tak ada target yang spesifik, yang penting bahagia..
Salam hangat dari Sukabumi,
Saya termasuk yang senang dengan tulisan blog Bapak. Saya tunggu tulisannya lagi Pak.
HapusSalam Takzim Prof, sangat menarik dan menginspirasi
BalasHapusTerima kasih Mas
HapusLuar biasa ulasannya pak
BalasHapusTerima kasih Pak
Hapus