Mudik dan Berkumpulnya Semua Saudara

April 14, 2024


Ngainun Naim

 

Kebersamaan secara fisik di dalam satu rumah itu ternyata tidak lama. Jika saya renungkan, tinggal bersama dengan orang tua dan adik-adik itu tidak lebih lama dibandingkan dengan waktu tidak bersama.

Saya merupakan sulung dari enam bersaudara. Meskipun demikian, terhitung hanya pada momentum tertentu bisa berkumpul enam saudara lengkap. Selebihnya kami berdiaspora dengan kehidupan masing-masing.

Dulu kami terpencar karena studi. Satu pulang ke rumah, lainnya masih di tempat kuliah atau mondok. Lebaran dan momentum tertentu saja yang mempertemukan kami lengkap. Itu hanya berlangsung beberapa hari. Selebihnya kami kembali menjalani kehidupan masing-masing.

Saya jadi teringat pernyataan Jalaluddin Rakhmat yang menyebut bahwa mudik saat lebaran itu tidak hanya berdimensi sosial ekonomi. Ada dimensi spiritual yang tidak bisa digantikan. Kerinduan terhadap masa lalu, orang tua, lingkungan, dan keluarga besar adalah hal esensial dari kehidupan manusia.



Meskipun sesama mudik, jika dilakukan di luar waktu lebaran, nuansanya berbeda. Mudik saat lebaran memiliki dimensi, rasa, dan cita yang khas. Sebagaimana pernah ditulis oleh Sastrawan Jamal D. Rahman bahwa orang bisa pulang kampung kapan saja tetapi dia tidak akan sampai pada esensi mudik sebagai ritus budaya yang sakral. Dalam mudik orang menemukan makna pulang dalam keutuhan arti esensial dan simboliknya yang paling dalam. Menemukan juga makna merayakan hari raya yang paling mengesankan. Kampung halaman adalah tempat wisata rohani yang sesungguhnya paling dirindukan.

Kini kami semua sudah berkeluarga. Konsekuensinya, kami berpisah dari rumah orang tua dan membangun hidup bersama keluarga masing-masing, kecuali Kikin yang menemani Ibuk. Jarak tempat tinggal kami beragam. Ada yang dekat, namun ada yang sangat jauh.

Tidak ada yang perlu disesali. Jalan takdir tinggal dijalani dan disyukuri. Cara semacam ini yang membuat hidup semakin bermakna.

Tahun lalu kami berenam berkumpul. Bukan saat lebaran tapi saat nikah Si Bungsu, Kikin. Tapi tetap belum lengkap karena ada anggota keluarga yang tidak bisa ikut.

Lebaran kali ini sungguh istimewa. Seluruh anggota keluarga bisa hadir lengkap. Bisa dibayangkan betapa riuhnya. Dari Bapak Kalip Surjadi dan Ibu Wajiati beranak pinak. Enam anak, enam menantu, sembilan cucu. Rumah besar kami sesak. Total dua puluh satu orang.

Masa kebersamaan ini sungguh bermakna. Kesempatan yang sangat mahal karena tidak terjadi setiap tahun. Sungguh anugerah hidup yang harus disyukuri.

 

Tulungagung, 13 April 2024

2 komentar:

  1. Barakallah fiikum prof. Ngainun Naim beserta keluarga. (Abdisita)

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.